Akhir pekan ini, Sabtu (13/3/2010), Gubernur DKI Jakarta bersama Kadin Jakarta dan British Council akan mencanangkan Jakarta Kota Kreatif di Kota Tua. Pencanangan itu akan ditandai dengan pertunjukan spektakuler "Video Mapping" yang baru pertama kali digelar di Indonesia. Penampilan seni proyeksi tiga dimensi menggunakan peralatan canggih itu juga dimaksudkan untuk memberi makna baru pada ruang, layar, dan juga panggung. Intinya, menyadarkan khalayak bahwa menjadi kreatif itu penting dan menampilkan hasil karya itu tak harus di panggung konvensional yang selama ini kita kenal.
Industri kreatif sedang digalakkan oleh Kementerian Perdagangan Indonesia dengan Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025. Upaya ini direncanakan untuk mendapatkan kontribusi perekonomian yang signikan. Ekonomi kreatif mencakup berbagai industri kreatif. Industri kreatif adalah industri dengan kekuatan pada kreativitas, keahlian, dan talenta yang punya potensi mengembangkan kesejahteraan dan menciptakan lapangan kerja yang mengeksploitasi daya cipta.
Terminologi cultural industry atau industri budaya mengacu pada industri yang mengombinasikan kreasi, produksi, dan komersialisasi dari konten kreatif yang intangible (tak benda). Kontennya, menurut United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organisations (UNESCO), dilindungi oleh copyright. Yang termasuk dalam industri budaya, antara lain multimedia, percetakan, audiovisual, dan sinematografi, beserta kerajinan dan desain.
Sementara itu, terminologi industri kreatif di dalamnya termasuk industri kreatif ditambah semua produksi artistik dan budaya. Industri kreatif juga memasukkan arsitektur dan periklanan sebagai aktivitas kreatif.
Menurut Project Manager Programme Team British Council Yudhi Soerjoatmodjo, program ruang kreatif membuka wawasan warga Jakarta tentang ruang kreatif dan memperluas pemahaman terhadap apa yang disebut panggung, kanvas, atau layer. "Intinya, media untuk berkreasi ada di sana (Kota Tua). Gedung-gedung tua di sana bisa jadi memikat jika saja pekerja kreatif bisa melihat panggung dan layar secara lebih luas."
Selain bangunan tua, lanjutnya, Taman Fatahillah serta seluruh kawasan hingga ke Kalibesar bahkan Museum Bahari, Pelabuhan Sunda Kelapa, Pasar Ikan, Menara Syahbandar, bahkan Kampung Marunda bisa jadi ruang kreatif. Menampilkan sebuah pementasan tak selalu harus di dalam gedung karena panggung tersedia di mana-mana, demikian pula dengan kanvas dan layar.
Sejak 7 Maret hingga 13 Maret, puncaknya, British Council sudah menggelar rangkaian acara yang dibuka dengan acara Jelajah Lima Museum di Kota Tua bekerja sama dengan Komunitas Jelajah Budaya. Kemudian pada 13 Maret, sejak pagi Kota Tua sudah diisi dengan workshop tentang ruang kreatif, mendatangkan pakar dari Inggris yang sudah berpengalaman menghidupkan kota tua mereka yang sempat terbengkalai.
Contoh sukses
Liverpool, Inggris, setelah Perang Dunia II dihadapkan pada tugas membenahi perumahan warga yang hancur kena bom. Lebih luas, membenahi kota yang sudah sejak tahun 1920-an morat-marit. Tahun 1950-an dan 1960-an kota ini gencar membangun kembali pusat kota mereka dan perumahan warga dalam bentuk flat. Sebuah perubahan dari rumah di darat dengan teras menjadi rumah di gedung bertingkat.
Kota kelahiran band rock legendaris The Beatles ini kemudian juga mengubah batas wilayahnya pada 1974 sehingga kemudian masuk dalam kawasan administratif Merseyside. Industri di Liverpool mengalami perkembangan dahsyat di antara tahun 1950-an dan 1960-an, namun kemudian berubah di penghujung 1970 hingga 1980-an akibat resesi ekonomi. Alhasil, kota ini jadi kota pengangguran dengan tingkat masalah sosial yang tinggi. Buntutnya adalah kerusuhan di tahun 1981.
Waktu berlalu dan otoritas setempat juga tak diam melihat kehancuran kota tersebut. Menjelang berakhirnya abad 20, harapan mulai tumbuh. Industri gula, tepung, dan semen menjadi industri yang mendongkrak Liverpool.
Kota ini menyadari posisinya yang kuat di Northwest sebagai pelabuhan utama untuk perdagangan ke Amerika Utara. Di tahun 1980-an, Albert Dock, sebuah kompleks dermaga dan gudang dari tahun 1840-an, dipugar yang kemudian berubah fungsi menjadi kawasan hiburan. Kawasan ini dialihfungsikan menjadi bar, toko, dan restoran.
Albert Dock didesain oleh Jesse Hartley dan Philip Hardwick dan menjadi bangunan gudang pertama di dunia dengan sistem yang membuatnya tak mudah terbakar. Bangunan ini juga bangunan pertama di Inggris yang tak menggunakan unsur kayu, bahan yang digunakan adalah besi, batu bata, dan batu.
Sejak itu, Liverpool terus berupaya mempromosikan wisata kota tersebut melalui pusaka budaya sebagai daya tarik. Sejak periode 1980-an, kandang Liverpool Football Club (FC) ini membuka berbagai museum dan galeri. Sebut saja Merseyside Maritime Museum yang dibuka 1980, The Tate Gallery of Modern Art dibuka pada 1988. Lima tahun kemudian The Museum of Liverpool Life dibuka. Setahun kemudian menyusul pembukaan A Custom and Excise Museum. Tahun 1996 pusat konservasi pun dibuka.
Di abad 21, Liverpool membuka The National Wild Flower Centre, yaitu pada tahun 2001 dan tujuh tahun kemudian kota ini terpilih sebagai European Capital of Culture.
Contoh lain adalah Glasgow, sebuah kota industri yang berkembang di abad 19. Kota ini berjaya karena produksi besi dan pembangunan kapal yang mendominasi tepi Sungai Clyde (River Clyde). Memasuki tahun 1930-an, mulailah kontraksi ekonomi. Pada 1980-an Glasgow menjadi kota pengangguran, tak sehat, dan kota dengan citra negatif.
Kemudian kota ini segera tanggap dengan mendesentralisasi dan menciptakan perusahaan lokal di kawasan yang paling terpinggirkan dan pemerintah mendanai upaya tersebut. Usaha itu berbuah, pada 1986 ada 38.000 pengangguran, begitu masuk tahun 2003 angka tadi sudah menjadi 17.000. Glasgow juga sukses menggelar kegiatan yang menarik perhatian dan kemudian memasukkan sejumlah uang untuk kota itu sendiri