Salah satu pedagang bubur sup ayam yang masih bertahan, Bubur Sop Ayam Mang Djohar di Cirebon.
Bubur Sop Ayam, begitulah nama resminya. Penulisan kata sup masih memakai “sop”. Pertama kali mendengar nama itu mungkin membuat orang bertanya-tanya, apakah bubur itu dimakan dengan kuah sup ayam?

Sepertinya memang agak aneh. Pada umumnya orang hanya mengenal bubur nasi yang biasa ditaburi ayam, kadang kedelai bawang goreng, dan daun bawang seledri. Bubur “unik” itu merupakan salah satu makanan khas Cirebon, Jawa Barat, yang mungkin jarang ditemui di daerah lain. Bahan dasar bumbunya hampir sama dengan bubur ayam biasa namun beda bumbu.

Dalam penyajiannya, makanan ini diberi kuah bening dari sari kaldu ayam, lalu diberi tambahan soun, irisan kol, tauco, kacang kedelai, kentang dan tambahan kerupuk kanji yang sudah diremukkan. Perpaduan ini mirip dengan soto dan kuahnya juga dirasakan sepintas seperti soto. Paling enak bila disantap dengan kuah yang masih panas, ditambah dengan cabai bubuk yang menjadi ciri khasnya.

Bubur sup ayam ini bisa untuk sarapan atau makan malam. Selain mengenyangkan perut, bubur ini dapat membuat badan hangat dan berkeringat. Ampuh juga sebagai obat penolak masuk angin dan sebagai penambah ketahanan saat harus bekerja hingga larut malam (begadang).

Tapi di Cirebon, bubur sup ini sepertinya hampir menghilang dari peredaran. Ketika Warta Kota mencari bubur ini agak kesulitan juga. Warga setempat mengatakan, pedagang bubur sup sudah jarang. Kebanyakan, pedagang yang masih bertahan adalah mereka yang meneruskan usaha orangtuanya.

Bubur Sop Ayam Muhamad Djohar, salah satunya. Ia mulai berjualan sejak tahun 1959. Kini digantikan oleh anak keempat, Aminah (41) ,yang berjualan di Jalan Siliwangi. Aminah menuturkan, sebelumnya sang ayah sempat berjualan di Jalan Kartini dengan kedai sederhana. Selain bubur, ia juga menjual es campur. Maka dulu lebih sering dikenal sebagai Bubur Mang Djohar Panas Dingin.

"Memang dulu Bapak jualan es serut. Biasanya orang paling suka pas siang, makan bubur terus minum es. Makanya dibilang panas dingin," tuturnya.

Namun sepeninggalan sang ayah dan karena keterbatasan tenaga, maka kini Aminah hanya menyediakan bubur sup. Apalagi ia harus berjualan dari pagi sampai malam, tenaga akan terkuras hanya dengan membuat bubur.

Awalnya Aminah tidak tahu cara membuat bubur tersebut, tetapi karena sering memperhatikan pembantunya memasak akhirnya ia bisa membuat sendiri. Karena sejak dulu pun yang memasak bubur bukan ayah maupun ibunya, tetapi pembantu.

Dengan dibantu saudaranya, biasanya dia akan bergantian jualan di warung yang sangat sederhana tersebut. Yang unik adalah sambal cair yang terbuat dari campuran cabai bubuk, gula pasir, dan minyak goreng. Harga semangkuk bubur sup ayam ini Rp 8.000.

Karena sudah cukup lama, maka pelanggannya pun juga bervariasi, hingga sampai tiga generasi. Tay Seng (61), warga Pakaliman, mengaku kerap kali makan bubur sup tersebut sejak generasi pertama yang berjualan. Dari segi rasa menurutnya tidaklah berubah banyak.

"Saya suka dengan bubur ini karena bisa membuat badan hangat. Buburnya yang agak padat ini bila dibawa pulang tidak akan mencair. Tetapi saya lebih suka makan di tempat, karena kalau sudah dibawa pulang, rasanya jadi kurang enak," ungkapnya.

Ia menyayangkan bila makanan seperti ini sampai hilang dari peredaran. Tay Seng pun mengakui, kini sudah kesulitan menemukan bubur sup ayam di wilayah Cirebon. Ia berharap kedepan, masih ada generasi muda yang mau melestarikan kuliner ini.

Alamat warung Bubur Sop Ayam:

Bubur Sop Ayam Mang Djohar, Cirebon
Jalan Raya Siliwangi (seberang Bank CIMB Niaga)
Buka: 09.00-22.00

Bubur Sop Ayam M Kapo
Jalan Raya Gunung Sari, Cirebon
Buka: 17.00-23.00

Other Article



visit the following website Senyawa kimia Berita Bola