Serunya Berburu Camilan Awet Muda
23.17
Diposting oleh Melany Christy
MUNGKIN Anda tahu penganan kecil khas Jawa Tengah, intip. Makanan ini terbuat dari nasi yang dikeringkan kemudian digoreng. Setelah itu lumuran gula jawa cair menghiasi makanan tadi. Rasanya kemripik, legit bercampur gurih.
Di Jakarta, khususnya di kawasan Pecinan, sejak sekitar 35 tahun lalu juga ada penganan mirip intip jawa itu. Hanya saja, camilan khas Betawi keturunan Tionghoa ini disebut keripik kelapa muda. Konon, bila makan camilan ini, Anda bisa awet muda. Makanan ini termasuk langka sehingga jika Anda berminat, Anda harus mengejar camilan "asnawi" (asli China Betawi) ini ke daerah Kota.
Meski sebagian besar bahannya sama, intip dan keripik kelapa muda ini berbeda cara penyajian dan penjualannya. Intip lebih populer dan banyak dijual di kedai atau kios penjaja penganan. Keripik kelapa muda berbeda, untuk mendapatkannya, Anda harus memburunya. Di Jakarta, mungkin hanya seorang pedagang yang masih menjual makanan ini. Pun, karena ia berkeliling membawa pikulan, untuk mendapatkannya Anda harus menantinya di lokasi tertentu atau mengejarnya ke lokasi lain.
Camilan yang terbuat dari beras dicampur dengan gula jawa dan kelapa muda ini nasibnya seperti beberapa makanan warisan lain yang nyaris punah. Apalagi, sejak sekitar 35 tahun lalu, orang hanya mengenal satu penjual keripik kelapa muda, yaitu Bang Benggot.
Sebagai makanan "asnawi", begitu istilah Benggot, keripik kelapa muda ini dikelilingkan di komunitas China Betawi banyak berkumpul. Misalnya, di kawasan Manggabesar, Gang Kali Mati, dan Petak Sembilan. Padahal, Benggot berasal dari Bekasi.
"Di Bekasi yang beli hampir semuanya orang keturunan China. Di sini juga, yang paling tahu makanan saya, ya, orang keturunan," kata Benggot.
Ketika tanpa sengaja Warta Kota bertemu Bang Benggot di Gang Kali Mati, Petak Sembilan, ia sedang dikerumuni warga setempat, juga eks warga kawasan Pecinan yang kebetulan sedang berada di kawasan itu. Pembeli tidak hanya memakan keripik itu di tempat, tetapi juga banyak yang membawa pulang.
"Dari saya masih muda, dari harganya cuma Rp 500, saya udah biasa makan keripik ini. Enggak sebulan sekali bisa ketemu ini," ujar seorang ibu yang usianya menjelang setengah abad.
"Dari dulu yang saya tau cuma dia yang jualan beginian," timpal seorang bapak usia 60-an eks warga Manggabesar yang kini tinggal di Sunter.
Seorang ibu setengah baya bersama dua anaknya terlihat sumringah bisa menemukan makanan ini lagi. "Saya udah pindah jauh dari sini. Jarang banget bisa ketemua dia," begitu ujarnya. Mereka yang kepincut rasa keripik kelapa muda ini memang seperti ketiban rezeki kalau melihat Benggot dan pikulannya.
Keripik kelapa muda ini terbuat dari beras yang masih dalam bentuk gabah. Gabah ini kemudian ditumbuk. Selanjutnya dicuci, untuk kemudian disangrai di kuali tanah. Karena Bang Benggot berdagang di Jakarta maka sang istri di Bekasi-lah yang menyiapkan bahan keripik itu. "Tiap minggu bikinnya. Jadi enggak tiap hari," ucap bapak dua putri ini.
Tiap minggu sang istri bisa mempersiapkan sekitar 40 kg gabah yang sudah jadi keripik. Tiap pekan itu pula Benggot kembali ke Bekasi untuk mengambil dagangan itu dan dijual di Jakarta. Satu hari berjualan keliling di kawasan Manggabesar (di depan Bubur Aguan) sampai Petak Sembilan, Benggot bisa menghabiskan lima kilogram keripik beras.
Dengan sejenis centong, Benggot mencampur dan mengulek keripik beras, irisan gula jawa, dan parutan kelapa muda. Setelah itu keripik campur tadi dimasukkan ke daun pisang yang dibentuk seperti corong dan dilengkapi dengan sendok mungil untuk menyuap.
Keripik kelapa muda ini rasanya kriek-kriek. Beras garing renyah berpadu kelapa muda dan gula jawa menjadikannya berasa gurih, manis, dan legit. Kalau makanan ini hendak dibawa pulang, Benggot akan memisah keripik beras dengan parutan kelapa dan gula jawa.
Harga camilan yang terlihat sedikit itu Rp 3.000 per porsi. Jangan anggap kemahalan sebab prosesnya masih sangat tradisional, jarak "pabrik" jauh, serta bahan baku makanan ini langka. Penjualnya pun hanya satu di seantero Jabodetabek, keliling pula.
Pelataran rumah makan Bubur Aguan di Manggabesar menjadi perhentian pertama Benggot tiap pukul 08.00. Dari sana Benggot akan keliling hingga Gang Kali Mati, Petak Sembilan, Pancoran, Kota. Penasaran? Yuk berburu.
Di Jakarta, khususnya di kawasan Pecinan, sejak sekitar 35 tahun lalu juga ada penganan mirip intip jawa itu. Hanya saja, camilan khas Betawi keturunan Tionghoa ini disebut keripik kelapa muda. Konon, bila makan camilan ini, Anda bisa awet muda. Makanan ini termasuk langka sehingga jika Anda berminat, Anda harus mengejar camilan "asnawi" (asli China Betawi) ini ke daerah Kota.
Meski sebagian besar bahannya sama, intip dan keripik kelapa muda ini berbeda cara penyajian dan penjualannya. Intip lebih populer dan banyak dijual di kedai atau kios penjaja penganan. Keripik kelapa muda berbeda, untuk mendapatkannya, Anda harus memburunya. Di Jakarta, mungkin hanya seorang pedagang yang masih menjual makanan ini. Pun, karena ia berkeliling membawa pikulan, untuk mendapatkannya Anda harus menantinya di lokasi tertentu atau mengejarnya ke lokasi lain.
Camilan yang terbuat dari beras dicampur dengan gula jawa dan kelapa muda ini nasibnya seperti beberapa makanan warisan lain yang nyaris punah. Apalagi, sejak sekitar 35 tahun lalu, orang hanya mengenal satu penjual keripik kelapa muda, yaitu Bang Benggot.
Sebagai makanan "asnawi", begitu istilah Benggot, keripik kelapa muda ini dikelilingkan di komunitas China Betawi banyak berkumpul. Misalnya, di kawasan Manggabesar, Gang Kali Mati, dan Petak Sembilan. Padahal, Benggot berasal dari Bekasi.
"Di Bekasi yang beli hampir semuanya orang keturunan China. Di sini juga, yang paling tahu makanan saya, ya, orang keturunan," kata Benggot.
Ketika tanpa sengaja Warta Kota bertemu Bang Benggot di Gang Kali Mati, Petak Sembilan, ia sedang dikerumuni warga setempat, juga eks warga kawasan Pecinan yang kebetulan sedang berada di kawasan itu. Pembeli tidak hanya memakan keripik itu di tempat, tetapi juga banyak yang membawa pulang.
"Dari saya masih muda, dari harganya cuma Rp 500, saya udah biasa makan keripik ini. Enggak sebulan sekali bisa ketemu ini," ujar seorang ibu yang usianya menjelang setengah abad.
"Dari dulu yang saya tau cuma dia yang jualan beginian," timpal seorang bapak usia 60-an eks warga Manggabesar yang kini tinggal di Sunter.
Seorang ibu setengah baya bersama dua anaknya terlihat sumringah bisa menemukan makanan ini lagi. "Saya udah pindah jauh dari sini. Jarang banget bisa ketemua dia," begitu ujarnya. Mereka yang kepincut rasa keripik kelapa muda ini memang seperti ketiban rezeki kalau melihat Benggot dan pikulannya.
Keripik kelapa muda ini terbuat dari beras yang masih dalam bentuk gabah. Gabah ini kemudian ditumbuk. Selanjutnya dicuci, untuk kemudian disangrai di kuali tanah. Karena Bang Benggot berdagang di Jakarta maka sang istri di Bekasi-lah yang menyiapkan bahan keripik itu. "Tiap minggu bikinnya. Jadi enggak tiap hari," ucap bapak dua putri ini.
Tiap minggu sang istri bisa mempersiapkan sekitar 40 kg gabah yang sudah jadi keripik. Tiap pekan itu pula Benggot kembali ke Bekasi untuk mengambil dagangan itu dan dijual di Jakarta. Satu hari berjualan keliling di kawasan Manggabesar (di depan Bubur Aguan) sampai Petak Sembilan, Benggot bisa menghabiskan lima kilogram keripik beras.
Dengan sejenis centong, Benggot mencampur dan mengulek keripik beras, irisan gula jawa, dan parutan kelapa muda. Setelah itu keripik campur tadi dimasukkan ke daun pisang yang dibentuk seperti corong dan dilengkapi dengan sendok mungil untuk menyuap.
Keripik kelapa muda ini rasanya kriek-kriek. Beras garing renyah berpadu kelapa muda dan gula jawa menjadikannya berasa gurih, manis, dan legit. Kalau makanan ini hendak dibawa pulang, Benggot akan memisah keripik beras dengan parutan kelapa dan gula jawa.
Harga camilan yang terlihat sedikit itu Rp 3.000 per porsi. Jangan anggap kemahalan sebab prosesnya masih sangat tradisional, jarak "pabrik" jauh, serta bahan baku makanan ini langka. Penjualnya pun hanya satu di seantero Jabodetabek, keliling pula.
Pelataran rumah makan Bubur Aguan di Manggabesar menjadi perhentian pertama Benggot tiap pukul 08.00. Dari sana Benggot akan keliling hingga Gang Kali Mati, Petak Sembilan, Pancoran, Kota. Penasaran? Yuk berburu.
This entry was posted on October 4, 2009 at 12:14 pm, and is filed under
makanan
. Follow any responses to this post through RSS. You can leave a response, or trackback from your own site.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar