RUJAK SOTO & SEGO TEMPONG Makanan Khas Banyuwangi
01.43
Diposting oleh Melany Christy
RUJAK SOTO
Aneh, tetapi nyata. Cobalah datang ke Banyuwangi dan cicipi sendiri hidangan khas itu. Rujaknya seperti rujak Jawa Timur-an umumnya, yaitu irisan lontong dibubuhi kangkung, tauge, ketimun, tahu, dan tempe, dibubuhi sambal petis dengan kacang tanah dan gula merah. Seperti rujak Jawa Timur umumnya, sambalnya memakai pisang kluthuk batu yang diuleg bersama bumbu-bumbu lainnya.
Rujak yang menerbitkan liur, bukan? Tetapi, tunggu dulu. Rujak segar itu kemudian diguyur dengan kuah soto babat yang encer dan berwarna kuning. Byurrrr! Bila suka,
babat dan daging soto juga diikutsertakan. Bagaimana rasanya? E-Bang Pede! Enak Banget, Percaya Deh! Menurut cerita penjualnya: “Lebih enak lagi kalau tidak langsung dimakan. Simpan dulu di kulkas, kalau sudah dingin baru dimakan. Sssuuegerrr!”
Kebayang nggak, sih?
Rujak dengan daging - seperti misalnya rujak cingur - memang bukan hal aneh di Jawa Timur. Konsep rujak di Jawa Timur juga tidak sebatas buah-buahan segar yang diiris tipis-tipis dan dicocol sambal, melainkan termasuk sayur-sayuran yang direbus. Di Jawa Tengah juga ada rujak buah yang ditambahi krai rebus (krai = semacam ketimun) yang disebut plonco. Plonco bermanfaat untuk mendinginkan panas dalam, dan konon juga untuk menurunkan tekanan darah.
Penjual rujak soto yang paling terkenal di Banyuwangi adalah “Mbok Semi”, dekat SMU Negeri I Glagah. Hanya buka siang hingga sore. Maklum, rujak soto tidak cocok lagi untuk dimakan pada malam yang sejuk. Dari pagi sampai sore, warung “Mbok Semi” selalu ramai diantre pembeli.
Bukan hanya di Banyuwangi! Bila Anda kebetulan jalan-jalan di Jember, rujak soto juga cukup mudah ditemukan. Di sebuah warung rujak soto di pojokan Jalan Ahmad Yani, Jember, penjualnya juga menyajikan rujak cemplung. Ini adalah rujak buah - ketimun, kedondong, ubi jalar mentah, nenas - dipotong dadu dan disiram sambal gula merah yang dicampur sedikit cuka. Hmm, berliur kan mulut Anda sekarang?
SEGO TEMPONG
Makanan lain yang populer di Banyuwangi adalah nasi tempong. Tempong sebetulnya berarti tempeleng atau tampar. Konon karena penjualnya seolah menamparkan segenggam nasi ke pincuk daun pisang yang dipakai untuk menyajikan makanan. Kecilnya porsi nasi tempong membuatnya sejajar dengan sego kucing di Solo dan Yogya.
Kemungkinan lain penamaan nasi tempong adalah sambalnya yang amat sangat pedas. Banyak yang sampai berlinang air mata saking pedasnya, seperti habis ditempeleng. Nasi tempong adalah konsumsi rakyat yang sangat populer di Banyuwangi. Lauk default untuk sajian ini adalah tempe, tahu, dan ikan asin goreng. Proletar banget lah, pokoknya!
Sore hari, di sebelah Bank BRI di Jalan Ahmad Yani, Banyuwangi, ada sebuah tenda yang menjual nasi tempong versi menengah. Warung “Bu Sum” yang buka sampai malam ini adalah yang sekarang paling populer di kota di ujung timur Pulau Jawa ini. Sekalipun tenda, tukang becak yang mengantar saya mengatakan: “Wah, itu nasi tempong mahal, lho, Pak. Mbok, ke pasar saja, yang lebih murah.”
Di warung “Bu Sum”, lauknya cukup komplet. Ada cumi yang dimasak dengan tintanya, dengan saus yang hitam pekat. Selebihnya adalah lauk standar seperti ayam goreng, empal, kering tempe, telur dadar, dan lain-lain. Untuk menemani sambal yang pedes, tersedia daun singkong dan genjer kukus. Di situ juga dijual bothok atau pepes sarang tawon yang unik Banyuwangi.
This entry was posted on October 4, 2009 at 12:14 pm, and is filed under
banyuwangi,
kuliner,
makanan,
pengetahuan umum,
wisata
. Follow any responses to this post through RSS. You can leave a response, or trackback from your own site.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
18 Februari 2010 pukul 05.52
wiuh..
mengguirkan.. jadi pengen nih :D
18 Februari 2010 pukul 09.08
ibu ane jualan soto sis:D
18 Februari 2010 pukul 19.24
Benar-benar mengundang selera. Orang Banyuwangi ya ini? ^_^