Rumah Itu...
07.31
Diposting oleh Melany Christy
Hari ini adalah hari pertama aku bersama mama papaku menempati rumah baru, setelah rumah lamaku laku terjual. Entah apa sebabnya papa menjual rumah yang sudah terlanjur kusayangi itu dengan pindah ke rumah kuno yang hampir seluruh cat dindingnya mengelupas ini. Rumah antik bangunan Belanda, kata mama yang kudengar ketika berbincang dengan papa. Yah, benar-benar antik kurasa, lihat saja pintu dan jendelanya yang besar dan tinggi, dan kamar-kamar yang sangat luas dan lembab, dengan langit-langit yang dua kali lebih tinggi dari biasanya!
Dan malam ini kamarku hanya mendapat pantulan sinar lampu dari luar jendela dan lubang udara. Selain itu juga udara kurasakan sangat dingin. Saking dinginnya sampai membuat tubuh mungilku menggigil dan gigi-gigiku bergemeretak keras. Sedangkan kepalaku terasa sangat berat bagai tertindih sebuah batu besar, mata dan dadaku terasa sangat panas. Ada apa denganku?
Sayup-sayup kudengar suara gamelan di antara denging telinga. Suara itu makin jelas terdengar hingga menembus dinding kamarku. Kucoba membuka mataku yang mulai perih, memastikan tak ada seorangpun yang mencoba mengiburku dengan memainkan musik aneh itu. Dan ternyata memang tak ada seorangpun bersamaku kecuali aku dan bayangan… Bayangan? Kulihat pantulan sinar lubang udara yang tergambar di dinding, tidak sepenuhnya kotak, sebagaimana bentuknya, tapi… seperti ada sesuatu yang membuatnya begitu. Penasaran, kumiringkan kepala menatap ke lubang itu, dan… kulihat di sana…
Sebuah kepala hitam berambut, bermata merah, semerah darah dengan seringai senyum yang mempertontonkan deretan gigi kuning dan runcing. Aku tak percaya dengan apa yang kulihat, bagaimana mungkin manusia bisa memanjat lubang udara setinggi itu? Manusia? Bukan! Itu jelas bukan manusia! Kucoba mengerjapkan mata berulang kali, tapi ternyata sosok itu tak mau pergi… malah kini terus menerus menggeleng berusaha agar bisa masuk ke lubang itu, dan lama kelamaan dia berhasil semakin melesak ke dalam, seolah ingin menghampiriku. Ini mustahil, tak mungkin ada yang bisa melakukan itu, lubang itu terlalu kecil, kalaupun bisa masuk paling hanya kepala saja… tapi ternyata... memang hanya kepalanya yang masuk, karena tak ada tubuh yang menempel padanya… apa yang harus aku lakukan??? Sedangkan suara nafasnya yang bergemuruhpun mulai terdengar… gruk… gruk… gruk… disertai aroma seperti kambing basah bercampur anyir darah yang menyeruak menusuk tajam ke dalam lubang hidungku!
Aaaahhhhh!!! Akupun menjerit sebelum makhluk kepala itu berhasil menghampiriku. Klik, lampupun menyala dan Mama masuk ke kamarku dengan panik,
“Ada apa, Nit? Kamu kenapa?” Mama memelukku erat.
“Ya ampun Nit, badan kamu panas sekali, kamu demam! Sebentar mama ambil obat dulu!” kata mama seraya beranjak akan meninggalkanku. Karena takut aku menahan tangan mama.
“Mama, jangan pergi, Nita takut!” kataku dengan suara gemetar. Mama tersenyum.
“Takut apa sayang?”
“Ada monster kepala yang mau masuk lewat lubang udara, Ma…,” kataku. Mama kembali tersenyum lalu mengelus kepalaku.
“Monster itu nggak ada, Nit… itu cuma khayalan kamu aja, karena kamu lagi demam,”
“Nita nggak berkhayal, Ma, Nita juga dengar ada musik Jawa,”
“Nita, seorang anak yang lagi kena demam biasanya memang begitu, pikirannya jadi kemana-mana, kamu nggak usah takut ya…,” mungkin ucapan mama benar. Karena saat kulihat ke lubang udara, monster itu benar-benar tak ada. Akupun lega. Lalu kubiarkan mamaku meninggalkan aku sebentar untuk mengambil obat. Yah setidaknya mama membiarkan lampu dalam keadaan menyala….
Tapi apa yang terjadi?
Suara gamelan kembali terdengar dan monster itu… kembali tersenyum padaku, masih melalui lubang udara yang sama.
“Ini cuma khayalanku…, ini cuma…” pikirku sambil menutup mata dan mengatur degub jantungku yang mulai mengencang.
Gruk…gruk…gruk… ya Tuhan, nafas berat itu tepat terdengar di telinga kananku, semakin jelas dan semakin jelas… dan bau itu...
Aaahhhhh!!! Aku kembali berteriak sekuat tenaga. Namun kali ini mama tak datang. Lalu akupun kembali berteriak… mama benar-benar tak datang. Ke mana mama? Kenapa mama membiarkan aku yang sedang sakit ini sendirian, bersama monster yang sangat mengerikan! Bagaimana kalau ternyata monster itu memakanku? Mama……
Lalu kuberanikan diri untuk membuka mataku…
Byaaarrr! Silau oleh sinar yang sangat terang, akupun kembali terpejam. Lamat-lamat kudengar suara orang berbicara,
“Maaf, Bu, saya sudah berusaha, tapi tetap Tuhan yang menentukan,” Lalu terdengar tangis yang menderu-deru… kulihat mama dan papa berlari ke arahku, tidak! Bukan ke arahku melainkan pada seonggok tubuh yang tertutup selimut dari ujung kepala hingga kaki. Siapa itu? Kenapa mama dan papa menangisinya? Dan ketika mama membukanya dan menciuminya barulah aku melihat siapa sosok itu… adalah aku! Aku terkejut lalu terdengar suara tepat di telinga kananku… gruk… gruk… aku menoleh. Dan ternyata monster itu telah ada di sampingku, tanpa perasaan ngeri aku membiarkannya membawaku, menuju ke arah suara gamelan…
***
Anita adalah anak ke duabelas yang meninggal di rumah itu. Rumah yang menyimpan misteri oleh adanya roh penari Jawa penculik anak-anak yang konon dibunuh suaminya dengan cara dipenggal dan dibakar lantaran tak bisa memberi keturunan. Uniknya semua anak yang hendak diculik mengalami gejala demam yang sama. Setelah kejadian itu, rumah tersebut dirubuhkan setelah diberi sesajen selama 40 hari 40 malam.
Posting Komentar