Kehidupan Awal Manusia di Kepulauan Indonesia
05.43
Diposting oleh Melany Christy
Waktu (time) merupakan salah satu konsep dasar sejarah selain ruang (space), kegiatan manusia (human activity). Perubahan (change) dan kesinambungan (continuity). Ia merupakan unsur penting dari sejarah yaitu kejadian masa lalu. Dengan kata lain waktu merupakan konstruksi gagasan yang digunakan untuk memberi makna dalam kehidupan di dunia. Manusia tak dapat dilepaskan dari waktu karena perjalanan hidup manusia sama dengan perjalanan waktu itu sendiri.
Agar waktu dalam setiap peristiwa atau kejadian dapat dipahami, maka sejarah membuat pembabakan waktu atau periodisasi. Maksud periodisasi ini adalah agar babak waktu itu menjadi jelas ciri-cirinya. Contohnya sejarah Eropa dapat dibagi ke dalam 3 periode yaitu zaman klasik/kuno, zaman pertengahan dan zaman modern.
Sebenarnya ada istilah lain untuk menamakan zaman prasejarah yaitu zaman Nirleka, Nir artinya tidak ada dan leka artinya tulisan, jadi zaman Nirleka zaman tidak adanya tulisan. Batas antara zaman prasejarah dengan zaman sejarah adalah mulai adanya tulisan. Hal ini menimbulkan suatu pengertian bahwa prasejarah adalah zaman sebelum ditemukannya tulisan, sedangkan sejarah adalah zaman setelah adanya tulisan. Berakhirnya zaman prasejarah atau dimulainya zaman sejarah untuk setiap bangsa di dunia tidak sama tergantung dari peradaban bangsa tersebut. Salah satu contoh yaitu bangsa Mesir + tahun 4000 SM masyarakatnya sudah mengenal tulisan, sehingga + tahun 4000 bangsa Mesir sudah memasuki zaman sejarah. Dari penjelasan di atas, apakah Anda sudah paham? Kalau Anda sudah memahami, tentu Anda sudah mempunyai gambaran tentang sejarah Indonesia.
Fosil adalah sisa-sisa makhluk hidup yang telah membatu karena adanya proses kimiawi. Fosil merupakan peninggalan masa lampau yang sudah tertanam ratusan peninggalan masa lampau yang sudah tertanam ratusan bahkan ribuan tahun di dalam tanah.
Jaman azoikum (tidak ada kehidupan)
Jaman paleozoikum (kehidupan tertua)
Jaman ini berlangsung sekitar 340 juta tahun, keadaan bumi masih belum stabil dan masih terus berubah. Akan tetapi menjelang akhir dari jaman ini mulai ada tanda-tanda kehidupan yaitu dari hewan bersel satu, hewan kecil yang tidak bertulang belakang, jenis ikan, amfhibi, reptil dan beberapa jenis tumbuhan ganggang. Karena itulah maka jaman ini dinamakan pula dengan jaman primer (jaman kehidupan pertama).
Jaman mesozoikum (kehidupan pertengahan)
Ada pula jenis reftil yang memiliki sayap dan dapat terbang selama berjam-jam, jenis ini dinamakan dengan pteranodon. Jaman ini dinamakan jaman sekunder (kehidupan ke-2), adapula yang menyebut jaman ini dengan istilah jaman reftil, karena jenis hewan di dominasi oleh reftil, karena jenis hewan didominasi oleh reftil dengan bentuk yang sangat besar. Pada akhir jaman ini mulai muncul jenis mamalia.
Jaman neozoikum (kehidupan muda)
Jaman ini diperkirakan berlangsung sekitar 60 juta tahun, jaman ini terbagi lagi menjadi jaman tersier (kehidupan ke-3) dan quarter (kehidupan ke-4). Pada jaman ini keadaan bumi telah membaik, perubahan cuaca tidak begitu besar dan kehidupan berkembang dengan pesat.
Jaman tersier
Pada jaman tersier, reftil raksasa mulai lenyap, mamalia berkembang pesat, mahluk primata sejenis kera mulai ada kemudian muncul jenis orang utan sekitar 10 juta tahun yang lalu muncul jenis hewan primata yang lebih besar dari pada gorila sehingga disebut giganthropus. Hewan ini menyebar dari Afrika ke Asia Selatan, tetapi kemudian punah.
Pada masa itu pulau Kalimantan masih bersatu dengan benua Asia, sebagai buktinya jenis babi purba (choeromous) dari jaman ini ditemukan pula di Asia Daratan.
Jaman quarter
Jaman diluvium berlangsung sekitar 600 ribu tahun yang lalu, mulai muncul kehidupan manusia purba. Jaman ini dinamakan pula jaman glacial (jaman es) karena es di kutub utara mencair sehingga menutupi sebagian wilayah Eropa Utara, Asia Utara dan Amerika Utara.
Pada masa ini Sumatera, Jawa, dan Kalimantan masih menyatu dengan daratan Asia, sedangkan Indonesia Timur dengan Australia. Mencairnya es di kutub telah mengakibatkan pulau-pulau di Indonesia dipisahkan oleh lautan baik dengan Asia maupun Australia. Bekas daratan Asia yang sekarang menjadi dasar laut disebut Paparan Sunda, sedangkan bekas daratan Australia yang terendam air laut disebut Paparan Sahul, kedua paparan tersebut dipisahkan oleh Zone Wallace.
Pada masa ini hewan-hewan yang berbulu tebal seperti mamouth (gajah besar berbulu tebal ) mampu bertahan hidup. Sedangkan yang berbulu tipis migrasi ke wilayah tropis. Perpindahan hewan dari daratan asia ke Indonesia terbagi atas dua jalur. Pertama melalui Malaysia ke Sumatra dan Jawa, kedua melalui Taiwan, Philipina ke Kalimantan dan Jawa.
Pitechanthropus mojokertensis fosilnya ditemukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1936, dalam bentuk tengkorak anak-anak berusia 5 tahunan di Mojokerto (lembah Bengawan Solo). Hidup sekitar 2,5 - 2,25 juta tahun lalu. Ciri – ciri biologisnya antara lain: muka menonjol kedepan, kening tebal dan tulang pipi yang kuat.
Pitechanthropus robustus, fosilnya ditemukan oleh Wiedenreich dan Koenigswald di Trinil (Ngawi, Jawa Timur) 1939. Ciri biologisnya hampir sama dengan pitechathropus mojokertensis, bahkan Koenigswald menganggapnya masih dari jenis yang sama.
Pitechanthropus erectus, (manusia kera berjalan tegak), fosilnya ditemukan oleh Eugene Dubois di Trinil (Ngawi, Jatim) pada 1890. Mereka hidup sekitar 1 juta sampai 600 ribu tahun yang lalu. Ciri biologisnya bertubuh agak kecil, badan tegap, pengunyah yang kuat, volume otak 900 cc, kemampuan berfikir masih rendah, menurut pendapat teuku jakob, manusia ini telah bisa bertutur.
Homo
Homo wajakensis, fosilnya ditemukan oleh Rietschoten dan Dubois antara tahun 1888-1889 di desa Wajak (Tulung Agung ). Ciri biologisnya: tinggi mencapai 130-210 cm, berat badan sekitar 30 – 150 kg, volume otak sampai dengan 1300cc. Mereka hidup dengan makanan yang telah dimasak walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana.
Bone culture, penelitian dilakukan oleh Callenfels 1928-1931 di Ponorogo. Peralatan tersebut ditemukan bersama dengan abris sous roche di gua-gua. Ditemukan pula fosil dari jenis manusia Papua melanesoide, yang merupakan nenek moyang orang Papua (Irian). Peralatan dan fosil sejenis di temukan pula di besuki dan Bojonegoro.
Ciri jaman batu muda adalah pemakaian peralatan dari batu yang telah diasah halus karena telah mengenal teknik mengasah. Pada jaman ini terjadi revolusi kehidupan (perubahan dari kehidupan nomad dengan food gathering menjadi menetap dengan food producing) .
Cara hidup pada jaman neolithikum adalah hidup menetap, bertempat tinggal dekat sumber air, food producing (menghasilkjan makanan dari bercocok tanam dan berternak walaupun berburu masih dilakukan terutama pada waktu senggang), membuat rumah bertonggak dengan atap dari daun-daunan membuat kain dari kulit kayu (ditemukan pemukul kulit kayu), membuat perahu atau rakit, membuat perhiasan dari batu-batu kecil indah. Menurut penelitian Kem mereka berkomunikasi dengan menggunakan bahasa melayu Polinesia.
Pada akhir jaman ini telah dikenal kepercayaan dalam bentuk animisme (kepercayaan tentang adanya arwah nenek moyang yang memiliki kekuatan gaib ) dan dinamisme (kepercayaan terhadap benda-benda yang dianggap memilki kekuatan gaib). Mereka percaya bahwa setelah mati ada kehidupan lain sehingga diadakanlah berbagai upacara terutama bagi kepala sukunya. Mayat yang dikubur disertai dengan berbagai macam benda sebagai bekal di alam lain. Dan sebagai peringatan maka dibangunlah berbagai monumen (bangunan) yang rutin diberi sajian agar arwah yang meninggal (leluhur) melindungi dan memberikan kesejahteraan bagi sukunya.
Pada jaman ini pembuatan gerabah memegang peranan penting sebagai wadah atau tempat dalam kehidupan sehari-hari. Adapula gerabah yang digunakan untuk keperluan upacara dan gerabah yang dibuat dengan indah baik bentuk maupun hiasannya.
Berdasarkan peralatannya kebudayaan jaman neolitihkum di bedakan menjadi kebudayaan kapak persegi dan kapak lonjong berasal dari heine geldern berdasarkan kepada penampang yang berbentuk persegi panjang dan lonjong.
Kebudayaan kapak persegi, kebudayaan kapak persegi berasal dari Asia Daratan yang menyebar ke Indonesia melalui jalur barat melalui Malaka, Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusatenggara. Terdapat kapak persegi ukuran kecil (digunakan sebagai fungsi kapak) dan yang ukuran besar (digunakan sebagai fungsi beliung atau cangkul). Di beberapa daerah ditemukan bekas-bekas pusat kerajinan kapak persegi seperti di Lahat (Palembang), Bogor, Sukabumi, Purwakarta, Tasik (Jabar), Pacitan (Jatim).
Kebudayaan kapak persegi didukung oleh manusia proto melayu (melayu tua ) yang migrasi ke Indonesia menggunakan perahu bercadik sekitar 2000 sm. Yang merupakan keturunan ras melayu tua adalah suku Sasak, Toraja, Batak dan Dayak. Di Minahasa (Sulut ) ditemukan kapak bahu, sejenis kapak persegi diberi leher untuk pegangannya.
Kebudayaan kapak lonjong, ukuran kapak lonjong ada yang besar (walzenbeli) dan kecil (kinbeli) , sering di sebut dengan istilah neolith papua karena penyebarannya terbatas di Irian saja oleh bangsa papua melaneside.
Dari peralatan yang ditemukan, baik kapak persegi maupun kapak lonjong dibuat dari batu api (chalcedon), terdapat pula kapak yang tidak terdapat tanda-tanda bekas dipakai dalam bentuk yang indah (sebagai alat berharga, lambing kebesaran atau jimat).
Jaman Logam
Jaman perunggu
Kebudayaan perunggu di Asia Tenggara merupakan pengaruh dari kebudayaan dongson, yang berkembang di Vietnam, Geldern berpendapat bahwa kebudayaan dongson berkembang paling muda sekitar 300 sm pendukung kebudayaan perunggu adalah bangsa Deuteuro Melayu (melayu muda) yang migrasi ke Indonesia sambil membawa kebudayaan dongson. Keturunannya adalah Jawa, Bali,Bugis, Madura, dll.
Bahkan ditemukan beberapa bukti bahwa telah terjadi pembaruan antara melayu monggoloide (proto melayu dengan deuteuro melayu) dan papua melaneside.
Ciri jaman perunggu adalah pemakian peralatan dari logam yang dikembangkan melalui tehnik bivalve (rangkap) dan a cire perdue (cetak lilin). Namun bukanlah berarti setelah itu peralatan dari batu dan gerabah ditinggalkan karena masih terus dipergunakan bahkan sampai sekarang.
Ciri kehidupan pada jaman perunggu adalah telah terbentuk perkampungan yang teratur dipimpin oleh kepala suku atau ketua adat, tinggal dalam rumah bertiang yang besar yang bagian bawahnya dijadikan tempat ternak, bertani (berladang dan bersawah) dengan system irigasi sehingga pengairan tidak selalu bergantung kepada hujan.
Telah terdapat pembagian kerja berdasarkan keahlian sehingga munculah kelompok undagi (tukang yang ahli membuat peralatan logam). Mereka telah menguasai ilmu astronomi (untuk kepentingan pelayaran dan pertanian ) dan membuat perahu bercadik.
Beberapa hasil budaya pada jaman perunggu adalah kapak corong (kapak sepatu), candrasa (kapak corong yang salah satu sisinya memanjang), terdapat candrasa dan kapak corong yang indah dan tidak ada tanda-tanda bekas digunakan. Nekara (seperti dandang tertulungkup), moko (nekara yang lebih kecil), terdapat berbagai perhiasan seperti garis lurus, piln-pilin, binatang, rumah, perahu, lukisan orang berburu, tari dan lukisan orang cina (monggol).
Selain itu mereka membuat bejana perunggu (berbentuk seperti periuk yang gepeng) dengan hiasan indah (dalam bentuk garis dan burung merak). Arca perunggu berupa arca (ditemukan di Bangkinang – Sulsel, Bogor-Jabar, dan Riau ) perhiasan perunggu seperti gelang, kalung, anting, dan cincin.
Kebudayaan megalithikum (batu besar)
Disebut kebudayaan batu besar karena pada umumnya menghasilkan kebudayaan dalam bentuk monumen yang terbuat dari batu berukuran besar. Kebudayaan ini muncul pada akhir jaman neolhitikum, tetapi perkembangannya justru terjadi pada jaman perunggu (kebudayaan dongson).
Hasil-hasil dari kebudayaan megalithikum memberikan petunjuk kepada kita mengenal perkembangan kepercayaan, terutama pemujaan terhadap arwah nenek moyang, yang memang telah muali nampak pada akhir jaman neolithikum berikut ini adalah hasil-hasil budaya megalhitikum:
Menhir, tugu batu yang terbuat dari batu tunggal, yang berfungsi sebagai tanda peringatan dan melambangkan arwah nenek moyang sehingga menjadi bendapemujaan , menhir banyak ditemukan di Pasemah, Lahat, Sungai Talang Koto (Sumatera), Nagada (Flores).
Dolmen, meja batu tempat sesaji, ada dolmen yang disangga oleh menhir dan ada pula yang digunakan sebagai penutup keranda atau sarchopagus, yang demikian dinamakan dengan pandhusa. Sarcophagus (keranda), peti mati tempat penyimpanan mayat yang berbentuk lesung terbuat dari batu utuh yang diberi tutup. Di Bali ditemukannya keranda yang berisi tulang belulang manusia, barang perunggu serta manik-manik.
Kubur batu, peti mayat yang dipendam di dalam tanah berbentuk persegi panjang dengan ke empat sisinya di buat dari lempengan – lempengan batu. Ada pula yang disebut waruga, yaitu kubur batu yang berbentuk bulat. Kubur batu banyak ditemukan di Kuningan (Jabar), Pasemah (Sumatera), Wonosari (Yogja) dan Cepu (Jateng).
Punden berundak, bangunan pemujaan terhadap roh nenek moyang yang berupa susunan batu bertingkat. Banyak ditemukan di Banten, Garut, Kuningan, Sukabumi (Jabar). Dalam perkembangan selanjutnya, punden berundak merupakan dasar dalam pembuatan candi, bangunan keagamaan maupun istana. Selain itu ditemukan pula hasil budaya megalithikum dalam bentuk patung atau arca manusia yang menggambarkan wujud nenek moyang atau arca binatang. Banyak ditemukan di daerah Pasemah (Sumatera), sementara di di Lembah Bada (Sulteng) ditemukan patung manusia (laki-laki dan perempuan).
This entry was posted on October 4, 2009 at 12:14 pm, and is filed under
Ips,
sejarah,
sejarah kelas 10,
sma,
sma kelas 1
. Follow any responses to this post through RSS. You can leave a response, or trackback from your own site.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar