Mengemas Kerumunan di Kota Tua
01.24
Diposting oleh Melany Christy
"Kayak Taman Ria, ya," celetuk beberapa orang melihat kerumunan di seputaran Taman Fatahillah hingga ke Kalibesar. Yang lain tak sepenuhnya mengungkapkan dengan kata yang persis sama. Namun intinya, keramaian orang yang mengepung Taman Fatahillah hingga Kalibesar, apalagi di malam hari, belakangan ini memang makin meningkat. Bagi sebagian orang, katakan saja pedagang kaki lima, ojek sepeda yang kian beragam—tak lagi khusus sepeda ontel—keramaian itu tentu saja merupakan potensi. Pengunjung inilah yang diharapkan akan membuang uang untuk menyewa sepeda, minum, makan, dan lain-lain.
Namun, apakah keramaian yang seperti itu yang diharapkan dalam rangka revitalisasi Kota Tua Jakarta? Sebuah keramaian yang tak jelas arahnya? Kerumunan orang yang datang sekadar datang dan bikin penuh kawasan itu? Tentu saja tidak karena, jika demikian, maka upaya menjadikan kawasan tersebut sebagai kekuatan ekonomi kreatif akan jadi angan-angan belaka.
Mana ada yang tertarik jika melihat kondisi kawasan tersebut sekarang ini. Tengok saja upaya menggelar Wisata Malam di sana, yang sudah sejak tahun lalu diembuskan oleh Wali Kota Jakarta Barat Djoko Ramadhan bersama Robert Tambunan, pengelola bangunan tua milik Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Bangunan berjuluk "Toko Merah", "Kerta Niaga", dan "Cipta Niaga” adalah sedikit dari bangunan beken milik PPI yang ada di bawah Menteri Negara BUMN itu.
Uji coba menggelar wisata kuliner di sepanjang Jalan Pintu Besar Utara berdurasi 24 jam tak menyiratkan tanda yang baik. Pasalnya, kerumunan di kawasan tersebut lebih banyak pelajar yang isi koceknya terbatas. Kerumunan orang yang tumpah di kawasan itu tak datang untuk sesuatu yang sudah ajeg, misalnya untuk menikmati makan malam atau menghabiskan malam di Kafe Batavia dan Kafe Gazebo di Jalan Kunir, atau misalnya menyerbu sebuah kegiatan yang sudah terjadwal. Tak hanya di seputaran Taman Fatahillah, tentunya, tapi kegiatan dan keberadaan kafe—dengan harga terjangkau dan makanan khas—yang menyebar hingga ke Jembatan Kota Intan, misalnya.
Saya hanya ingin mengingatkan, lebih ke utara dari Jembatan Kota Intan sebenarnya sudah ada pelopor yang mencoba menghidupkan kawasan dekat Pelabuhan Sunda Kelapa. Kafe Galangan namanya (siapa tahu ada yang sudah lupa). Kafe ini akhirnya tak kuat menahan beban produksi karena keramaian tak mencapai kawasan tersebut.
Kembali ke upaya menggelar Wisata Malam di kawasan Taman Fatahillah, Robert Tambunan belum-belum sudah bersuara berat, "Siapa yang mau beli makanan di Wisata Malam kalau yang datang cuma pelajar yang tidak terarah tujuannya." Mungkin, hal itu terjadi karena penataan di kawasan tersebut bersifat parsial, tidak menyeluruh. Dari kegiatan yang terjadwal, kegiatan yang tak berpusat pada Taman Fatahillah, akses jalan, lahan parkir, kebersihan, dan WC umum tak ditata dalam satu perencanaan.
Keberadaan khalayak pelajar atau anak muda yang hanya ingin bermain di sana bukan sebuah kesalahan. Pasalnya, di mana lagi ada taman seterbuka, seluas, dan sekeren di Kalibesar dan Fatahillah. Kerumunan itu hanya perlu diarahkan. Tentu dengan berbagai kegiatan yang jelas, semisal kegiatan wisata jalan-jalan, wisata kuliner, pergelaran kesenian, kebudayaan, pemutaran film kuno seperti mis-bar atau gerimis bubar, lomba foto, lomba lukis, penampilan seni kontemporer, apa pun.
Apalagi, kawasan Kota Tua yang masuk dalam Kelurahan Pinangsia Kecamatan Tamansari, termasuk Glodok, sebetulnya bisa menghasilkan pemasukan lebih dari Rp 11 miliar per tahun hanya dari PBB saja. Seperti kata Lurah Pinangsia, Sumanta, “Target PBB tahun lalu sekitar Rp 9,7 miliar. Realisasinya Rp 9,3 miliar, belum 100 persen. Karena masih banyak tunggakan,” ujarnya. Kenapa? karena banyak bangunan tua yang tak jelas kepemilikannya. Ada pula yang luas tanah dan bangunan tak sesuai antara fakta di lapangan dan yang tercantum dalam PBB.
Namun, apakah keramaian yang seperti itu yang diharapkan dalam rangka revitalisasi Kota Tua Jakarta? Sebuah keramaian yang tak jelas arahnya? Kerumunan orang yang datang sekadar datang dan bikin penuh kawasan itu? Tentu saja tidak karena, jika demikian, maka upaya menjadikan kawasan tersebut sebagai kekuatan ekonomi kreatif akan jadi angan-angan belaka.
Mana ada yang tertarik jika melihat kondisi kawasan tersebut sekarang ini. Tengok saja upaya menggelar Wisata Malam di sana, yang sudah sejak tahun lalu diembuskan oleh Wali Kota Jakarta Barat Djoko Ramadhan bersama Robert Tambunan, pengelola bangunan tua milik Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Bangunan berjuluk "Toko Merah", "Kerta Niaga", dan "Cipta Niaga” adalah sedikit dari bangunan beken milik PPI yang ada di bawah Menteri Negara BUMN itu.
Uji coba menggelar wisata kuliner di sepanjang Jalan Pintu Besar Utara berdurasi 24 jam tak menyiratkan tanda yang baik. Pasalnya, kerumunan di kawasan tersebut lebih banyak pelajar yang isi koceknya terbatas. Kerumunan orang yang tumpah di kawasan itu tak datang untuk sesuatu yang sudah ajeg, misalnya untuk menikmati makan malam atau menghabiskan malam di Kafe Batavia dan Kafe Gazebo di Jalan Kunir, atau misalnya menyerbu sebuah kegiatan yang sudah terjadwal. Tak hanya di seputaran Taman Fatahillah, tentunya, tapi kegiatan dan keberadaan kafe—dengan harga terjangkau dan makanan khas—yang menyebar hingga ke Jembatan Kota Intan, misalnya.
Saya hanya ingin mengingatkan, lebih ke utara dari Jembatan Kota Intan sebenarnya sudah ada pelopor yang mencoba menghidupkan kawasan dekat Pelabuhan Sunda Kelapa. Kafe Galangan namanya (siapa tahu ada yang sudah lupa). Kafe ini akhirnya tak kuat menahan beban produksi karena keramaian tak mencapai kawasan tersebut.
Kembali ke upaya menggelar Wisata Malam di kawasan Taman Fatahillah, Robert Tambunan belum-belum sudah bersuara berat, "Siapa yang mau beli makanan di Wisata Malam kalau yang datang cuma pelajar yang tidak terarah tujuannya." Mungkin, hal itu terjadi karena penataan di kawasan tersebut bersifat parsial, tidak menyeluruh. Dari kegiatan yang terjadwal, kegiatan yang tak berpusat pada Taman Fatahillah, akses jalan, lahan parkir, kebersihan, dan WC umum tak ditata dalam satu perencanaan.
Keberadaan khalayak pelajar atau anak muda yang hanya ingin bermain di sana bukan sebuah kesalahan. Pasalnya, di mana lagi ada taman seterbuka, seluas, dan sekeren di Kalibesar dan Fatahillah. Kerumunan itu hanya perlu diarahkan. Tentu dengan berbagai kegiatan yang jelas, semisal kegiatan wisata jalan-jalan, wisata kuliner, pergelaran kesenian, kebudayaan, pemutaran film kuno seperti mis-bar atau gerimis bubar, lomba foto, lomba lukis, penampilan seni kontemporer, apa pun.
Apalagi, kawasan Kota Tua yang masuk dalam Kelurahan Pinangsia Kecamatan Tamansari, termasuk Glodok, sebetulnya bisa menghasilkan pemasukan lebih dari Rp 11 miliar per tahun hanya dari PBB saja. Seperti kata Lurah Pinangsia, Sumanta, “Target PBB tahun lalu sekitar Rp 9,7 miliar. Realisasinya Rp 9,3 miliar, belum 100 persen. Karena masih banyak tunggakan,” ujarnya. Kenapa? karena banyak bangunan tua yang tak jelas kepemilikannya. Ada pula yang luas tanah dan bangunan tak sesuai antara fakta di lapangan dan yang tercantum dalam PBB.
This entry was posted on October 4, 2009 at 12:14 pm, and is filed under
kota tua,
serba serbi
. Follow any responses to this post through RSS. You can leave a response, or trackback from your own site.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
15 Maret 2014 pukul 21.17
Saya SAHRANI dr mataram ingin berbagi cerita but teman2 baik cewek atau cowok,bahwa dulunya sy
jatuh cinta sm seorang ccowok ganteng.tapi dia tdk perna menerima cinta sy,mungkin karna sy
kurang cantik dan miskin,org tua sy hanya seorang petani,sedangkan org tuanya seorang pedagang,
malah dia pernah bilang bahwa kamu tdk pantas jd istriku,kamu hanya nak petani,miskin,jelek.
suatu hari teman sy nelihat di internet,ada seseorang bisa membntu dgn jampi-jampi peletnya,
namanya MBAH SUGEL,sy mencoba telp.beliau minta pertolongan beliaupun bersedia menolong sy
setelah 3 hari beliau lakukan,Allhamdulillah dia mualai mencari sy.saat itu sy suruh teman
bilang ke dia bahwa SAHRANI mau ke surabaya cari kerjaan.setelah dia dengar langsung datangi
sy di rumah minta maaf sm sy dan org tua sy.sat itu sy akan melihat keampuhan jampi pelet
MBAH SUGEL,sy pura2 tetap mau pergi dia menangis dan berlutut di depanku dan berjanji akan
melamar secepatnya.akhirnya kami menikah dgn baik.sekarang sy sudah hamil 2 bulan....bua
tema2 yg ada msalah dalam bercinta,cowok atau cewek,suami selingku,kawin lagi,istri selingku,
segera hub.MBAH SUGEL.di nmr;085 340 790 799.beliau pasti membantu.jampi pelet beliau betul2
ampuh,sy sudah melihat buktinya...terima kasih,semoga bermampaat.