Menelusuri kawasan Pancoran, Jakarta Barat, tak cukup satu hari. Kawasan ini menyimpan segudang kisah yang menyempurnakan keberadaan Jakarta, khususnya di dunia kulinari. Sebagai kawasan Pecinan, bersama Glodok (di seberangnya), area ini cukup mengenaskan. Hidup hanya di saat siang. Begitu gelap merayap, kawasan ini pun ikut redup dan kemudian sepi.

Tak seperti Pecinan di negeri lain yang selalu hidup, meriah, dan jadi salah satu tujuan wisata, Pecinan di Jakarta punya jadwal bangun dan tidur. Itu terjadi khususnya setelah kerusuhan 1998.

Kembali ke masalah kulinari, ada ungkapan, ”Ke Pancoran tak lengkap jika tak mampir ke Rujak Encim.” Buat Anda yang masih buta perihal rujak ala Pancoran, jangan membayangkan rujak ini seperti rujak buah pada umumnya. Ini adalah Rujak Shanghai Encim yang sudah nangkring di kawasan ini sejak tahun 1950.

Sekali lagi, jangan juga membayangkan ini adalah sejenis penganan asal negeri Tembok Besar. Nama Shanghai yang jadi embel-embel rujak ala Encim ini diberikan pelanggan karena lokasi dagang yang ada di depan Bioskop Shanghai (dan berganti jadi Bioskop Asia) kala itu. Kini gedung itu tak berbekas. Dari mulut-ke mulut, maka jadilah nama Rujak Shanghai Encim ini kesohor bahkan hingga ke luar Jakarta, dan Indonesia.

Semula orang berpikir makanan ini tidak halal. Namun, setelah tahu bahan yang digunakan adalah seafood, lantas banyak pula warga non-Tionghoa yang kepincut rujak unik ini. ”Orang biasanya makan di sini, tapi banyak juga yang bawa pulang,” ujar Ahung, putri Encim si peracik rujak unik ini.

Rujak Shanghai adalah makanan yang isinya campuran kangkung, juhi (cumi besar), ubur-ubur, lobak, dan timun. Kangkung, juhi, dan ubur-ubur direbus lebih dahulu. Tak terlalu lama agar rasanya masih segar. Kangkung, juhi, dan ubur-ubur dipotong-potong dan diletakkan ke dalam piring. Sebelumnya, acar timun dan lobak sudah memenuhi bagian dasar piring sebelum akhirnya tertutup dengan potongan kangkung, juhi, dan ubur-ubur.

Usai itu semua, lantas piring tadi dikucuri kecap asin, ditambah dengan bawang putih yang sudah dihaluskan dan dicampur air, saos tomat, dan sambal tomat. Setelah itu, giliran saos merah kental dilumurkan di atas semua bahan matang tadi hingga akhirnya taburan bumbu kacang tanah menutup semuanya. Semua campuran tadi diolah sendiri oleh Encim yang mewariskannya ke Ahung.

Sebelum melahap, aduk dulu semua bahan di piring agar semua bumbu merata. Tambahan sambal akan lebih nikmat. Soal rasa, semua bercampur jadi satu. Ada asam (dari tomat), manis (tomat manis), asin (juga dari ubur-ubur), pedas, dan aroma bawang merah yang menutup rasa amis. ”Bisa juga ada yang minta juhi dibanyakin, atau ubur-ubur dibanyakin,” kata Ahung. Tentu saja, harganya jadi berbeda. Jika biasa saja Rp 20.000/porsi, maka pesanan istimewa bisa saja Rp 30.000/porsi. Tergantung pesanan.

Sampai di mulut, ubur-ubur tak ubahnya tulang muda yang keras-keras lunak, sedangkan juhi menjadi seperti kikil. Makanan ini bisa terhidang hangat ataupun dingin. Untuk minum, bisa juga dicoba es tebu yang banyak dijual di kawasan ini. Setelah makan rujak gurih, menenggak sari tebu, gula asli bercampur es batu. Klop.

Mencari warung ini tak sulit. Dari arah Jalan Pancoran, jalan saja terus sampai Anda temukan gedung Chandra, gedung berwarna biru. Nah, warung ini ada di seberang. Atau lewati saja gedung Gloria hingga hampir menuju ke Jalan Pintu Kecil, warung ini satu deret dengan gedung Gloria. Tempatnya nyempil, tapi jelas tertulis Rujak Shanghai Encim.

Jika sebelum kerusuhan, warung ini baru buka mulai pukul 16.00 hingga sekitar pukul 21.00 kini mereka buka sejak pukul 08.00 pagi hari hingga sekitar 12 jam kemudian atau sekitar pukul 20.00. (Bersambung....)

Other Article



visit the following website Senyawa kimia Berita Bola