Juhi Zaman Jepang di Pancoran

Makanan laut yang satu ini bisa dibilang punya penggemar khusus. Namanya juhi. Juhi adalah sejenis cumi-cumi yang ukurannya besar. Biasanya, orang China dan Jepang mengonsumsi juhi yang dipanggang dan rasanya tawar.


Juhi kering itu biasa dijadikan camilan. Namun, berkat kreativitas Kwe Tjang, juhi panggang itu menjadi punya nilai tambah. Di tahun 1948, Kwe Tjang mencampur juhi panggang dengan saus bumbu kacang.

Juhi istimewa Kwe Tjang adalah taburan di atas potongan timun, potongan kentang rebus yang lalu digoreng, dan emping. Sebelum juhi ditaburkan, racikan itu diguyur bumbu kacang ditambah sambal cabai cair dan kucuran jeruk limo. Setelah semuanya lengkap di piring, Kwe Tjang menaburinya dengan seabrek juhi kering yang disuwir. Makanan itu kemudian disebut rujak juhi.

Perpaduan bumbu kacang dan juhi menghasilkan berbagai rasa asin, gurih, pedas, segar, tanpa rasa dan bau amis. Harga seporsi rujak juhi ini memang mahal, Rp 18.000, tapi sepadan dengan suwiran juhi yang besar-besar di permukaan piring.

Sejak 1948 hingga kini, Kwe Tjang setia berjualan dengan gerobak yang didorongnya dari seputaran Jembatan Dua hingga ke Jalan Toko Tiga Sebrang di Pancoran Glodok.

”Dari saya masih umur 17 tahun, saya cari-cari aja jual makanan apa. Saya liat orang Jepang tahun 1940-an suka makan juhi panggang dipakein cuka. Terus, saya nyoba ngolah lagi, saya coba pakein bumbu kacang, tambah kentang, timun. Kata orang enak. Ya, saya lanjutin jualan ini,” begitu Kwe Tjang yang kini berusia 77 tahun berkisah.

Sepanjang 60 tahun perjalanan hidup kakek 24 cucu dan satu buyut ini habis di Jalan Toko Tiga Sebrang. Sepanjang masa itu dengan telaten dia menjual rujak juhi. ”Pokoknya saya jualan terus. Sampai saya tua,” tandas pria yang masih merasa muda itu.

Tahan semalam
Gerobak tua bertuliskan Rujak Juhi Asli Kwe Tjang itu berjejer di pinggir Kali Pancoran persis di sebelah gerobak pedagang martabak manis dan asin. Meski sangat sederhana, jangan heran jika melihat antrean pembeli di sini. Biasanya di sore hari kala warga pulang kerja, antrean semakin mengular. Mereka biasa menyempatkan membeli rujak juhi. Kebanyakan orang membeli rujak juhi untuk dimakan di rumah. Maka itu Kwe Tjang sudah menyiapkan bumbu kacang dan sambal cabai cair di dalam plastik-plastik kecil.

”Kalau dimakan di rumah, enggak enak kalau bumbunya dicampur, harus dipisah. Tapi jangan besok makannya. Ini hanya tahan sampai tengah malam. Kalau juhinya tahan lama, tapi bumbu kacangnya yang enggak tahan,” ujar Kwe Tjang.

Lantas ada yang bertanya, apa bedanya dengan rujak shanghai? Tangkas dia menjawab, ”Rujak shanghai kan pake kangkung. Juhinya juga cuma direbus.” Ayah tujuh putra putri ini menunjuk warung Rujak Shanghai Encim di Pancoran Glodok yang seumuran dengan usaha Kwe Tjang.

Di warung Rujak Shangai Encim tersedia juga Rujak Juhi Pancoran. Namun, rujak juhi yang baru berusia sekitar 30 tahun ini berbeda racikannya dengan milik Kwe Tjang. Di sini, rujak juhi berisi selada, tahu goreng, timun, kentang rebus yang kemudian digoreng, mi, juhi, dan emping ditambah guyuran bumbu kacang. Seporsi rujak juhi di sini Rp 15.000.

Tentu saja berbeda harga akan berdampak pada rasa dan banyak-sedikitnya isi juhi. Dengan harga lebih murah, pembeli mendapat suwiran rujak juhi yang lebih tipis dan sedikit dibandingkan pada rujak juhi milik Kwe Tjang.

Namun, selera tak bisa diperdebatkan. Silakan saja pilih. Rujak Juhi Pancoran buka pukul 09.00- 17.00, sedangkan Kwe Tjang berjualan pukul 15.00-20.00.

READ MORE - Juhi Zaman Jepang di Pancoran

Kisah Seru Es Krim Dulu

Kawasan Senen, sama seperti puluhan tahun lalu, masih mampu menyedot warga Jakarta dan sekitarnya untuk mampir. Dulu, kawasan yang namanya Vink Passer ini masih rindang. Di tengah kerindangan itu muncul sebuah toko es krim, namanya Ice Cream Baltic. Toko yang berdiri di tahun 1939 itu menyediakan makanan dingin nan mewah.


Kedai itu masih bertahan sampai sekarang. Letaknya kini di antara pasar loak buku di sepanjang Jalan Kramat Raya hingga Jalan Kwitang, di kawasan Jakarta Pusat, tak jauh dari kelokan ke arah Jalan Kwitang. Lagi pula ukuran kedai itu menyusut begitu banyak. Kini, di dalam kedai hanya ada tiga meja dengan sekitar 12 kursi. Bagian belakang bangunan itu dijadikan ”pabrik” es krimnya.

”Dulu tempat ini seperti restoran, pakai kursi rotan, meja, ada payung besar. Sekarang sudah enggak mungkin. Ukuran tempat ini sudah berkurang sampai sekitar 20 meter,” ujar Mulya Setiawan, penerus Mulya Santosa, si pemilik Ice Cream Baltic.

”Pernah ada ibu pelanggan yang udah tua cerita, tempat ini dulu jadi tempat pacarannya. Katanya, abis nonton film di Grand, biasanya ia makan es krim di sini,” kisah Setiawan.

Kini dengan melubernya produk es krim, baik lokal, maupun impor, es krim tua semacam Baltic makin tersingkir. Namun, bisnis es krim yang memiliki moto ”Ice Cream Tempo Doeloe” itu harus tetap berlangsung. Maka selain mempertahankan bahan dan rasa, Setiawan menjalankan kiat lain, menjemput pelanggan.

Bagi Anda yang bisa mampir ke kedai di bilangan Senen ini, lebih baik merasakan es krim ini di rumah aslinya. Lazimnya es krim masa lalu, rasa yang sampai di lidah adalah rasa segar yang tak bikin eneg.

Cita rasa buah asli di setiap produk es krim inilah yang terus bikin pelanggan yang kini sudah memiliki cucu tetap merindu. ”Kita tetap menggunakan resep dari zaman Belanda, dan bahan-bahan tetap kita pertahankan yang asli,” tambah Setiawan. Es krim ini dulu disajikan dalam mangkuk-mangkuk keramik dan dalam bentuk stik. Kini es krim dijual dengan stik atau cup plastik.

”Sejak dulu rasa cokelat, stroberi, dan stroberi berlapis cokelat masih jadi favorit. Tapi banyak juga yang suka alpukat atau alpukat lapis cokelat, juga kopyor,” kata Setiawan.

Yang pasti, tak seperti es krim modern, melahap es krim ini tak cukup hanya sebatang atau semangkuk kecil. Namun, tenang saja, soalnya harga es krim ini sangat terjangkau. Harganya berkisar antara Rp 2.400 (stik) dan Rp 3.100 (cup). Tempat ini buka setiap hari pukul 09.00-17.00.

Warung es krim lain yang sezaman dengan Baltic adalah Es Krim Italia Ragusa. Es krim yang kini dikelola Buntoro Kurniawan dan Sias Mawarni ini dirintis sejak 1932 oleh dua bersaudara asal Italia, Luigi Ragusa dan Vicenzo Ragusa. Penjualannya pun menggunakan gerobak dorong dan hanya setahun sekali saat pasar malam Pasar Gambir digelar. Di hari-hari biasa, pedagang keliling menjajakannya di sekitar Menteng. Hingga akhirnya pada 1947, kedai Ragusa di Jalan Veteran I itu lahir.

Seperti Baltic, es krim ini terasa lembut namun tidak cepat mencair di mulut. Dan yang paling penting tidak eneg karena bahannya tidak ditambahi zat kimia. Es krim unggulan di Ragusa adalah Tutti Frutti dan Cassata Siciliana seharga Rp 22.000 per mangkuk. Tutti Frutti adalah gabungan rasa vanila, cokelat, dan stroberi, sedangkan Cassata Siciliana adalah es krim bercampur cake dan nougat.

Selain dua jenis tadi, es krim lain yang disajikan dalam mangkuk-mangkuk aluminium mungil juga tersedia, seperti rum raisin, mocca, dan cokelat dengan harga bervariasi hingga sekitar Rp 14.000/scoop.

Jika belum puas, di Cikini juga ada es krim dari tahun 1951. Namanya Tjan Njan atau Tjanang. Meski kini warung aslinya sudah tak ada, es krim ini tetap eksis dijual melalui restoran di Jalan Cikini Raya dan mal, seperti Puri Indah dan Kelapa Gading.

Es krim Tjan Njan dijual dengan harga Rp 6.000 per cup kecil. Seperti es krim zaman dahulu lainnya, Tjan Njan rasanya lembut. Es krim unggulan Tjan Njan adalah es krim kopyor, alpukat, dan cokelat. Uniknya, es krim cokelat terasa renyah karena ada potongan-potongan cokelat chip. Demikian juga es krim kopyor yang dibubuhi potongan-potongan kopyor.

READ MORE - Kisah Seru Es Krim Dulu

Kopi-Cakwe dari Tak Kie, Kit Cong Kie, sampai Kaus Kaki


Ngopi, yuk!" Ajakan seperti ini berseliweran setiap hari. Biasanya, ajakan ini bermakna kongko-kongko. Tempatnya? Lagi-lagi seperti biasa, kawanan penyeruput kopi ini memilih tempat berpendingin udara. Kedai kopi franchise jentrek-jentrek tak terhitung di kawasan Jakarta dan sekitarnya. Mereka menyebar baik di mal, plasa, ataupun di kawasan perkantoran.


Waralaba warung kopi makin sesak di Jakarta karena pasar yang menggiurkan. Tengok saja ke beberapa kedai asal Pakde Sam itu, meski harga segelas kopi dengan berbagai cita rasa itu minimal hampir sama dengan sekitar 4-5 gelas kopi/kopi susu panas, es kopi/kopi susu di kedai-kedai tradisional, pembeli seperti tak peduli. Barangkali gengsi juga terbeli di sana. Padahal, Indonesia penghasil kopi arabika dan robusta terbesar keempat di dunia.

Untunglah penggemar kopi Indonesia yang masih percaya, kongko-kongko sambil minum kopi di warung kopi tradisional jauh lebih nikmat, tak perlu gusar. Pasalnya, warung kopi turun temurun di kawasan Pancoran, Jakarta Barat, masih bertahan di antara gempuran mal, plasa, beserta kedai kopi ala bule tadi.

Sayangnya, warung-warung kopi di sini tak lagi buka di atas pukul 17.00. Alasan klasik, setelah kerusuhan 1998, kawasan ini makin sepi khususnya di malam hari. Padahal, potensi kawasan ini sebagai kawasan wisata kuliner sungguh luar biasa.

Kembali ke soal ngopi, di Gang Gloria, Pancoran, siapa tak kenal Warung Kopi Tak Kie. Warung ini ada di antara tumpukan pedagang lain di sisi kiri dan kanan gang tersebut. Dengan hanya Rp 7.000, segelas es kopi bisa Anda nikmati. Es kopi ini bisa jadi teman ngobrol yang tak kalah segarnya dengan ”kopi bule”. Kedai kopi ini beserta es kopi-nya sudah turun temurun menyemarakkan kawasan tersebut. Kopi Lampung jadi bahan utama segelas kopi tradisional itu.

Mencari kopi tak hanya di Tak Kie. Melangkahlah lebih ke dalam. Jika Anda melihat tanda Cakwe Hokian, nah, di situ pula warung kopi tradisional lainnya berada. Tak seperti Tak Kie, di warung ini tak terlihat nama. Anton Sinarto, si pemilik warung, menyebut warungnya Sederhana meski orang di kawasan itu mengenal warung itu sebagai Kit Cong Kie.

Sebagai warung kopi tradisional, Anton pun sudah siap melayani pembeli atau siapa pun yang ingin sekadar kongko-kongko sambil makan pagi di kawasan ini sejak pukul 05.00 pagi. Anda bisa pilih es kopi, kopi panas, atau kopi susu. Rasanya pas. Di sini pula Anton memberi tahu Warta Kota untuk menikmati kopi susu dengan sentuhan cakwe. Hah?! Ya, cakwe.

”Dicelup aja, terus dimakan. Coba deh. Enak,” begitu Anton membujuk. Dan, memang, sensasi baru minum kopi dan makan cakwe pun terjadi di dalam mulut. Cakwe milik Ibu Lily ini pun sudah beredar di kawasan ini lebih dari 27 tahun lalu.

Menurut Anton, minum kopi atau kopi susu sambil makan cakwe sudah jadi kebiasaan di kawasan itu. ”Seperti teman minum kopi, gitu. Murah meriah, pula,” tambah Anton yang didampingi sang istri, Cendrawati Goutama.

Bapak dua putra ini melanjutkan usaha kedai kopi ini sejak 1980-an. ”Tapi warung ini sudah ada sejak Belanda masih ada,” lanjutnya, sekitar 1928 pun warung ini diperkirakan sudah ada dan masih menggunakan kopi Lampung hingga kini.

Kedai kopi tak berhenti sampai di sini sebab masuk lebih ke dalam lagi, ke arah dekat Toko Kawi, Anda bisa temui kopi kaus kaki. Tenang dulu, ini bukan sembarang kaus kaki. Kopi di sini disaring dengan penyaring yang mirip kaos kaki. Jadi, begitu disajikan, kopi ini sudah tanpa ampas. ”Kelebihan lain, kopi di sini disajikan di cangkir keramik yang bikin panasnya awet,” ujar Akiong, si pemilik kedai. Cangkir tadi harus dibeli di Singapura. Tapi tak usah khawatir, harga kopi di sini masih sangat rasional. Meski cangkir dari Singapura, tapi harga tetap warung kopi Indonesia.

Perihal cakwe sebagai teman kopi, Akiong membenarkan hal itu sebagai kebiasaan warga keturunan Tionghoa di kawasan itu. ”Dari dulu orang di sini emang kalau minum kopi pakai cakwe.”

READ MORE - Kopi-Cakwe dari Tak Kie, Kit Cong Kie, sampai Kaus Kaki

Diet

Telur termasuk dalam menu yang dianjurkan agar kebutuhan gizi seimbang kita terpenuhi. Namun, tahukah Anda bahwa telur kini dapat dikategorikan sebagai makanan super yang baru?

Telur bahkan dilaporkan memiliki kemampuan untuk mengatasi obesitas, demikian hasil penelitian yang dipimpin oleh Dr Carrie Ruxton, PhD, ahli nutrisi dari King's College, London. Selain sebagai sumber protein, telur juga diperkaya dengan vitamin D, vitamin B12, dan asam amino, yang diperlukan untuk perkembangan anak dan pemulihan fisik pada orang dewasa.

Penelitian Ruxton juga menunjukkan bahwa telur memainkan peran penting dalam menjaga kebugaran dan bentuk badan. Telur berukuran sedang memiliki kurang dari 80 kalori sehingga akan menjadi alternatif menu sarapan yang baik jika Anda termasuk yang memedulikan ukuran kalori. Bahkan, pada 1979, Margaret Thatcher dilaporkan mengalami penurunan berat badan berkat diet singkat dengan mengonsumsi 28 telur per minggu.

"Ada manfaat gizi yang jelas dengan mengonsumsi telur secara teratur," ujar Ruxton. Menurut dia, sebutir telur setiap hari akan menyediakan kebutuhan gizi harian akan vitamin D yang diperlukan untuk kesehatan tulang dan mencegah penyakit jantung.

Tidak disebutkan dalam penelitian benarkah kuning telur adalah penyebab kolesterol dan bagaimana pengaruhnya terhadap program penurunan berat badan tersebut. Namun, dalam hal makanan, pada dasarnya moderasi adalah kuncinya. Jika ingin aman, hanya konsumsi bagian putih telurnya saja untuk mendapatkan manfaat proteinnya.
READ MORE - Diet

6 Makanan Penghalau Bau Mulut

Uh, sebentar lagi mau rapat. Tapi menu makan siang Anda meninggalkan jejak tak mengenakkan dalam hembusan napas Anda. Tak sempat sikat gigi pula. Wah, tak ingin terjebak dalam situasi seperti ini? Coba perbanyak asupan makanan untuk menjaga nafas Anda tetap segar senantiasa.

Lemon. Coba hisap irisan lemon, atau menggigit-gigit kecil pinggiran lemon tersebut. Jika Anda di restoran, bisa pesan air putih dengan potongan lemon di dalamnya, atau lemon tea. Untuk waktu-waktu terdesak, permen dengan rasa lemon juga bisa membantu, plus lebih mudah dibawa-bawa.

Daun peterseli dan garnish hijau lainnya. Ketika pesanan Anda tiba dengan garnish hijau di bagian pinggirnya, biasanya berupa daun parsley, basil, atau rosemary, coba kunyah daun-daun tersebut. Batang dan daun tumbuhan kecil ini memiliki kandungan minyak yang memiliki aroma yang bisa menutupi bau mulut.

Apel, pir, dan wortel. Makanan-makanan ini kaya akan serat, plus mengunyah makanan semacam ini akan membantu mulut memproduksi air liur. Kedua hal ini akan mencipta semacam pembersih mulut.

Bumbu yang renyah. Untuk solusi eksotis lainnya, coba cari kapulaga, ketumbar, atau biji adas, yang biasa di jual di tempat-tempat penjualan bumbu. Mengunyah bumbu-bumbuan tadi akan mengeluarkan minyaknya untuk menetralkan bau mulut tidak sedap.

Daun mint atau batang kayu manis. Bahan-bahan ini bisa membantu memadamkan bau tidak menyenangkan dari bawang bombay dan bawang putih. Plus, minyak dari kayu manis bisa membunuh bakteri pada mulut agar tidak berkembang lebih banyak. Kayu manis atau permen karet rasa mint sama efektifnya. Jika Anda pencinta permen karet, pilih permen karet dengan rasa mint yang mengandung xylitol untuk mengurangi risiko gigi berlubang sekaligus menyegarkan napas.

Buah berry dan yogurt. Jika Anda tak bisa melewati hari tanpa makan makanan yang bisa memicu bau napas tidak sedap, makanlah untuk pencegahan, yang lebih baik daripada berusaha menghilangkan baunya yang sudah menyengat. Mengkonsumsi setengah cangkir yogurt tawar, bebas gula, dan rendah lemak bisa menurunkan level sulfida hydrogen penyebab bau napas tidak sedap. Buah berry, seperti pula melon, jeruk, dan buah-buahan lain yang mengandung vitamin C tinggi, juga bisa mengurangi bakteri mulut yang berbau. Mulailah setiap hari dengan yogurt yang diberikan buah sebagai pelengkap.
READ MORE - 6 Makanan Penghalau Bau Mulut

Mengemas Kerumunan di Kota Tua

"Kayak Taman Ria, ya," celetuk beberapa orang melihat kerumunan di seputaran Taman Fatahillah hingga ke Kalibesar. Yang lain tak sepenuhnya mengungkapkan dengan kata yang persis sama. Namun intinya, keramaian orang yang mengepung Taman Fatahillah hingga Kalibesar, apalagi di malam hari, belakangan ini memang makin meningkat. Bagi sebagian orang, katakan saja pedagang kaki lima, ojek sepeda yang kian beragam—tak lagi khusus sepeda ontel—keramaian itu tentu saja merupakan potensi. Pengunjung inilah yang diharapkan akan membuang uang untuk menyewa sepeda, minum, makan, dan lain-lain.

Namun, apakah keramaian yang seperti itu yang diharapkan dalam rangka revitalisasi Kota Tua Jakarta? Sebuah keramaian yang tak jelas arahnya? Kerumunan orang yang datang sekadar datang dan bikin penuh kawasan itu? Tentu saja tidak karena, jika demikian, maka upaya menjadikan kawasan tersebut sebagai kekuatan ekonomi kreatif akan jadi angan-angan belaka.

Mana ada yang tertarik jika melihat kondisi kawasan tersebut sekarang ini. Tengok saja upaya menggelar Wisata Malam di sana, yang sudah sejak tahun lalu diembuskan oleh Wali Kota Jakarta Barat Djoko Ramadhan bersama Robert Tambunan, pengelola bangunan tua milik Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Bangunan berjuluk "Toko Merah", "Kerta Niaga", dan "Cipta Niaga” adalah sedikit dari bangunan beken milik PPI yang ada di bawah Menteri Negara BUMN itu.

Uji coba menggelar wisata kuliner di sepanjang Jalan Pintu Besar Utara berdurasi 24 jam tak menyiratkan tanda yang baik. Pasalnya, kerumunan di kawasan tersebut lebih banyak pelajar yang isi koceknya terbatas. Kerumunan orang yang tumpah di kawasan itu tak datang untuk sesuatu yang sudah ajeg, misalnya untuk menikmati makan malam atau menghabiskan malam di Kafe Batavia dan Kafe Gazebo di Jalan Kunir, atau misalnya menyerbu sebuah kegiatan yang sudah terjadwal. Tak hanya di seputaran Taman Fatahillah, tentunya, tapi kegiatan dan keberadaan kafe—dengan harga terjangkau dan makanan khas—yang menyebar hingga ke Jembatan Kota Intan, misalnya.

Saya hanya ingin mengingatkan, lebih ke utara dari Jembatan Kota Intan sebenarnya sudah ada pelopor yang mencoba menghidupkan kawasan dekat Pelabuhan Sunda Kelapa. Kafe Galangan namanya (siapa tahu ada yang sudah lupa). Kafe ini akhirnya tak kuat menahan beban produksi karena keramaian tak mencapai kawasan tersebut.

Kembali ke upaya menggelar Wisata Malam di kawasan Taman Fatahillah, Robert Tambunan belum-belum sudah bersuara berat, "Siapa yang mau beli makanan di Wisata Malam kalau yang datang cuma pelajar yang tidak terarah tujuannya." Mungkin, hal itu terjadi karena penataan di kawasan tersebut bersifat parsial, tidak menyeluruh. Dari kegiatan yang terjadwal, kegiatan yang tak berpusat pada Taman Fatahillah, akses jalan, lahan parkir, kebersihan, dan WC umum tak ditata dalam satu perencanaan.

Keberadaan khalayak pelajar atau anak muda yang hanya ingin bermain di sana bukan sebuah kesalahan. Pasalnya, di mana lagi ada taman seterbuka, seluas, dan sekeren di Kalibesar dan Fatahillah. Kerumunan itu hanya perlu diarahkan. Tentu dengan berbagai kegiatan yang jelas, semisal kegiatan wisata jalan-jalan, wisata kuliner, pergelaran kesenian, kebudayaan, pemutaran film kuno seperti mis-bar atau gerimis bubar, lomba foto, lomba lukis, penampilan seni kontemporer, apa pun.

Apalagi, kawasan Kota Tua yang masuk dalam Kelurahan Pinangsia Kecamatan Tamansari, termasuk Glodok, sebetulnya bisa menghasilkan pemasukan lebih dari Rp 11 miliar per tahun hanya dari PBB saja. Seperti kata Lurah Pinangsia, Sumanta, “Target PBB tahun lalu sekitar Rp 9,7 miliar. Realisasinya Rp 9,3 miliar, belum 100 persen. Karena masih banyak tunggakan,” ujarnya. Kenapa? karena banyak bangunan tua yang tak jelas kepemilikannya. Ada pula yang luas tanah dan bangunan tak sesuai antara fakta di lapangan dan yang tercantum dalam PBB.
READ MORE - Mengemas Kerumunan di Kota Tua

Trik Memilih Busana Kerja Secondhand

Perempuan identik dengan gaya, termasuk dalam berbusana. Meski daya beli melemah, tak berarti perempuan jadi mati gaya. Banyak cara untuk tetap tampil gaya, asalkan tahu triknya. Tak sedikit yang menjual kembali koleksi busananya dalam garage sale, misalnya. Saat kebutuhan busana kerja mendesak sedangkan budget terbatas, hunting busana layak pakai di garage sale bisa menghemat pengeluaran Anda, caranya:

1. Bongkar kembali lemari Anda
Audit isi lemari Anda, apakah di dalamnya terdapat busana kerja wajib untuk wanita. Misalkan terusan warna hitam, celana panjang hitam dan biru, pumps warna hitam, atasan putih berkancing, dan sepatu flat hitam. Jaket, aksesori seperti syal, ikat pinggang, dan bros juga bisa sangat membantu penampilan Anda. Busana kerja standar yang Anda miliki, bila dipadupadankan dengan aksesori ini, bisa membuat penampilan lebih menarik.

Jika ternyata koleksi ini tak lagi Anda temukan di lemari, tanyakan kepada ibu, tante, atau sepupu Anda. Siapa tahu mereka masih menyimpan busana kerja yang ukurannya tak lagi cocok dengan postur tubuh mereka. Pastikan pakaian yang didapatkan dari keluarga sesuai ukuran Anda. Jangan memaksakan jika ternyata ukurannya lebih kecil atau terlalu besar. Teliti kembali kualitas pakaian seperti jahitan dan tampilannya secara umum, apakah masih layak pakai.

2. Lokasi belanja sangat menentukan
Busana kerja secondhand bisa dijual dimana saja. Temukan tempat belanja yang sekiranya menjual pakaian berkualitas. Seleksi kembali bazar atau garage sale yang ada dalam daftar belanja Anda. Sejumlah bazar yang rutin diadakan setiap tahun, dan selalu ramai pengunjung bisa menjadi pertanda bahwa model, kualitas, bahkan harga, cukup menggiurkan.

Kawasan Kemang di Jakarta Selatan, misalkan, sering menjadi tempat belanja dalam konsep garage sale dengan produk yang bisa diandalkan. Anda bisa mempadupadankan busana untuk ke kantor jika lebih sering mengeksplorasi ruang belanja murah berkualitas seperti ini. Jika sudah berlangganan akan lebih menguntungkan lagi buat pembeli. Jadi, sering-seringlah mencari informasi garage sale berkualitas, dengan melihat lokasi tentunya.

3. Belanja harus punya tujuan
Teliti sebelum membeli menjadi aturan baku, terutama jika Anda punya dana terbatas. Fokus pada apa yang sebenarnya Anda butuhkan. Jangan sampai "kalap" ketika belanja dengan diskon besar-besaran dari toko yang akan menutup atau memindahkan usahanya. Sebelum mendatangi toko barang secondhand, pastikan dulu apa yang Anda cari. Dengan mengontrol hasrat belanja, bisa jadi Anda mendapatkan busana bermerek ternama dengan harga miring.

4. Toko busana vintage bisa jadi pilihan
Gaya busana vintage masih digemari. Sejumlah toko yang menjual busana era vintage pun semakin banyak. Salah satu toko di kawasan Kuningan memiliki sejumlah koleksi vintage yang masih up-to-date. Umumnya busana vintage dibanderol dengan harga yang bervariasi, tergantung kualitas dan model.

Karakter khas dari gaya vintage ini terletak pada keunikan pada potongan terusan atau jaket. Padupadankan saja jaket vintage dengan terusan hitam basic milik Anda di rumah. Sejumlah desain jaket vintage kadang diaplikasikan dengan aksesori tertentu yang bisa dijadikan fashion statement dalam busana kerja Anda.

5. Rawat busana Anda
Seringkali perawatan busana yang kurang baik, seperti cara mencuci, menjemur, atau bahkan menyimpan di lemari, membuat koleksi busana kerja semakin menipis. Agar koleksi tetap terawat, sebaiknya Anda mulai membiasakan menjaga busana dari kerusakan, seperti robek, warna yang luntur, atau bahan terlihat lusuh, karena terlalu sering menggunakan mesin cuci.
Baca dengan teliti label pada pakaian. Busana berkualitas umumnya memberikan keterangan cara mencuci atau mengeringkan busana yang tepat agar tetap awet.

Jangan pernah mencampur pakaian berwarna. Pisahkan pakaian sesuai warna sebelum mencucinya agar warna pakaian tak pudar atau bahkan luntur. Merawat pakaian kerja juga bisa dengan mengubah kebiasaan Anda. Segera ganti pakaian sepulang dari kantor dengan kaos dan celana bahan khusus pakaian di rumah. Dengan begitu Anda telah memperpanjang umur busana kerja Anda.



READ MORE - Trik Memilih Busana Kerja Secondhand

Pemimpin Besar Dunia dan Kekuatan Kuncinya

Secara umum dikenal dua gaya leadership: inspirasional dan organisatoris. Jika Anda sudah mengenali karakter dari gaya kepemimpinan ini, saatnya menemukan tipe pemimpin. Anda bisa meniru tokoh yang sudah membuktikan kemampuannya dalam membangun bisnis ternama dan mendunia.

Coach Margetty Herwin, dalam seminar bertemakan leadership yang diselenggarakan oleh Event Management Indonesia dan iCOACH beberapa waktu lalu, menyebutkan 10 tipe pemimpin selevel presiden direktur, yang sukses dengan bisnisnya.

Tipe Inovator
Terdapat sejumlah nama yang termasuk tipe pemimpin kaya inovasi ini. Sebut saja Steve Jobs, Co-Founder, Chairman & CEO, Apple, Inc atau Mark Zuckerberg, Founder & CEO Facebook. Kedua nama ini memiliki gaya kepemimpinan yang serupa tapi tak sama. Satu-satunya kesamaan mereka adalah inovasi yang diciptakan, dan menghasilkan bisnis beraset besar.

* Mark Zuckerberg, pebisnis muda kelahiran New York, 1984
Gaya kepemimpinan: Perfeksionis, pendobrak, dan kreatif.
Kekuatan kunci: Menggabungkan kemampuan teknis yang tinggi, bidang TI, dengan komunitas sosial.
Keputusan besar: Drop out dari kampus dan menciptakan Facebook.

* Steve Jobs, lahir pada 1955 di San Fransisco
Gaya kepemimpinan: Visioner, kreatif dan mandiri, otokratik.
Kekuatan kunci: Memiliki pemahaman naluriah terkait terhadap teknologi.
Keputusan besar: Mengembangkan iPod dan iTunes.

Tipe Pionir
Michael Dell (CEO Dell Inc), lahir di Houston, 1965
Gaya kepemimpinan: Tidak egois, tidak mengeksklusifkan diri, melayani.
Kekuatan kunci: Berpikir lebih jauh ke depan dan tidak konvensional.
Keputusan besar: Menjual produk Dell dari pintu ke pintu.

Tipe Motivator
W. James McNerney, Jr (CEO The Boeing Company) lahir di Rhode Island, 1949
Gaya kepemimpinan: Inspirasional, penuh rasa ingin tahu, visioner, individu yang efektif.
Kekuatan kunci: Mampu maksimalkan potensi SDM-nya.
Keputusan besar: Bergabung dengan GE Asia dan menjadi mendunia karenanya.

Tipe Organizer
Fred Smith (pendiri, Chairman & CEO FEDEX), lahir di Mississippi, 1944
Gaya kepemimpinan: Visioner, berani mengambil risiko, ulet.
Kekuatan kunci: Jeli melihat peluang.
Keputusan besar: Menciptakan integrasi sistem pengiriman udara.

Tipe Ahli Strategi
Warren Buffet (pendiri, Chairman & CEO, Berkshire Hathaway) lahir di Omaha, 1930
Gaya kepemimpinan: Tak pernah berasumsi.
Kekuatan kunci: Cerdas membuat perhitungan bisnis.
Keputusan besar: Sukses mengenalkan bisnis portal (dotcom).

Tipe Membangun
Carlos Ghosn (President & CEO, Nissan & Renault), lahir di Porto Veho, Brazil, 1954
Gaya kepemimpinan: Menggunakan pendekatan langsung, mengubah masalah rumit menjadi solusi praktis.
Kekuatan kunci: Pengorganisasan, disiplin.
Keputusan besar: Melawan arus dalam merger antara Renault dengan Nissan.

Tipe Penilai
Jack Welch (Chairman & CEO General Electric) lahir di Massachussetts, 1935
Gaya kepemimpinan: Terus terang, tegas, fokus.
Kekuatan kunci: Lahir sebagai pemenang.
Keputusan besar: Pengurangan kerja dan divestasi.

Tipe Visioner
* Lew Frankfort (Chairman & CEO Coach Inc) lahir di New York, 1947
Gaya kepemimpinan: Teliti, bersemangat, berorientasi pada tujuan
Kekuatan kunci: Mengenalkan dan mengadaptasi teknik operasional pemerintahan dengan SOP dari Coach.
Keputusan besar: Merekrut Tommy Hilfiger sebagai desainer

* JW Marriott, Sr (pendiri & CEO Marriott Company) lahir di Marriott, Utah, 1900
Gaya kepemimpinan: Kokoh, sistematis, perfeksionis, perhatian.
Kekuatan kunci: Mengeksplorasi cara untuk ekspansi dalam mengubah dunia.
Keputusan besar: Menciptakan bisnis katering penerbangan udara.

Tipe Kontroversial
Rupert Murdoch (Chairman & CEO News Corp) lahir di Melbourne, Australia, 1931
Gaya kepemimpinan: Ambisius, terikat, tegas sebagai penentu.
Kekuatan kunci: Mengkombinasikan uang, relasi dan itikad untuk memberikan penentuan harga di pasar bebas.
Keputusan besar: Mempertahankan kontroling yang efektif di perusahaan media miliknya.

Tipe Penakluk Dunia

Howard Schultz (Chairman & CEO Starbucks)
Gaya kepemimpinan: Inspirasional, berpegang teguh, antusias, kharismatik.
Kekuatan kunci: Bakat marketing dan wawasan tentang peluang kesempatan.
Keputusan besar: Beralih dari kebijakan konvensional dalam menciptakan kopi yang mendunia.

READ MORE - Pemimpin Besar Dunia dan Kekuatan Kuncinya

Ikan Goreng Panir

Bahan:
500 gr daging ikan kakap
1 sdt garam
1 bh jeruk nipis
minyak goreng

Pelapis:
100 gr tepung terigu
250 gr tepung roti
4 putih telur

Saus:
1 sdm mentega
50 gr bawang bombai
1 sdm tepung terigu
150 ml susu cair
½ sdt lada
½ sdt garam
¼ sdt mustard

Pelengkap:
250 gr kentang goreng
150 gr brokoli
150 gr kembang kol

Cara membuat:
1. Lumuri ikan kakap dengan garam dan air jeruk nipis. Sisihkan selama 15 menit.
2. Lumuri ikan dengan tepung terigu hingga rata, lalu celupkan dalam telur kocok, dan gulingkan ke dalam tepung roti.
3. Panaskan minyak, goreng ikan sampai berwarna kuning kecoklatan. Angkat, tiriskan.
4. Saus: panaskan mentega, tumis bawang bombai sampai harum, masukkan tepung terigu, tuangi susu sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai licin. Tambahkan garam, lada, mustard, aduk rata.
5. Sajikan ikan goreng dengan pelengkapnya.

Untuk 6 orang
READ MORE - Ikan Goreng Panir

Kodok Bermata Biru Ditemukan di Sumatera

Spesies katak yang belum pernah diketahui sebelumnya ditemukan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatera. Spesies yang termasuk dalam genus Leptobrachium ini unik karena memiliki warna iris mata biru muda, baik di bagian atas maupun bawah.

Kodok jenis baru ini dijumpai oleh Adiinggar Ul-Hasanah dan Wempi Endarwin dari Tim Wildlife Conservation Society tahun 2004, tetapi saat itu masih diidentifikasi sampai tahap genus saja, dan belum diketahui jenisnya. Penelitian lebih lanjut dilakukan tahun 2008 oleh Amir Hamidy, staf Museum Zoologicum Bogoriense (MZB), Puslit Biologi, LIPI.

Amir yang saat itu mengambil studi master dengan topik taksonomi genus Leptobrachium memeriksa dan mengkaji spesimen kodok yang tersimpan di museum-museum di Malaysia, di Jepang, dan tentunya di Indonesia (MZB). "Saya mengukur dan membandingkan secara detail semua karakter morfologi satu demi satu dari semua spesimen tersebut, termasuk semua spesimen disimpan di MZB-LIPI," ujarnya.

"Salah satu spesimen yang saya periksa memiliki karakter yang unik dan berbeda dengan Leptobrachium lainnya dari Sumatera, yaitu tidak memiliki pola warna pada bagian atas tubuh dan sekitar posterior pahanya. Tentu saja warna mata dari spesimen tersebut belum diketahui karena warna mata akan luntur pada spesimen yang telah terawetkan," lanjutnya.

Amir baru melihat warna mata kodok itu setelah Adiinggar Ul-Hasanah menunjukkan foto hidup spesimen tersebut. Berdasarkan informasi itu, Amir mengadakan survei singkat di jalur Way Sepunti. "Di situ kami menjumpai dua ekor. Kemudian saya mengkaji kodok tersebut lebih jauh, termasuk mendeskripsikannya," ujar Amir dalam surat elektronik kepada Kompas.com.

Warna iris mata di genus Leptobrachium merupakan karakter penting untuk membedakan jenis. Setidaknya dua jenis baru yang ditemukan akhir-akhir ini (tahun 2004 dan 2006) dari Kamboja dan Laos juga berdasarkan perbedaan warna iris mata.

Menurut kajian taksonomi yang dilakukan, yakni dengan membandingkan kodok ini dengan jenis lain (dalam genus Leptobrachium) dari Thailand, Malaysia serta beberapa wilayah lain di Indonesia (Sumatera, Belitung, Kalimantan, dan Jawa), Amir meyakini kodok ini adalah jenis baru.

"Kodok ini jenis baru yang merupakan spesies dari kelompok kodok seresah yang termasuk dalam genus Leptobrachium. Untuk nama spesies, saya beri nama waysepuntiense, jadi nama lengkapnya Leptobrachium waysepuntiense," kata Amir. Nama spesies ini mengacu pada nama sungai kecil di dekat lokasi ditemukannya, yaitu Sungai Way Sepunti, Desa Kubu Perahu, dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.



READ MORE - Kodok Bermata Biru Ditemukan di Sumatera

Magnetic Flux


Symbol
Unit
Unit equivalent
Magnetic Flux
Wb (weber)
V s
Magnetic Field (or magnetic flux density)
B
T (tesla)
Wb m-2 or V s/m²

Magnetic fields surround and are created by electric currents, magnetic dipoles, and changing electric fields. A magnetic field is a vector field that permeates space. It can exert a magnetic force on moving electric charges and on magnetic dipoles (such as permanent magnets).

When placed in a magnetic field, fixed magnets (magnetic dipoles) tend to align their axes to be parallel with the magnetic field. That is why iron filings line up to show the field lines when sprinkled around a magnet. They become little tiny magnets are line up - axes parallel to the field lines from the permanent magnet.

A changing magnetic field can induce an electric field - electromagnetic induction.

Magnetic Fields are formed around moving charges (and therefore around current carrying wires - as they have a net movement of charge!).

The field lines show the direction a plotting compass would point if placed at that point in the field. They always fowm complete loops (unless they start and finish on a magnet - then the domains inside the magnetic material would complete the loop) and they NEVER cross.

Magnetic fields have an effect on moving charges at right angles to them - and only moving charges produce magnetic fields.

If the charge you are dealing with is NOT at right angles to the field you will have to find out the velocity vector that is at right angles to the field (see module 2 of the AS course).

The force the charge experiences is at right angles to its velocity (i.e. in another plane) and at right angles to the field lines (the three are mutually at right angles to each other) ... you use Flemming's Left Hand Motor Rule to find out how the charge is affected by a field.

You have to be careful you know what you are doing with this though!

The thumb points in the direction that the charged particle will experience a force towards.

The forefinger points in the direction of the field.

The second finger points in the direction of conventional current (points in the direction the charged particle is travelling IF IT IS POSITIVE!!).

If you are looking at the effect on an electron you have to have the second finger pointing in the opposite direction to its velocity...

F = qvB

where

B = the magnetic field's flux density

v = velocity of the charged particle

q = the charge on the charged particle

If a charge enters a uniform field it will therefore experience a constant force at right angles to its velocity - making it move in a circle.

F (magnetic) becomes F (centripetal)

So qvB = mv2/r

Rearranging we get that r = (mv)/(qB) = p/(qB)

This means that:

- the faster it is travelling the bigger the circles it will make

- also the bigger its mass is the bigger the radius of those circles

So, the bigger its momentum the less effect the field will have on its motion

- increase the strength of the field and you'll have more effect on its motion (smaller circles),

- increase its charge and you'll have more affect on its motion too

Click here to enlarge image

Close to the wire the circles of the field lines are virtually uniformly spaced but they do get further apart when you get further away...

Click here to enlarge image

Click here to enlarge image

Solenoids are useful to the physicist as you can perform experiments within a uniform magnetic field and know it's value too by setting the current to give you the field you require.

Click here to enlarge image
READ MORE - Magnetic Flux

Electromagnetism



Moving charges create a magnetic field. Therefore all electrical wires have a magnetic field around them (but only when the current flows). The field lines are a concentric circle pattern. The direction of the field lines can be found using the right hand grip rule. You must know this. Grip a pencil in your right hand so that your thumb points in the same direction as the pencil tip and your fingers curve around it. The pencil represents the current and its tip the direction of the current arrow. Place the pencil on the page (tip into or away from page as required) and then your fingers point in the direction of the field lines.

Symbol for a current carrying wire; a section through a current carrying wire has either the arrow tip (current coming out of the page at you) or the cross of the tail feathers of the arrow (current going into the page away from you).
NB Don't treat the circle for the edge of the wire as a field line and put an arrow on it!!

A solenoid is a long coil of wire. It's field pattern is like a bar magnet's, the only difference is that you must extend the field lines through the centre of the coil... they therefore form loops instead of starting and ending on a pole. They are virtually parallel through the centre of the coil.

See the animation of this by clicking here.

    • Don't draw too many or you'll find it difficult to keep the diagram symmetrical and correct.
    • Draw field lines in a different colour from the wiring.
    • Ensure the circuit is complete.
    • Don't forget to put in the current direction and then find out which end of the coil acts like which pole of a magnet. Mark these clearly on your diagram. .
    • Finally put in the field line direction.

The solenoid acts like an electromagnet

The bigger the current, the stronger the field, the greater the number of turns, the stronger the field- (The stronger the field the closer the field lines). The presence of a soft iron core increases the strength of the field substantially.

The core must be soft otherwise when the current is switched off the core would still be magnetised.

A d.c. power source (e.g.. battery) must be used so that the current only flows in one direction. If an a.c. current (mains supply) is used the direction that current flows changes so many times in a second that the domains in the core do not have time to line up in one direction before they are pulled into the opposite direction. This results in a random arrangement of domains and a net zero magnetic field in the core.

Making an electromagnet


Uses of the electromagnet

  • To pick up ferromagnetic materials in a scrap yard. Attached to a crane it is useful to pick up scrap iron and steel. There is no need for careful positioning of a hook and you simply switch the current off to drop scrap (disentangling a hook can be tedious).
  • To sort ferromagnetic materials from non-magnetic materials such as aluminium in a scrap yard.
  • In circuits like the electric bell.
READ MORE - Electromagnetism

The Transformer

Most of the electronic devices that we use need a transformer if they are to run when they are plugged into the mains. Microchip circuitry does not need a big voltage to operate, in fact a big voltage will simply cause the chip circuitry to burn out. Such circuits run on voltages of between 5V and 12V. Therefore a transformer is necessary to 'step-down' mains voltage (230V) to this level. Any device you have that can run off batteries or via a mains connector will have a transformer incorporated into that connector. Sometimes they 'hum' and they always get warm after being switched on for a while.

What is a transformer?

It is a laminated (made up in layers - see the photo below) soft iron core with two insulated coils of wire wrapped around it.

Click here for Faraday's early experiment

The windings of the core are made of low resistance copper. The first coil is called the primary coil. This is the coil that has the supply voltage applied across its ends. The second coil is called the secondary coil. This is the coil that has the output voltage across its ends. This is the coil that is connected to your appliance.


Why is the core laminated?

The core is not designed to have any currents induced in it. It is however a conducting loop that experiences a changing magnetic field, it will therefore have small currents induced in it - these are called 'eddy currents'. The core is laminated to reduce these to a minimum as they interfere with the efficient transfer of energy from the primary coil to the secondary one. The eddy currents cause energy to be lost from the transformer as they heat up the core. Laminated means 'made up of insulated layers of iron 'glued' together' rather than being in a single solid 'lump'. A laminated core has a higher resistance than a non-laminated one with the same number of domains. It therefore does not get such big a currents induced in it

How a transformer works

An alternating voltage (VP) is applied across the primary coil. This causes a changing magnetic field to be formed around the primary coil.
The magnetic domains inside the soft iron core line up in response to the magnetic field from the coil.
The secondary coil experiences the changing magnetic field produced by the primary and the core. It responds to this changing magnetic field by producing a voltage (VS) across its ends (an induced EMF) by electromagnetic induction.

(The key words you must mention when explaining this are in bold type)


Why must the source voltage be an alternating voltage?

Electromagnetic induction only happens when a wire loop experiences a changing magnetic field . The wire and field lines must move with respect to each other so that the wire can 'cut the lines of flux'.

How can we get a different voltage out of a transformer from the one we put in?

This is achieved by varying the ratio of the number of turns of wire on the primary and secondary coils. If there are more turns on the secondary then the output voltage will be bigger by the same ratio and vice versa.

A step-up transformer has more turns on the secondary than on the primary. It therefore produces a bigger output voltage than input voltage.

A step-down transformer has less turns on the secondary than on the primary. It therefore produces a smaller output voltage than input voltage.

Although transformers lose some of the energy input as heat (that is why the transformer gets warm), they are pretty efficient and about 99.9% of the input electrical energy is converted to output electrical energy. Therefore in examination questions at this level you can assume that the transformer is 100% efficient.

This means that:

power in = power out

power of primary = power of secondary

PP = PS

IPVP = ISVS

As the voltage is stepped up, so the current is stepped down!

In the above photograph the school transformer was used. 10.05V (rounded by the meter to 10.1V) across the primary coil of 2,000 turns resulted in an output of 100.5V across the secondary coil of 20,000 turns.

The Symbol

The symbol consists of two curled lines, representing the coils. These are unconnected, as there is no connection between the coils on a real transformer. The line (sometimes two or three are drawn) in the middle represent the magnetic link between the coils that is made by the soft iron core.

The Equation

There is a mathematical link between the number of turns and the voltages on each coil.

This ratio equation must be known for examination purposes. It doesn't matter which way up you write it, or which way round. Therefore always start with the unknown quantity in the top left position.

Example questions:

Example 1

Ns is the unknown.

We therefore have to arrange the equation as follows:

Ns / 600 = 200/20 = 10

So, Ns = 600 x 10 = 6000 (no unit as you are working out the number of turns)

In tests and examinations y ou must show your calculation in full in an examination to show that you understand how to use it.

There is a quick way to analyse this circuit and it is handy to do this as a quick check.

Look at the ratio relationship between the voltages and turns they will be the same for each.

Example 2

This time Vs is the unknown.

We therefore have to arrange the equation as follows:

Vs / 6 = 2000/50 = 40

So, Vs = 6 x 40 = 240 volts (don't forget the unit!)

Lets try the check again

Example 3

Now we have Vp as the unknown.

We therefore have to arrange the equation as follows:

Vp / 12 = 3500/100 = 35

So, Vp = 12 x 35 = 420 volts (unit omission loses you marks!)

A quick check:

Example 4

Finally NP as the unknown

We must arrange the equation so NP is at the top left

NP / 150 = 230/12 = 19.17 (not a simple ratio here!)

So, Np = 150 x 19.17 = 2876 (to the nearest turn… you can't have part turns!)

This is more difficult to do our 'quick-check' way

but still possible!

READ MORE - The Transformer

Electromagnetic Induction

This is a very important physics discovery. Our modern lifestyle would not be possible without electric power generation.... and electromagnetic induction is the process by which wind, wave, tidal, HEP, oil, gas, coal, nuclear and biomass energy is changed into electricity.

If a magnet is moved into a coil of wire which is part of a complete circuit a voltage is induced across the ends of the wire - a current is produced (induced) in the wire. If the magnet is then moved out of the coil, or the other pole of the magnet is moved into the coil, the direction of the induced voltage (current) is reversed.

See here for an interactive Java application

Click here for an interactive demonstration.

The size of the induced voltage depends upon the 'rate of cutting of magnetic flux lines'

So:

  • If the magnet is stationary with respect to the magnetic field no voltage is induced and therefore no current flows. If the wire 'cuts through' the lines of magnetic flux (crosses through field lines) a current is registered on a sensitive galvanometer (either a voltmeter or ammeter)
  • The faster the magnet 'cuts the magnetic flux lines' the bigger the voltage and the bigger the current flow. As if you move the magnet faster you cut through more lines of magnetic magnetic flux in a given time and you therefore get a bigger induced current and voltage.
  • The more turns of the wire that 'cut the magnetic flux lines' (possible if you wind the wire into a coil!) the bigger the voltage and current induced.
  • If you use a stronger magnet the magnetic flux lines are closer together - therefore as you move the magnet it cuts through more lines in a given time and you get a bigger induced current and voltage.
  • If the coil face has a bigger area the total flux intercepted by it will be bigger

The direction that the induced voltage (and therefore the current) is produced in ALWAYS opposes the field that produces it (so that you have to do work to change kinetic energy into electrical energy). This is called Lenz's Law - the induced voltage always opposes the change producing it.

Click here for an animation to illustrate this.

here is a vidclip that illustrates Lenz's law in action. A copper pipe is NOT magnetic but when a magnet is dropped through it it travels slower than a non-magnetic piece of metal. Why? Because an electric current is induced in the copper pipe that produces a field that opposes the field of the magnet - the repulsion therefore acts to oppose its movement and it falls slowly...

Electric Generator

Electricity can be generated by rotating a coil of wire in a magnetic field or by rotating a magnet inside a coil of wire. This is how a generator works.

If a wire, or coil of wire, cuts through a magnetic field, or vice-versa, a voltage (potential difference) is produced between the ends of the wire. This induced voltage causes a current to flow if the wire is part of a complete circuit. This is called the generator effect,

The size of the induced voltage increases when:

  • the speed of the movement increases;
  • the strength of the magnetic field is increased;
  • the number of turns on the coil is increased;
  • the area of the coil is greater.

A changing magnetic field will also produce an induced voltage in a coil.

The direction of the induced current is reversed if either the direction of the movement or the direction of the magnetic field is reversed. It can be found using Fleming's Right Hand Dynamo Rule.

The right hand rule predicts the direction of an induced current and RIGHT has an I in it - the symbol for current!

You should be able, when provided with a diagram, to explain how an a.c. generator works, including the purposes of the slip rings and brushes

Here are the links for interactive demonstrations of generators (AC generator DC generator)

Consider the example below:


Hold up your right hand with the fingers mutually at right angles.

The Field is going from N to S (make this your First finger)
The wire is being Moved upwards (make this your thuMb)
This results in the current flowing into the page (away from you) - indicated by the cross

Try these examples (mouseover for the solution!):

Try the electromagnetic induction wordsearch: click here

A metal detector works using electromagnetic induction. Click here to see how it works.

Transformers are used to change the voltage of an a.c. supply. At power stations, transformers are used to produce very high voltages before the electricity is transmitted to where it is needed through power lines (National Grid). Local transformers reduce the voltage to safer levels before the electricity is supplied to consumers. You should understand how a transformer works by electromagnetic induction, and know why they are used for power transmission (that the higher the voltage, the smaller the current needed to transmit energy at the same rate therefore less energy is wasted by heat loss to the atmosphere).

A transformer consists of two separate coils wound around an iron core. When an alternating voltage is applied across one coil (the primary) an alternating voltage is induced across the other coil by electromagnetic induction (secondary).

The voltages across the primary and secondary coils of a transformer are related as shown:

where V is the potential difference across the coil and N is the number of turns of wire on the coil.

READ MORE - Electromagnetic Induction

The Magnetic Compas

When people think of instruments that help with direction finding, the first one that springs to mind is probably the magnetic compass. It is the oldest instrument for navigation and has been a vital tool for navigators at sea for centuries. The compass allows ships to steer a selected course. By taking bearings of visible objects with a compass, the navigator is also able to fix a ship's position on a chart.

Where was the compass first used?

The origin of the compass is shrouded in mystery. Certainly the Greeks knew about the attractive properties of magnetism in ancient times. Similarly, the Chinese were probably aware that an iron bar stroked with a lodestone acquired a directional north-south property as long as 2000 years ago. However, the precise date at which this knowledge was used to create the first magnetic compass is unknown. By the 10th century, the idea had been brought to Europe, probably from China, by Arab traders. Magnetic compasses of a very simple kind were certainly in use in the Mediterranean as early as the 12th century. However, early compasses were not very reliable. Although the magnetic compass was in general use in the Middle Ages, little was known about precisely how it worked.

How does a magnetic compass work?

A magnetic compass works because the Earth is like a giant magnet, surrounded by a huge magnetic field. The Earth has two magnetic poles which lie near the North and South poles. The magnetic field of the Earth causes a magnetized 'needle' of iron or steel to swing into a north-south position if it is hung from a thread, or if it is stuck through a straw or piece of wood floating in a bowl of water.

How were needles magnetized?

Needles were magnetized by stroking them with a lodestone, a lump of magnetic rock called magnetite. The needle did not keep its magnetism permanently, so a lodestone was carried on the ship so that the needle could be stroked whenever the magnetism wore off.

How accurate is the magnetic compass?

As long ago as the 15th century, mariners noticed that the needle of a magnetic compass does not point accurately to Earth's true north. Columbus, for instance was aware of this on his voyages across the Atlantic in the 1490s. Instead, the needle makes an angle with true north, and that angle varies from place to place on the Earth's surface. This means that there is a different magnetic variation for different places on Earth. These variations were investigated on a famous 17th century voyage by the great scientist and astronomer Edmund Halley. It was thought at this time that the longitude of a ship could be found by the compass variation, but this proved to be untrue.

How were the simplest compasses improved?

A great improvement came when the needle was mounted under a card on a sharp pin, and placed in a little turned wooden or ivory box.

How were these cards marked out?

At first, compass cards were marked out not in degrees, but in points. There were 32 points, matching the directions of winds which sailors would be familiar with at sea. The four main points – North, South, East and West – are called the cardinal points.

Old compass cards are very ornamental, often covered with decoration and painted figures. All cards have the North point decorated with what is often called a fleur de lys, like the old royal symbol of France. In fact, the sign comes from a very decorated 'T' for Tramontana, the Latin word for the North wind.

There is a lot of movement on board a ship at sea. What happens to the compass then?

To stop the needle and card from swinging wildly on board ship, even early compasses were gimbal mounted in a square box by an attachment with swivelling rings. This means that the compass is hung in a way that makes it unaffected by the movement of the ship on the sea. The remains of one such compass, housed in a special stand called a binnacle, was found in the wreck of King Henry VIII's flagship, the Mary Rose, which sank in 1546. At that time, the compass would have been lit at night by a candle.

By the 19th century, the ships compass had become the familiar large, gimbal mounted instrument, enclosed in a binnacle with its own light.

Do iron ships pose particular problems for magnetic compasses?

Yes. The magnetic field of the iron body of the ship itself affects the reading on the compass.

When iron and steel ships became common, many scientists studied the problem. One of the earliest was the Astronomer Royal, Sir G.B. Airy, who in 1838 used the iron steamer Rainbow for his experiments. Airy thought of a method of neutralizing a ship's magnetism by placing magnets and pieces of unmagnetized iron near the compass.

Which other scientists successfully improved the compass?

Another problem was solved by a Scottish scientist of the 19th century, Sir William Thomson, who later became Lord Kelvin. He introduced a compass design with the needle system slung on fine silk threads through a very light skeleton card. The card was made of fine rice paper so that there was very little friction on the pivot. Jewels, such as agate and ruby, were used to reduce friction on the pivot itself.

It was also realised that compass movement could be dampened by filling the bowl with liquid. Alcohol is ideal for this since it only freezes at a very low temperature. Liquid compasses, because of their greater steadiness, are used in most ships, especially small boats and lifecraft.

How was the problem of magnetic variation solved?

Variations do not worry navigators now because of the introduction of the gyroscopic compass. It was invented in 1908. This uses a spinning gyroscope which keeps the compass pointing not to the magnetic north, but to Earth's true North. A rapidly spinning gyroscope is at the heart of the gyrocompass. Once the gyroscope is set spinning, it remains pointing in the same direction, regardless of the ship's heaving motion.

Today, a ship anywhere in the world can check its exact position by means of a signal from a satellite in orbit. However, all navigators still have a compass on board as well. Tracy Edwards, who captained the yacht Maiden in the 1989-90 Whitbread Round-the-World Yacht Race, used Navsat (satellite navigation) and found it had so many technical problems that she often used a magnetic compass instead.

READ MORE - The Magnetic Compas