Masih Kecil, Kok, Pakaiannya Seksi?
17.12
Diposting oleh Melany Christy
Meski penampilan si kecil saat menggoyangkan pinggulnya seperti tarian Beyonce di televisi terlihat lucu, Anda perlu sedikit waspada. Sebab, penampilan seksi ternyata sudah mulai merasuki pikiran anak-anak. Hal ini menjadi keprihatinan Diane E Levin, PhD, dan Jean Kilbourne, EdD, dalam bukunya, So Sexy So Soon.
Dalam buku tersebut, mereka memaparkan betapa anak-anak sekarang sudah sangat cepat mengerti mengenai seksualitas. Dalam bukunya, kedua penulis ini bahkan mencantumkan bahwa anak-anak perempuan dari tingkat SD di Amerika sudah paham dan ingin berpakaian ala penari-penari seksi. Sementara itu, anak laki-laki pada usia tersebut sudah pandai berselancar di dunia maya mencari tahu tentang pornografi.
Salah satu yang paling mencolok mengapa anak-anak zaman sekarang terdorong untuk tampil seksi ketimbang pada zaman ibunya masih kecil adalah adanya perbedaan dalam masalah pakaian. Zaman dulu, untuk berpakaian "cantik", kita becermin pada gaya berpakaian ibu kita. Pada zaman itu, pilihan berpakaian untuk anak-anak masih sangat terbatas. Alhasil, kita cenderung mengenakan pakaian ibu yang terlalu besar, mematut diri di kaca, dan berandai-andai kapan bisa secantik ibunya.
Saat ini, pakaian untuk anak perempuan sudah sangat beragam, dari yang sangat tertutup, hingga yang terbuka dan ketat. Belum lagi ketika si anak membandingkan dirinya dengan anak-anak sebayanya yang mengenakan pakaian seksi itu dan disebut cantik oleh orang-orang dewasa di sekitarnya. Sebagai hasilnya, anak-anak perempuan itu mendapat pesan bahwa penting untuk tidak hanya tampil cantik, tetapi juga seksi ala artis-artis di televisi. Sedikit banyak, hal-hal semacam ini akan menekan anak-anak dan merusak kepercayaan diri bahwa dirinya cantik sebagaimana adanya ia.
Anak perempuan di usia pra-remaja, yang masih mencari jati diri, selalu mendapat pesan bahwa sangat penting untuk bisa membuat anak laki-laki tertarik padanya. Ini adalah hal yang wajar terjadi untuk anak perempuan pada usia akil balig, antara usia 12 dan 13 tahun. Namun, saat ini konsep tersebut sudah terjadi pada usia yang semakin muda, yaitu usia 6-7 tahun. Tak heran jika anak-anak perempuan mulai berkompetisi untuk mendapatkan perhatian anak laki-laki dengan cara berpenampilan paling seksi. Kemudian, para anak lelaki mulai belajar bagaimana cara mereka melihat anak perempuan. Ini mencetuskan sebuah lingkaran yang mengajarkan kepada anak lelaki untuk melihat anak perempuan sebagai obyek, bukan sebagai teman.
Ketika anak-anak ini beranjak dewasa, mereka akan belajar bahwa keseksian adalah hal yang penting. Tak heran jika saat ini seks pada usia dini makin marak terjadi, dan memudarkan makna dari berhubungan tubuh, terpisah dari sebuah hubungan yang sakral. Ini pun akan mulai menempatkan risiko peningkatan penularan penyakit seksual, kehamilan di luar nikah, hingga pemerkosaan yang berawal dari kencan. Ketika hal ini terjadi, mereka akan kehilangan empati dan rasa cinta yang seharusnya terwujud dari sebuah hubungan pria dan wanita yang berlandaskan ketulusan, bukan karena merasa dicintai hanya jika ia terlihat seksi.
Yang bisa orangtua lakukan adalah dengan membatasi konsumsi anak terhadap media sedini mungkin. Semakin anak beranjak dewasa, ketahuilah apa yang mereka telan mentah-mentah dari media. Tanyakan mengapa mereka menyukai musik-musik yang mereka dengar, atau mengapa mereka memilih pakaian yang mereka kenakan. Dengan begini, Anda membuka dialog tentang kesukaan mereka.
Sepertinya, pada zaman yang serba terbuka seperti sekarang, sudah sangat penting bagi orangtua untuk menjalin komunikasi intens dengan anak-anak, khususnya mengenai seksualitas sedini mungkin, sesuai perkembangan mereka. Jika mereka tahu bahwa mereka bisa menanyakan hal apa pun kepada orangtuanya, maka mereka akan lebih mendengarkan Anda, dan ini akan berpengaruh ketika mereka menginjak usia remaja. Ketika mereka bisa memercayai dan bisa menyampaikan apa maksud mereka kepada orangtuanya tanpa merasa dihakimi atau dihukum, mereka akan melakukannya.
Dalam buku tersebut, mereka memaparkan betapa anak-anak sekarang sudah sangat cepat mengerti mengenai seksualitas. Dalam bukunya, kedua penulis ini bahkan mencantumkan bahwa anak-anak perempuan dari tingkat SD di Amerika sudah paham dan ingin berpakaian ala penari-penari seksi. Sementara itu, anak laki-laki pada usia tersebut sudah pandai berselancar di dunia maya mencari tahu tentang pornografi.
Salah satu yang paling mencolok mengapa anak-anak zaman sekarang terdorong untuk tampil seksi ketimbang pada zaman ibunya masih kecil adalah adanya perbedaan dalam masalah pakaian. Zaman dulu, untuk berpakaian "cantik", kita becermin pada gaya berpakaian ibu kita. Pada zaman itu, pilihan berpakaian untuk anak-anak masih sangat terbatas. Alhasil, kita cenderung mengenakan pakaian ibu yang terlalu besar, mematut diri di kaca, dan berandai-andai kapan bisa secantik ibunya.
Saat ini, pakaian untuk anak perempuan sudah sangat beragam, dari yang sangat tertutup, hingga yang terbuka dan ketat. Belum lagi ketika si anak membandingkan dirinya dengan anak-anak sebayanya yang mengenakan pakaian seksi itu dan disebut cantik oleh orang-orang dewasa di sekitarnya. Sebagai hasilnya, anak-anak perempuan itu mendapat pesan bahwa penting untuk tidak hanya tampil cantik, tetapi juga seksi ala artis-artis di televisi. Sedikit banyak, hal-hal semacam ini akan menekan anak-anak dan merusak kepercayaan diri bahwa dirinya cantik sebagaimana adanya ia.
Anak perempuan di usia pra-remaja, yang masih mencari jati diri, selalu mendapat pesan bahwa sangat penting untuk bisa membuat anak laki-laki tertarik padanya. Ini adalah hal yang wajar terjadi untuk anak perempuan pada usia akil balig, antara usia 12 dan 13 tahun. Namun, saat ini konsep tersebut sudah terjadi pada usia yang semakin muda, yaitu usia 6-7 tahun. Tak heran jika anak-anak perempuan mulai berkompetisi untuk mendapatkan perhatian anak laki-laki dengan cara berpenampilan paling seksi. Kemudian, para anak lelaki mulai belajar bagaimana cara mereka melihat anak perempuan. Ini mencetuskan sebuah lingkaran yang mengajarkan kepada anak lelaki untuk melihat anak perempuan sebagai obyek, bukan sebagai teman.
Ketika anak-anak ini beranjak dewasa, mereka akan belajar bahwa keseksian adalah hal yang penting. Tak heran jika saat ini seks pada usia dini makin marak terjadi, dan memudarkan makna dari berhubungan tubuh, terpisah dari sebuah hubungan yang sakral. Ini pun akan mulai menempatkan risiko peningkatan penularan penyakit seksual, kehamilan di luar nikah, hingga pemerkosaan yang berawal dari kencan. Ketika hal ini terjadi, mereka akan kehilangan empati dan rasa cinta yang seharusnya terwujud dari sebuah hubungan pria dan wanita yang berlandaskan ketulusan, bukan karena merasa dicintai hanya jika ia terlihat seksi.
Yang bisa orangtua lakukan adalah dengan membatasi konsumsi anak terhadap media sedini mungkin. Semakin anak beranjak dewasa, ketahuilah apa yang mereka telan mentah-mentah dari media. Tanyakan mengapa mereka menyukai musik-musik yang mereka dengar, atau mengapa mereka memilih pakaian yang mereka kenakan. Dengan begini, Anda membuka dialog tentang kesukaan mereka.
Sepertinya, pada zaman yang serba terbuka seperti sekarang, sudah sangat penting bagi orangtua untuk menjalin komunikasi intens dengan anak-anak, khususnya mengenai seksualitas sedini mungkin, sesuai perkembangan mereka. Jika mereka tahu bahwa mereka bisa menanyakan hal apa pun kepada orangtuanya, maka mereka akan lebih mendengarkan Anda, dan ini akan berpengaruh ketika mereka menginjak usia remaja. Ketika mereka bisa memercayai dan bisa menyampaikan apa maksud mereka kepada orangtuanya tanpa merasa dihakimi atau dihukum, mereka akan melakukannya.
This entry was posted on October 4, 2009 at 12:14 pm, and is filed under
anak,
gaya hidup
. Follow any responses to this post through RSS. You can leave a response, or trackback from your own site.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar