Perkembangan Ekonomi Dan Demografi Di Indonesia Pada Masa Kolonial


Faktor alamiah seperti keterpencilan dan adanya hutan-hutan tropis yang sulit ditembus, pertumbuhan penduduk pada suatu daerah juga ditentukan olehperkembangan teknologi pertanian, kesehatan, dan keamanan. Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk adalah ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian serta adanya proses imigrasi, baik intern maupun ekstern.

Salah satu akibat dari penetrasi bangsa Barat yang makin mendalam di Jawa adalah pertumbuhan penduduk yang makin cepat. Hal itu disebabkan menurunnya angka kematian, sedangkan angka kelahiran tetap tinggi. Menurunnya angka kematian disebabkan usaha kesehatan rakyat oleh Pemerintah Hindia-Belanda. Perbaikan distribusi makanan melalui perbaikan jalan raya.

Pertumbuhan penduduk antara tahun 1905 sampai 1920 agak tersendat-sendat. Hal itu akibat tingginya angka kematian, yaitu sekitar 32,5 sampai 35 per seribu jiwa. Angka kematian tertinggi terjadi pada tahun 1918 ketika wabah penyakit membunuh puluhan ribu jiwa sehingga pertumbuhan penduduk terendah terjadi antara tahun 1917 sampai 1920, bahkan di beberapa daerah terjadi pengurangan.

Sesudah tahun 1920 pertumbuhan penduduk berlangsung dengan cepat. Antara tahun 1920 dan 1930 pertumbuhan penduduk pulau Jawa sekitar 17,6 per seribu jiwa.

Ketika sensus tahun 1930 diadakan, penduduk Indonesia telah berjumlah 60,7 juta jiwa. Dari jumlah itu 41,7 juta jiwa berdiam di Pulau Jawa. Berdasarkan perhitungan pertumbuhan penduduk di Indonesia sekitar 79,4 juta jiwa. Di Jawa jumlah penduduknya sekitar 48,4 juta jiwa, sedangkan di daerah luar Jawa jumlah penduduknya sekitar 22 juta Jiwa.

1. Migrasi Intern

Migrasi intern berarti perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lainnya satu pulau, baik secara individu maupun kelompok.

Tidak meratanya persebaran penduduk di beberapa wilayah di Nusantara mendorong terjadinya perpindahan penduduk (migrasi). Tekanan sosial ekonomi dari daerah yang padat penduduknya mendorong perpindahan ke wilayah yang masih jarang penduduknya dan punya kemungkinan untuk dikembangkan.

Peperangan dan ancaman keamanan juga merupakan faktor penting bagi terjadinya perpindahan pendduk sejak zaman VOC.

Dibukanya jalan kereta api yang menghubungkan Kalisat-Banyuwangi pada tahun 1901 merupakan salah satu pendorong bagi migrasi dari Jawa Tengah ke ujung Jawa Timur yang masih kosong.

Oleh karena besarnya migrasi orang Madura ke ujung timur Pulau Jawa mengakibatkan pada tahun 1930 diperkirakan hanya sekitar 45% suku bangsa Madura yang tetap tinggal di pulau asal.

Perpindahan intern yang lain, khususnya di Tapanuli dan Sumatra Barat terjadi karena dorongan untuk mendapatkan daerah baru dan atas ajakan pemerintah Belanda untuk bekerja di perkebunan.

Pada tahun 1926 naik menjadi 26.000 jiwa, sedangkan pda tahun 1930 jumlahnya naik menjadi 42.000 jiwa. Sekitar 60% dari penduduk yang meninggalkan Tapanuli menetap di Sumatra Timur. Pada tahun tersebut pendatang dari Toba-Batak hampir sama dengan jumlah penduduk asli.

Orang-orang Minangkabau, Sumatra Barat lebih banyak mengadakan migrasi iterern perseorangan. Mereka bekerja sebagai pedagang atau tukang. Pada mulanya daerah rantau mereka ialah kota-kota di Sumatra Barat. Sejak awal abad ke 20 banyak dari mereka yang pindah ke Sumatra Timur dan Lampung. Diketahui pula bahwa 23,5% dari kepala keluarga di wilayah itu adalah wanita.

2. Migrasi Eksternal

Keterbukaan kesempatan bekerja dan berusaha mendorong migrasi ekstern, yaitu perpindahan penduduk dari satu pulau ke pulau lainnya baik secara berkelompok maupun sendiri-sendiri. Pulau Jawa sebagai pusat kegiatan ekonomi dan politik pada zaman colonial tentu saja menjadi pusat terpenting mobilitas ini. Dari jawa banyak mengalir migrant ke pulau-pulau lain dan sebaliknya pendatang dari pulau lain banyak mencari penghidupan baru ke Pulau Jawa.

Aliran pendatang ke Pulau Jawa sebagai salah satu akibat dari daya tarik Jawa sebagai pusat kegiatan yang berkaitan dengan modernisasi yang diperkenalkan oleh Pemerintah Belanda. Pendidikan menengah dan tinggi terutama berada di kota-kota besar di Pulau Jawa, seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Migrasi kaum terpelajar dari berbagai daerah, walaupun jumlah mereka tidak besar, merupakan salah satu faktor penting dari berkembangnya nasionalisme Indonesia.

Selain golongan terpelajar, ada pula pendatang-pendatang lain ke Pulau Jawa seperti pedagang, pegawai, tukang, dan militer. Di Jawa Barat banyak pendatang dari Sumatra Barat, Minahasa, dan Maluku. Di Jawa Tengah pendatang terbanyak dari Maluku. Di Jawa Timur banyak pendatang yang berasal dari Minahasa dan maluku.

Migrasi ekstern dari pulau Jawa yang terbanyak adalah ke Sumatra. Migrasi dari Jawa ke Sumatra Timur disebabkan oleh pembukaan perkebunan-perkebunan besar, sedangkan migrasi dari Jawa ke Lampung disebabkan oleh penyempitan areal pertanian karena pertambahan jumlah penduduk.

Pelaksanaan emigrasi yang dilakukan oleh pemerintah terjadi setelah pemerintah menerima laporan tentang kemiskinan dari keresidenan Kedua. Pada tahun 1905 kelompok transmigrasi pertama sebanyak 155 keluarga didatangkan dari kedu ke Gedongtataan, Lampung, yang kemudian mendirikan sebuah desa. Sampai pada tahap ini kelihatan kegagalan yang mencolok yang disebabkan sebagai berikut:

1) Pemerintah colonial kurang mengadakan survey yang mendalam tentang daerah yang akan didatangi para transmigran.

2) Para transmigran kurang terseleksi. Banyak di antara mereka yang sudah tidak produktif karena sudah tua.

3) Pemberian bantuan kredit untuk para transmigran berjalan kurang baik.

4) Kesehatan kurang terjamin sehingga angka kematian lebih tinggi dari angka kelahiran.

Dapat dikatakan bahwa pada sepuluh tahun pertama dan kedua abad ke-20 transmigrasi berjalan tersendat-sendat. Walaupun demikian, pada tahun 1930 di Lampung telah menetap 20.282 orang transmigran, sedangkan di Sumatra Timur dan Bengkulu masing-masing berjumlah 4.767 dan 1.924 orang.

Baru pada sepuluh tahun ketiga abad ke-20 transmigrasi besar-besaran diadakan. Pada masa ini transmigrasi didasarkan pada 10 pantangan, di antaranya tidak memilih yang bukan petani, orang tua, dan orang bujangan.
READ MORE - Perkembangan Ekonomi Dan Demografi Di Indonesia Pada Masa Kolonial

Pengaruh Penyebaran Budaya Hindu-Buddha di Indonesia

udaya Indonesia tumbuh lewat lintasan sejarah yang panjang. Jika budaya diartikan sebagai tata keyakinan, pemikiran, perilaku ataupun produk yang dihasilkan secara bersama, maka budaya Indonesia dapat dikatakan mengalami relativitas. Artinya, budaya yang kini berkembang di Indonesia merupakan hasil percampuran dari aneka budaya berbeda. Hasil dari percampuran tersebut hingga kini masih berada dalam keadaan berubah secara konstan. Terdapat gelombang-gelombang pengaruh “luar” yang turut membentuk karakter budaya Indonesia.

Namun, pembentukan budaya oleh pengaruh “luar” bukannya hendak menganggap Indonesia “asli” tidak punya budaya spesifik. Misalnya, dalam tata keyakinan sesungguhnya “orang Indonesia” telah mengenal keesaan Tuhan. Meski dalam bentuk yang masih “proto” (tua), tokoh wayang Semar (asal katanya "samar") sesungguhnya telah beredar dalam tata keyakinan orang Indonesia lokal (terutama di Jawa) sebelum datangnya pengaruh Hindu-Buddha. Semar digambarkan meliputi seluruh sifat dan ciri yang tidak dimiliki makhluk biasa. Tokoh ini bukan perempuan juga bukan laki-laki. Tidak senyum atau cemberut. Tokoh Semar merupakan upaya orang “asli” Indonesia mencari keberadaan Tuhan yang tunggal, dan hendak diterapkan dalam kredo keagamaan mereka. Kitab-kitab narasumber pewayangan dari India (semisal Mahabaratha atau Baratayudha) tidak mengenal tokoh Semar ini.

Tulisan ini tiada bertujuan melakukan penelusuran atas dimensi prasejarah Indonesia sebelum kedatangan pengaruh Hindu-Buddha. Tulisan ini sekadar berupaya memberi gambaran tentang pembentukan budaya Indonesia pasca datangnya pengaruh “luar” yang turut membentuk karakter budaya Indonesia. Percampuran oleh yang “baru” terhadap yang “lama” dari budaya yang ada merupakan titik pusat perhatian tulisan.

Datangnya Budaya “Luar”

Perlu ditegaskan terlebih dulu, pengertian budaya yang digunakan pada tulisan ini mengacu pada pendapat Kathy S. Stolley. Menurutnya, budaya terbangun dari seluruh gagasan (ide), keyakinan, perilaku, dan produk-produk yang dihasilkan secara bersama, dan menentukan cara hidup suatu kelompok. Budaya meliputi semua yang dikreasi dan dimiliki manusia tatkala mereka saling berinteraksi.

Selain itu, budaya juga dapat dibedakan menurut komponen material dan nonmaterial yang menyusunnya. Komponen material misalnya makanan, teknologi, pakaian, rumah, dan sejenisnya. Sementara komponen nonmaterial termasuk bahasa, nilai, keyakinan, tata perilaku, dan sejenisnya.

Budaya tidak statis melainkan dinamis. Budaya baru, apapun itu, tatkala memasuki suatu ranah budaya lain akan mengalami proses percampuran. Pasca percampuran tersebut, muncul suatu budaya jenis “baru” yang khas. Ia sulit disamakan begitu saja dengan yang “lama” atau “baru.” Proses percampuran budaya ini dinamakan sinkretisasi. Demikian pula budaya Hindu dan Buddha ini, selain mempertahankan wujud-wujud aslinya, juga menampakkan pengaruh budaya “asli” Indonesia.

Pengaruh Budaya Hindu-Buddha di Indonesia

Penggunaan istilah “pengaruh Hindu-Buddha” pun kiranya kurang tepat. Istilah ini sesungguhnya hendak memberikan gambaran beberapa pengaruh yang diberikan orang-orang India atau Cina yang datang dan melakukan kontak dengan penduduk kepulauan Indonesia. Kebetulan, orang-orang India dan Cina yang melakukan kontak-kontak tersebut mayoritas beragama Hindu dan Buddha. Di masa-masa awal ini, Islam belumlah lagi berdiri selaku sebuah agama secara formal.

Tulisan ini pun sengaja tidak bercorak historiografis yang ketat pada dimensi kronologis suatu peristiwa. Tulisan ini lebih condong pada identifikasi sejumlah komponen material dan nonmaterial budaya yang berasal dari tradisi Hindu-Buddha. Komponen-komponen tersebut selain punya bentuk asli juga punya dimensi sinkretis hasil percampurannya dengan kebudayaan yang berkembang di Indonesia sebelumnya.

Pengaruh Hindu-Buddha bukan pada tataran agama belaka. Pengaruh tersebut meliputi baik bahasa, bangunan, teknologi, aksara, politik, ataupun sistem sosial. Kendati sekurangnya telah teridentifikasi pengaruh awalnya sejak tahun 400-an Masehi, pengaruh Hindu-Buddha tetap dapat diidentifikasi di kehidupan Indonesia kontemporer saat ini. Jill Forshee bahkan mencatat, sejak abad pertama Masehi telah tercatat kontak-kontak antara masyarakat asli Indonesia dengan India juga Cina. Kontak ini terutama melalui jalur hubungan laut.

Masuknya Hindu-Buddha ke Indonesia

Koentjaraningrat mencatat, penduduk asli Indonesia telah mengembangkan sejumlah pranata sosial semisal “Negara.” Entitas Negara ini diantaranya dibuktikan dengan adanya prasasti Muara Kaman yang menunjukkan kerajaan Kutai dengan rajanya Kudungga. Orang-orang Indonesia ini kemudian melakukan kontak dengan para pedagang dari India. Selain di Kutai, juga berdiri kerajaan-kerajaan di Jawa Barat tepatnya di tepi sungai Cisadane, Bogor. 1

Koentjaraningrat juga beranggapan kerajaan-kerajaan tersebut sudah hidup makmur lewat kontak dagangnya dengan India Selatan. Raja-rajanya kemudian mengadaptasi konsep-konsep Hindu ke dalam struktur kerajaannya. Mereka mengundang para Brahmana India Selatan dari aliran Wisnu atau Brahma. Para pendeta tersebut memberi konsultasi dan nasehat mengenai struktur dan upacara-upacara keagamaan, termasuk pula bentuk Negara, organisasi Negara, dan upacara-ucapara kenegaraan menurut sistem yang berlaku di India Selatan. Ke-"jenius-lokal"-an orang-orang Indonesia ini ditunjukkan dengan kemampuan mereka mengadaptasi pola-pola sosial dan politik India ke dalam hidup kerajaan mereka.

Dari anggapan ini, maka sesungguhnya pengaruh Hindu tidak datang lewat penaklukan melainkan atas permintaan (influenced by demand). Jadi, orang-orang Indonesia ini justru mengundang oleh sebab keinginan mereka hendak maju dan membuka diri. Lewat cara “undangan” inilah, kesusasteraan Hindu dan agamanya masuk ke dalam Indonesia secara hampir taken for granted. Sayang, akibat masalah elitisme dan sistem kasta yang inheren di sistem kemasyarakatan Hindu di India, yang menerima pengaruh paling besar adalah lapisan atas kekuasaan dan masyarakat di sekitar istana. Mereka rata-rata memang secara sosiologis diuntungkan oleh pola kemasyarakatan tersebut. Masyarakat biasa hampir kurang merasa tersentuh oleh pengaruh ini.

Budaya Indonesia asli seperti “desa” yang egaliter perlahan berubah dengan masuknya konsep kenegaraan India Selatan yang hirarkis. Raja mulai dianggap sebagai turunan dewa. Namun, pengaruh hirarkis ini juga tidak dapat dipukul rata. Ia terutama diadaptasi oleh kerajaan-kerajaan Indonesia yang ada di pedalaman dan mengandalkan pertanian dan penggunaan irigasi sebagai basis ekonominya. Masyarakat atau kerajaan di pesisir pantai tidak terlampau terpengaruh oleh sistem India Selatan ini. Di masa mendatang, wilayah-wilayah pesisiran kerap melakukan pembangkangan politik atas kuasa sentral di pedalaman. Misalnya, pemberontakan Pati (pesisir Utara) di bawah pimpinan Adipati Pragola terhadap Sultan Agung Hanyakrakusuma di Yogyakarta (pedalaman-sentral).

Negara pesisir lain semisal Sriwijaya juga biasanya mengandalkan perdagangan sebagai basis ekonominya. Dalam Negara yang demikian, tidak diperlukan wilayah pertanian, petani yang banyak, sistem komando yang tersentralistik, serta pedalaman yang luas oleh sebab barang produksi dapat diperoleh lewat interaksi pertukaran. Hubungan lebih berada dalam suasana egalitarian. Ini mungkin menjadi sebab Sriwijaya pun lebih terpengaruh oleh Buddha ketimbang Hindu.

Sebaliknya, di Jawa lebih berkembang pengaruh Hindu. Ini akibat basis ekonomi Jawa yang kental nuansa pertaniannya. Contoh dari ini adalah kerajaan Majapahit, Kediri, Singasari, juga Mataram Kuno. Mereka adalah Negara-negara agraris. Letaknya di daerah-daerah subur lembah sungai, gunung berapi, dan rakyatnya hidup dari bercocok tanam. Akibat surplus beras, mulailah kerajaan-kerajaan Jawa ini berekspansi keluar wilayah (misalnya Majapahit) dengan mencari Negara-negara bawahan di kepulauan Nusantara. Pola sentralistik kuasa politik mereka kemudian berbenturan dengan nuansa egalitarian di kerajaan-kerajaan (atau wilayah-wilayan) pesisiran.

Kerajaan Jawa biasanay tersusun secara hirarkis, dengan semua pemberkatan diutarakan kepada raja. Namun, susunan ini hanya berlangsung di level atas (palace circle) sementara masyarakat biasa hampir tidak tersentuh oleh ciri ini. Inilah yang mungkin mengakibatkan pengaruh-pengaruh lain semisal Islam dan Barat (terutama Islam yang egalitarian) masuk dengan mudahnya ke kalangan masyarakat Indonesia.

Bahasa

Kita mungkin kerap menemui nama dan kata seperti Pustaka, Karya, Guru, Sastra, Indra, Wisnu, Wijaya, ataupun semboyan-semboyan seperti Kartika Eka Paksi ataupun Jalesveva Jayamahe. Nama-nama dalam bahasa Sanskerta tersebut merupakan suatu bukti bahwa hingga kini pun pengaruh India masih terasa kental di bumi Indonesia. Salah satu penyebabnya, budaya India merupakan budaya “asing” pertama yang sifatnya “maju” dan telah lama berasimilasi dengan budaya lokal Indonesia. Asimilasi ini kemudian diakui selaku bagian dari budaya Indonesia itu sendiri. Seharusnya bahasa Sanskrit ini terus "populer" layaknya bahasa Arab, tetapi oleh sebab dahulunya ia eksklusif dikuasai oleh hanya struktur atas masyarakat dan ahli agama saja, tidak terlampau banyak orang menguasai dan menturun-temurunkan penguasaan bahasa ini.

Jika ditelusuri ke belakang, maka bahasa yang berkembang di Indonesia dapat dibagi dua kelompok. Pertama rumpun bahasa Papua dan kedua rumpun bahasa Austronesia. Rumpun bahasa Austronesia terdiri atas 200 jenis, sementara rumpun bahasa Papua terdiri atas 150 bahasa. Rumpun bahasa Papua berkembang di wilayah timur nusantara, termasuk Timor Timur, kepulauan Maluku dan Papua Barat. Rumpun bahasa Austronesia juga merasuk ke wilayah-wilayah ini.

Jika bukti tertulis yang hendak dikedepankan dalam masalah bahasa ini, maka prasasti Muara Kaman, yang berlokasi di Kalimantan Timur, 150 km ke arah hulu Sungai Mahakam, dapat diambil selaku titik tolak tertua. Prasasti tersebut dicanangkan tahun 400 Masehi. Hal yang menarik adalah, prasasti tersebut menyuratkan adanya proses asimilasi dua budaya. Pertama Indonesia asli, kedua pengaruh India. Proses ini terlihat dari isi prasasti yang berlingkup pada perubahan nama.

Prasasti di Muara Kaman tersebut menceritakan Raja Kudungga punya putra namanya Acwawarman. Acwawarman punya tiga putra dan yang paling sakti di antara ketiganya adalah Mulawarman. Acwawarman dan Mulamarman adalah bahasa Sanskrit, sementara Kudungga adalah bukan dan kemungkinan besar adalah nama yang berkembang sebelum datangnya pengaruh India dan agama Hindu. Jadi, nama Kudungga dapat dikatakan sebagai nama "Kalimantan" asli atau "Indonesia" asli. Pola ini diubah dengan mahirnya oleh para jenius lokal Indonesia, sehingga turunan langsung dari Kudungga otomatis langsung mengadaptasi Sanskrit sebagai bahasa penyebut gelarannya.

Sanskerta adalah bahasa yang dibawa oleh orang-orang India, sementara Pallawa adalah huruf yang digunakan selaku tulisannya. Sanskerta secara genealogis termasuk rumpun bahasa Indo Eropa. Termasuk ke dalam rumpun bahasa Indo Eropa adalah bahasa Jerman, Armenia, Baltik, Slavia, Roman, Celtic, Gaul, dan Indo Iranian. Di Asia, rumpun bahasa Indo Iranian adalah yang terbesar, dan termasuk ke dalamnya adalah bahasa Iranian dan Indo Arya. Sanskerta ada di kelompok Indo Arya.2

Mengenai fungsinya, Sanskerta adalah bahasa yang dipergunakan dalam disiplin agama Hindu dan Buddha. Dari sana, Sanskerta kemudian meluas penggunaannya selaku bahasa pergaulan dan dagang di nusantara. James T. Collins mencatat signifikansi penggunaan bahasa Sanskerta di nusantara. Menurutnya, ikatan antara bahasa Melayu (cikal-bakal bahasa Indonesia) sudah ratusan tahun. Ini ditandai bahwa sejak abad ke-7 para penganut agama Buddha di Tiongkok sanggup berlayar hanya untuk mengunjungi pusat ilmu Buddha di Sriwijaya (Sumatera Selatan).3

Kunjungan ini akibat masyhurnya nusantara sebagai basis pelajaran agama Buddha dan bahasa Sanskerta. I-Ching, seorang biksu Buddha dari Tiongkok bahkan menulis 2 buku berbahasa Sanskerta di Palembang. Ia menasihati pembacanya agar singgah di Fo-shih (Palembang) untuk mempelajari bahasa dan tata bahasa Sanskerta sebelum melanjutkan perjalanan mereka ke kota-kota suci Buddha di India.4 I-Ching mengutarakan bahwa di Palembang sendiri terdapat 1000 orang sarjana Buddha yang rata-rata adalah orang lokal Indonesia.

Posisi Sriwijaya sebagai basis pendidikan bahasa Sanskerta membuat pengaruh bahasa tersebut jadi signifikan “menular” lewat perdagangan. Seperti diketahui, Sriwijaya adalah kerajaan yang basis ekonominya perdagangan oleh sebab berlokasi di pesisir Laut Jawa dan dekat dengan Selat Malaka.

Bahasa Sanskerta yang dibawa dari India, setelah masuk ke Indonesia berangsur-angsur mengalami perubahan. Di Jawa misalnya, bahasa hasil asimilasi Sanskerta dengan budaya lokal lalu dikenal dengan Kawi. Bahasa Kawi atau juga dikenal sebagai Jawa Kuno kemudian menyebar ke pulau lain. Di Sumatera Barat bahasa ini berkembang lewat kekuasaan raja-raja vassal Jawa semisal Adityawarman. Namun, sulit dipungkiri bahwa bahasa Kawi dipengaruhi secara besar oleh bahasa Sanskrit.

Saat itu pula, nusantara dikenal dengan penggunaan 3 bahasa yang punya fungsi sendiri-sendiri. Pertama bahasa Jawa Kuna sebagai bahasa pergaulan sehari-hari, Melayu Kuna sebagai bahasa perdagangan, dan Sanskerta sebagai bahasa keagamaan. Di era Hindu-Buddha jadi mainstream di nusantara, Sanskerta merupakan kelompok bahasa “tinggi” yang dipakai dalam kepentingan keagamaan maupun bahasa formal suatu kerajaan. Bahasa ini cukup "elitis" layaknya bahasa Yunani dan Latin pada Abad Pertengahan Eropa.

Pengaruh bahasa Sanskerta terhadap bahasa Melayu pun juga terjadi. Bahasa Melayu ini merupakan lingua-franca yang dipergunakan dalam hubungan dagang antarpulau nusantara. Bahasa Melayu juga kelak menjadi dasar dari berkembangnya bahasa Indonesia selaku bahasa persatuan. Sebab itu, dapat pula dikatakan bahasa Sanskerta ini sedikit banyak punya pengaruh pula terhadap bahasa Indonesia.

Penelusuran pengaruh bahasa Sanskerta terhadap bahasa Melayu dicontohkan oleh prasasti Kedukan Bukit, Palembang.5 Prasasti tersebut ditemukan tanggal 29 Nopember 1920 dan diperkirakan sama tahun 683 masehi. Jejak lain penggunaan bahasa Sanskerta juga ditemukan di Talang Tuwo, Palembang (684 M, huruf Pallawa), prasasti Kota Kapur, Bangka (686 M, huruf Pallawa), prasasti Karang Brahi, Meringin, Hulu Jambi (686 M, huruf Pallawa), prasasti Gandasuli, Jawa Tengah (832 M, aksara Nagari), dan prasasti Keping Tembaga Laguna, dekat Manila, Filipina.

Sebagian bahasa Sanskerta kemudian diserap ke dalam bahasa Melayu. Ada kemungkinan 800 kosa kata bahasa Melayu merupakan hasil penyerapan dari bahasa Sanskerta. Beberapa kosa kata Sanskerta yang diserap ke dalam bahasa Melayu (juga Indonesia) antara lain :


Selain kata-kata yang sudah diserap di table atas, ada pula kosa kata yang sudah digunakan dalam prasasti-prasasti berbahasa Sanskerta sejak tahun 1303 M di wilayah Trengganu (sekarang Malaysia). Kosa kata tersebut adalah : derma, acara, bumi, keluarga, suami, raja, bicara, atau, denda, agama, merdeka, bendara, menteri, isteri, ataupun seri paduka.

Selain bahasa, huruf Pallawa yang digunakan untuk menulis kosa kata Sanskerta pun turut menyumbangkan pengaruh para huruf-huruf yang berkembang di Indonesia seperti Bugis, Sunda, ataupun Jawi.

Arsitektur

Arsitektur atau seni bangunan ala masa Hindu-Buddha juga bertahan hingga kini. Meski tampilannya tidak lagi serupa benar dengan bangunan Hindu-Buddha (candi), tetapi pengaruh Hindu-Buddha membuat arsitektur bangunan yang ada di Indonesia menjadi khas.

Salah satu ciri bangunan Hindu-Buddha adalah “berundak.” Sejumlah undakan umumnya terdapat di struktur bangunan candi yang ada di Indonesia. Undakan tersebut paling jelas terlihat di Candi Borobudur, bangunan peninggalan Dinasti Syailendra yang beragama Buddha.

Hal yang khas dari arsitektur candi adalah adanya 3 bagian utama yaitu ‘kepala’, ‘badan’ dan ‘kaki.’ Ketiga bagian ini melambangkan ‘triloka’ atau tiga dunia, yaitu: bhurloka (dunia manusia), bhuvarloka (dunia orang-orang yang tersucikan), dan svarloka (dunia para dewa). Untuk lebih jelasnya, lihat Figure 1.

Pengaruh sistem 3 tahap hidup religius manusia ini bertahan cukup lama. Bahkan ia banyak diadaptasi oleh bangunan-bangunan yang dibangun pada masa yang lebih kekinian. Bangunan-bangunan yang memiliki ciri seperti ini beranjak dari bangunan spiritual semisal masjid maupun profan (biasa) semisal Gedung Sate di Bandung.

Arsitektur semacam candi ini sebagian terus bertahan dan mempengaruhi bangunan-bangunan lain yang lebih modern. Misalnya, Masjid Kudus mempertahankan pola arsitektur bangunan Hindu ini. Masjid Kudus aslinya bernama Masjid Al Aqsa, dibangun Jafar Shodiq (Sunan Kudus) tahun 1549 M. Yang unik adalah, sebuah menara di sisi timur bangunan masjid menggunakan arsitektur candi Hindu.

Selain bentuk menara, sisa lain arsitektur Hindu pun terdapat pada gerbang masjid yang menyerupai gapura sebuah pura. Juga tidak ketinggalan lokasi wudhu, yang pancurannya dihiasi ornament khas Hindu.

Banyak hipotesis yang diutarakan mengapa Jafar Shodiq menempatkan arsitektur Hindu ke dalam sebuah masjid. Hipotesis pertama mengasumsikan pembangunan tersebut merupakan proses akulturasi antara budaya Hindu yang banyak dipraktekkan masyarakat Kudus sebelumnya dengan budaya Islam yang hendak dikembangkan. Ini dimaksudkan agar tidak terjadi Cultural Shock yang berakibat terasingnya orang-orang pemeluk Islam baru sebab tercerabut secara tiba-tiba dari budaya mereka.

Hipotesis kedua menyatakan bahwa penempatan arsitektur Hindu diakibatkan para arsitek dan tukang yang membangun masjid menguasai gaya bangunan Hindu. Ini berakibat hasil pembangunan mereka bercorak Hindu.

Pengaruh arsitektur Hindu pun terjadi pada bangunan yang lebih kontemporer semisal Gedung Sate yang terletak di Kota Bandung. Gedung Sate didirikan tahun 1920-1924 dengan arsiteknya Ir. J. Gerber. Ornamen-ornamen di bawah dinding gedung secara kuat bercirikan ornament masa Hindu Indonesia. Termasuk pula, menara yang terletak di puncak atas gedung yang mirip dengan menara masjid Kudus atau tumpak yang ada di bangunan suci Hindu di daerah Bali.

Bangunan modern lain yang memiliki nuansa arsitektur Hindu juga ditampakkan Masjid Demak. Nuansa arsitektur Hindu pada masjid yang didirikan tahun 1466 M misalnya tampak pada atap limas yang bersusun tiga (meru), mirip dengan candi dimana bermaknakan bhurloka, bhuvarloka, dan svarloka. Namun, tiga makna tersebut kemudian ditransfer kearah aqidah Islam menjadi islam, iman, dan ihsan.

Ciri lainnya adalah bentuk atap yang mengecil dengan kemiringan lebih tegak ketimbang atap di bawahnya. Atap tertinggi yang berbentuk limasan ditambah hiasan mahkota pada puncaknya. Komposisi ini mirip meru, bangunan tersuci di pura Hindu.6

Kesusasteraan

Salah satu peninggalan Hindu di bidang sastra yang terkenal adalah Ramayana, Mahabarata, dan kisah perang Baratayudha. Sastra Hindu ini cukup berpengaruh terhadap budaya asli Indonesia semisal wayang. Wayang yang tadinya digunakan sebagai media pemberi nasihat tetua adat terhadap keluarga yang ditinggalkan kini memiliki trend tersendiri. Ia digunakan sebagai basis pengajaran agama dan budaya.

Tokoh-tokoh wayang yang kini terkenal adalah Pandawa Lima (Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula-Sadewa), Kurawa (Duryudana dan keluarganya), Ramayana (Hanoman, Rama, Sinta), ataupun kisah Bagavadgita (wejangan Sri Kresna atas Arjuna sebelum perang).

Tokoh-tokoh wayang di atas memainkan peran sentral dalam kesenian wayang Indonesia. Sementara, budaya asli Indonesia coba mengimbanginya dengan hadirkan tokoh-tokoh punakawan semisal Semar, Petruk, Gareng, atapun Bagong. Selaku pengimbang, punakawan kerap mampu menaklukan para tokoh yang berasal dari kesustareraan Hindu. Ini merupakan upaya dari orang Indonesia untuk terus berada dalam posisi dominan terhadap budaya "luar".

Kini, wayang diakui sebagai budaya asli Indonesia dengan segala variannya. Di masa perkembangan Islam, wayang kerap digunakan Sunan Kalijaga guna menyebarkan Islam. Ia menciptakan cerita semisal Jamus Kalimasada, yang menceritakan kalimat syahadat dengan Semar selaku tokoh yang berikan pengajaran kepada Pandawa.

Cerita-cerita yang terkandung di dalam kesusasteraan India di atas memiliki nilai moralitas tinggi. Ia menceritakan pertempuran antara kebaikan melawan kejahatan, kelemahan-kelemahan manusia, dan bakti terhadap orang tua serta Negara. Tradisi sastra Hindu ini justru memperkaya khasanah cerita wayang lokal Indonesia di antaranya dengan menghadirkan tokoh-tokoh serta alur cerita yang sangat variatif.

Sisa peninggalah Hindu kini paling jelas terlihat di Bali dan sebagian masyarakat Tengger di Jawa Timur. Bali bahkan menjadi semacam daerah konservasi pengaruh Hindu yang pernah berkembang di kepulauan nusantara. Di Bali, seni bangunan, seni ukir, seni rupa dan tari masih kental nuansa pengaruh peradaban Hindu.

-------------------------------------------

Referensi :

  • (Adaptasi) Pengaruh Bahasa Sanskerta oleh Bahasa Melayu Kuna dalam http://culture.melayuonline.com/?a=SlRSWi9xUksvQVRVY01rZQ%3D%3D%3D&l=(adaptation-the-influence-of-sanskrit-on-(ancient-malay〈=Indonesia download tanggal 2 Mei 2009.


  • James T. Collins, Bahasa Sanskerta dan Bahasa Melayu, (Jakarta: KPG, 2009) h.23.


  • Kathy S. Stolley, The Basics of Sociology, (Connecticut: Greenwood Press, 2005).


  • Kayato Hardani, Peristiwa Diglosia dalam Masyarakat Jawa Kuna: Suatu Interpretasi Linguistis atas Kehadiran Unsur Serapan Bahasa Sanskerta di dalam Prasasti Bahasa Jawa Kuna Abad 9-10 Masehi, (Yogyakarta: Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta, tt) h.3.


  • Koentjaraningrat, Masyarakat dan Kebudayaan di Indonesia, (Jakarta: Djambatan, Cet.22, 2007) h. 21.


  • Masjid Agung Demak: Jejak Trowulan di Tanah Rawa dalam http://www.gatra.com/2001-12-26/versi_cetak.php?id=13523 download tanggal 3 Mei 2009.
  • READ MORE - Pengaruh Penyebaran Budaya Hindu-Buddha di Indonesia

    Proses perkembangan manusia purba di Indonesia.

    1.Munculnya Manusia

    Menurut geologi,yaitu ilmu yang mempelajari kulit bumi,ruang lingkup waktu(scope) sejak terjadinya dunia sampai kini dibagi menjadi jaman-jaman sebagai berikut:
    a. Azoikum (a=tidak,zoon=hidup),adalah zaman ketika belum ada kehidupan di bumi , berlangsung sekitar 2.500 juta hingga 1.200 juta tahun.Zaman ini dibagi menjadi dua yaitu archaikum dan pracambrium.

    b. Palaeozoikum (paleos=purba atau tua),adalah zaman ketika di bumi terdapat kehidupan makhluk yang pertama atau tertua,berlangsung sekitar 540 juta hingga 360 juta tahun.Dibagi menjadi lima:
    • Cambrium,mulai ada kehidupan primitif
    • Silur,mulai ada kehidupan hewan bertulang belakang tua
    • Devon,mulai ada kehidupan binatang jenis amfibi tertua
    • Carbon,mulai ada binatang merayap
    • Perm,mulai ada hewan darat
    c.Mesozoikum (meso=tengah),berlangsung sekitar 180 juta hingga 135 juta tahun.Dibagi menjadi tiga:
    • Trias,masa ini terdapat kehidupan ikan,amfibi,dan reptil.
    • Jura,terdapat reptil dan sebangsa katak
    • Calcium,terdapat burung-burung pertama dan tumbuhan berbunga.
    d.Neozoikum (neo=baru),berlangsung sekitar 65 juta hingga 55 juta tahun,dibagi menjadi zaman tertier dan zaman kwarter.
    Zaman tertier dibagi menjadi empat:
    *Oligosen
    *Miosen
    *Pliosen
    Zaman kwarter dibagi menjadi:
    · Pleistosen atau zaman diluvium
    · Holosen atau zaman aluvium

    2.Teori tentang Proses Perkembangan Manusia

    Sistem yang dianut dalam penggolongan makhluk hidup adalah sistem berdasarkan evolusi.Bukti-bukti evolusi yang ditinggalkan tidak semuanya akan tersingkap,dan yang telah tersingkap umumnya tidak lengkap dan bersifat fragmentaris.Banyak masalah yang belum dapat dipecahkan dengan memuaskan.Karena itu tak ada satu teori yang seluruhnya benar dan satu klasifikasi yang tak dapat dibantah.Sementara itu ilmu pengetahuan terus berkembang,temuan-temuan baru diperoleh,teori-teori lama ada yang gugur.Dengan ini apa yang dikemukakan para ahli adalah hal-hal yang tidak boleh dianggap kebenaran mutlak,termasuk hal-hal yang belum mantap diterima tetapi lebih meyakinkan daripada teori lama.Evolusi manusia tidak berarti manusia berasal dari monyet.Pada abad ke-19 Darwin-Wallace mencetuskan pola pikir bahwa suatu takson tidak statis tetapi dinamis melalui masa yang panjang dan bahwa semua makhluk hidup berkerabat.Dalam bukunya The Origin of Species Darwin mengemukakan bahwa spesies yang hidup sekarang ini berasal dari spesies-spesies yang hidup di masa silam,dan evolusi terjadi karena seleksi alam.

    3.Evolusi Manusia

    Dalam proses berkembang biak,gen dari kedua orang tua menurun kepada anaknya,sehingga terjadi kombinasi gen baru.Dalam satu populasi,gen dan frekuensinya tidak berubah,kecuali ada faktor evolusi.Faktor tersebut yaitu mutasi,seleksi alam,arus gen,dan perubahan frekuensi gen.

    Mutasi adalah perubahan gen atau kromosom.Seleksi alam adalah pengaruh perubahan alam terhadap gen-gen.Arus gen adalah mengalirnya gen ke ke dalam atau keluar suatu populasi.Perubahan frekuensi gen adalah perubahan gen secara rambang dalam populasi kecil.Proses evolusi yang banyak terjadi adalah mikroevolusi,yaitu perubahan frekuensi gen dalam ukuran kecil di bawah tingkat spesies.

    4.Beberapa Proses Penting dalam Evolusi Manusia

    Evolusi manusia menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting.Perubahan-perubahan tersebut yaitu:
    a.Sikap tubuh dan cara bergerak secara tegak.Sikap tegak menimbulkan akibat lebih lanjut,seperti terbebasnya anggota tubuh bagian atas dari tugas menanggung beban berat badan dan bergerak.

    b.Evolusi kepala,berkaitan dengan evolusi muka dan terutama evolusi otak.

    c.Perkembangan biososial,meliputi tiga hal penting,yaitu pembuatan alat,organisasi sosial,dan komunikasi dengan bahasa.

    5.Proses Terbentuknya Masyarakat

    J.Lubbock, J.J.Bachofen,J.F.McLennan, dan G.A.Wilken,berpendapat bahwa terbentuknya masyarakat manusia melalui beberapa fase perkembangan.

    1. Pada fase pertama,manusia hidup sebagai kawanan berkelompok,laki-laki dan perempuan saling kawin dan menghasilkan keturunan tanpa ikatan.;Keluarga inti (nuclear family)sebagai inti masyarakat belum ada.Kondisi ini dinamakan promiskuitas.

    2. Fase kedua mulai timbul kesadaran di kalangan manusia akan adanya hubungan antara si ibu dengan anak-anaknya.Ibu berperan sebagai kepala keluarga,sehingga timbul kekeluargaan matrilineal.

    3. Fase ketiga laki-laki tidak puas dengan keadaan ini,kemudian mengambil calon isteri dari kelompok lain dan membawa ke kelompoknya sendiri.Keturunan yang dilahirkan tetap berada di kelompok laki-laki.Timbullah suatu keluarga dengan ayah sebagai kepala keluarga.Fase terakhir terjadi karena ketika perkawinan di luar kelompok berubah menjadi endogami karena berbagai sebab.Mengakibatkan anak-anak dari perkawinan tersebut menjadi berhubungan langsung dengan ayah maupun ibunya.Timbulah keluarga parental.

    B.Periodisasi Perkembangan Biologis dan Budaya Manusia serta Masyarakat Purba di Indonesia

    1.Periodisasi Zaman Nirkela Indonesia
    Pembagian nirleka mulanya diajukan oleh seorang Denmark bernama C.J.Thomsen,sekitar tahun 1836.Gagasan itu dijadikan konsep yang dikenal sebagai Three Age System atau sistem tiga zaman,yang diterapkan untuk zaman nirleka Eropa.Zaman nirleka dibagi menjadi:zaman batu,zaman perunggu,dan zaman besi.Kemudian dikembangkan lagi oleh J.A.Brown pada tahun 1892 dengan membagi zaman nirleka menjadi lima bagian yaitu:zaman palaeolitik,zaman neolitik,zaman perunggu,zaman besi.

    Konse3p periodisasi juga diterapkan untuk zaman nirleka Indonesia yang mula-mula di pelopori oleh P.V.Van Stein Callenfes(Ia dijuluki sebagai bapak Prasejarah Indonesia),dilanjutkan oleh VonHeine Geldern,Van der hoop,serta van Heekeren.Pakar arkeologi Indonesia,Dr.R.Soekmono membuat periodisasi zaman nirleka Indonesia,ia membagi nirleka Indonesia menjadi zaman batu dan zaman logam.

    BAB 7 REKONSTUKSI DAN PETA PROSES PERKEMBANGAN BIOLOGIS MANUSIA PURBA DI INDONESIA

    A.Jenis Manusia Purba di Indonesia

    Menurut Prof.Dr.T.Jacob,yang dimaksud manusia purba dalah manusia yang telah memfosil/punah.Ciri-ciri biologis manusia yang pokok adalah berdiri tegak dan otak yang besar.Penelitian tentang manusia purba dibagi menjadi 3 tahap.
    1. Tahap I antara 1889-1909,oleh Eugene Dubois dan Ny.Selenka di Trinil.
    2. Tahap II antara 1931-1941.oleh C.Ter Haar,Opernoorth, dan Von Koenigswald di Ngandong (Blora) , Mojokerto,dan Sangiran.
    3. Tahap III dimulai sejak 1952 sampai sekarang,yang sebagian besar dilakukan di daerah Sangiran.


    • Kebudayaan merupakan hasil ciptaan manusia dan hanya dimiliki oleh manusia.Karena itu penyebaran manusia selalu disertai penyebaran kebudayaanya.Dengan kata lain,jalur penyebaran budaya mengikuti jalur penyebaran manusianya.
    • Perkakas yang digunakan manusia mencerminkan pola kehidupannya.Dengan alat-alat terbuat dari batu tanpa proses pembuatan yang berarti,manusia purba hidup dengan cara berburu dan meramu dan tidak mungkin melakukan kegiatan bercocok tanam.Ketergantungan kepada alam masih sangat besar.
    • Manusia purba paling primitif yang fosilnya pernah di temukan di Indonesia adalah Megantropus palaeojavanicus
    • Manusia purba senang tinggal di daerah dekat dengan smber air karena daerah seperti itu banyak tersedia bahan makanan
    • Pendukung kebudayaan pacitan adalah Pithecantropus erectus
    • Yang termaksud kebudayaan palaeolitikum adalah kebudayaan Pacitan dan Kebudayaan Ngandong
    • Alat-alat kebudayaan yang terbuat dari tulang dan tanduk merupakan ciri khas kebudayaan Ngandong
    • Arti penting temuan fosil manusia purba di Jawa adalah berasal dari segala zaman pleistosen
    • Persebaran manusia purba dari Daratan Asia ke Indonesia terjadi ketika berlangsung zaman glasial
    • Di Malaysia dan Burma ditemukan alat kebudayaan seperti yang di temukan di Pacitan.Hal ini menunjukan bahwa terdapat kontak budaya antara Dataran Asia dengan Indonesia.


    BAB 8 PERKEMBANGAN SOSIAL,EKONOMI,DAN BUDAYA MANUSIA PURBA

    A.Beda Ciri-Ciri Masyarakat Berburu dan Masyarakat Menetap
    1.Masyarakat Berburu dan Mengumpulkan Makanan
    a.Ciri-ciri sosial
    1.Tahun 1953 Von Koenigswald menemukan kapak perimbas atau kapak genggam,di daerah Pacitan,Sukabumi,Ciamis,Gombong,Bengkulu,Lahat(Sumatra Selatan).Karena penelitian tersebut mula-mula di daerah Pacitan maka di namakan kebudayaan Pacitan.
    2.Alat serpih
    Berbentuk sederhana,kecil.Alat ini juga ditemukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1934 di daerah Sangiran.
    3.Alat-alat tulang
    Tulang dipilih yang kuat.Alat-alat semacam ini di namakan kebudayaan Ngandong.
    4.Kyokkenmoddinger
    Yaitu peninggalan di daerah Sumatra Timur Laut, antara Lansa di Aceh dan Medan. Kyokken artinya dapur, modding artinya sampah. Penelitian dilakukan oleh Dn. P. V. Van Stein Callenvens pada tahun 1925.
    5.Abis saus roche
    Penelitian dilakukan oleh Van Stein Callenvens di gua Lawa dekat Sampung antara tahun 1928-1931.

    Ciri-ciri sosial masyarakatnya:
    1. Hidup dalam kelompok-kelompok kecil
    2. Hidup mengembara
    3. Mencari makanan berupa binatang buruan dan tumbuh-tumbuhan liar di tepi sungai atau danau.
    4. Kelompok-kelompok lainnya yang tiggal di daerah pantai. Mereka mencari binatang kerang sebagai makanannya. Kulit-kulit kerang menjadi menumpuk seperti bukit yang keras.
    5. Kemungkinan kematian karena kecelakaan atau karena diterkam binatang buas sangat besar, sehingga pertumbuhan penduduk sangat kecil.

    b. Ciri-ciri Budaya
    1. Hidup dalam kelompok kecil. Sudah mempunyai cara pembagian kerja.
    2. Ruang gerak dibatasi oleh sungai-sungai besar, danau-danau, serta hutan-hutan lebat dengan binatang buas berkeliaran.
    3. Mula-mula bisa membuat rakit. Lama-kelamaan mereka bisa membuat perahu.
    4. belum mengenal cara memasak makanan, satu-satunya cara hanya dengan membakar.
    5. sudah mengenal perhiasan yang sangat primitif yaitu dengan cara merangkai kulit-kulit kerang sebagai kalung.
    • Tidak hanya alat-alat pendukung kehidupan sehari-hari yang ditemukan dari masyarakat prasejarah Indonesia. Alat-alat kepercayaan juga ternyata sudah dikenal.
    • Temuan-temuan itu menunjukkan sudah adnya kesadaran akan adnya sesuatu diluar perhitungan manusia. Kesadaran akan adanya kekuatan gaib yang menjadi dasar-dasar kepercayaan. Salah satu wujudnya adalah bentuk-bentuk penguburan orang yang sudah meninggal, serta barang-barang apa saja yang dijadikan bekal bagi yang meninggal.
    • Perkembangan taraf kehidupan manusia purba pada awalnya masih dalam taraf food gathering, sebab pola pikirnya masih sederhana.
    • Kebudayaan Pacitan yang menjadi milik manusia purba berupa kapak perimbas.
    • Di daerah Ngandong ditemukan alat-alat yang terbuat dari tulang atau tanduk rusa yang dipergunakan untuk pemotong daging hasil buruan
    • Zaman logam di Indonesia memberi indikasi bahwa telah mengenal teknologi baru,yaitu teknik melebur biji logam
    • Tugu batu yang didirikan sebagai tanda peringatan dan menjadi lambang arwah nenek moyang disebut menhir
    Manusia purba yang memiliki kebudayaan yang disebut Sampung Bone Culture adalah manusia purba yang tinggal di kampung
    READ MORE - Proses perkembangan manusia purba di Indonesia.

    Kehidupan Awal Manusia di Kepulauan Indonesia

    Waktu (time) merupakan salah satu konsep dasar sejarah selain ruang (space), kegiatan manusia (human activity). Perubahan (change) dan kesinambungan (continuity). Ia merupakan unsur penting dari sejarah yaitu kejadian masa lalu. Dengan kata lain waktu merupakan konstruksi gagasan yang digunakan untuk memberi makna dalam kehidupan di dunia. Manusia tak dapat dilepaskan dari waktu karena perjalanan hidup manusia sama dengan perjalanan waktu itu sendiri.
    Tiap masyarakat memilki pandangan yang relatif berbeda tentang waktu yang mereka jalani. Contoh : masyarakat Barat melihat waktu sebagai sebuah garis lurus (linier). Konsep garis lurus tentang waktu diikuti dengan terbentuknya konsep tentang urutan kejadian. Dengan kata lain sejarah manusia dilihat sebagai sebuah proses perjalanan dalam sebuah garis waktu sejak zaman dulu, zaman sekarang dan zaman yang akan datang. Berbeda dengan masyarakat Barat, masysrakat Hindu melihat waktu sebagai sebuah siklus yang berulang tanpa akhir.
    Dari perjalanan di atas tentang waktu, khususnya konsep waktu yang lurus, masa lalu perkembangan sejarah manusia akan mempengaruhi perkembangan masyarakat masa kini dan masa yang akan datang.
    Agar waktu dalam setiap peristiwa atau kejadian dapat dipahami, maka sejarah membuat pembabakan waktu atau periodisasi. Maksud periodisasi ini adalah agar babak waktu itu menjadi jelas ciri-cirinya. Contohnya sejarah Eropa dapat dibagi ke dalam 3 periode yaitu zaman klasik/kuno, zaman pertengahan dan zaman modern.

    Sebenarnya ada istilah lain untuk menamakan zaman prasejarah yaitu zaman Nirleka, Nir artinya tidak ada dan leka artinya tulisan, jadi zaman Nirleka zaman tidak adanya tulisan. Batas antara zaman prasejarah dengan zaman sejarah adalah mulai adanya tulisan. Hal ini menimbulkan suatu pengertian bahwa prasejarah adalah zaman sebelum ditemukannya tulisan, sedangkan sejarah adalah zaman setelah adanya tulisan. Berakhirnya zaman prasejarah atau dimulainya zaman sejarah untuk setiap bangsa di dunia tidak sama tergantung dari peradaban bangsa tersebut. Salah satu contoh yaitu bangsa Mesir + tahun 4000 SM masyarakatnya sudah mengenal tulisan, sehingga + tahun 4000 bangsa Mesir sudah memasuki zaman sejarah. Dari penjelasan di atas, apakah Anda sudah paham? Kalau Anda sudah memahami, tentu Anda sudah mempunyai gambaran tentang sejarah Indonesia.
    Sumber-sumber Prasejarah
    Fosil adalah sisa-sisa makhluk hidup yang telah membatu karena adanya proses kimiawi. Fosil merupakan peninggalan masa lampau yang sudah tertanam ratusan peninggalan masa lampau yang sudah tertanam ratusan bahkan ribuan tahun di dalam tanah.
    Sumber-sumber Sejarah Peristiwa masa lalu dapat diketahui secara lengkap dan mendekati kebenaran adanya sumber-sumber yang beranekaragam. Ditinjau dari wujudnya, maka sumber sejarah dapat dibagi lagi menjadi 4, yaitu:
    - Sumber lisan adalah sumber sejarah yang berupa keterangan dari seseorang atau beberapa orang yang menyaksikan langsung atau mengalami langsung suatu peristiwa.
    - Sumber tertulis adalah sumber sejarah yang berupa keterangan tertulis mengenai suatu peristiwa/kejadian misalnya data, dokumen, babad prasasti, naskah kuno, buku, dan sebagainya.
    - Sumber benda adalah sumber sejarah yang berupa benda-benda peninggalan budaya atau la zim dinamakan benda purbakala, misalnya: candi, senjata, gedung, dan sebagainya.
    A. Proses Muncul Berkembangnya Kehidupan Awal Manusia Dan Masyarakat Indonesia
    Dengan bantuan ilmu geologi (ilmu yang mempelajari bumi ) perkembangan bumi dari awal terbentuknya sampai dengan sekarang, terbagi menjadi beberapa jaman yaitu :

    Jaman azoikum (tidak ada kehidupan)
    Jaman ini berlangsung sekitar 2500 juta tahun, keadaan bumi masih belum stabil dan masih panas karena sedang dalam proses pembentukan. Oleh karena itu pada jaman ini tidak ada tanda-tanda kehidupan.

    Jaman paleozoikum (kehidupan tertua)
    Jaman ini berlangsung sekitar 340 juta tahun, keadaan bumi masih belum stabil dan masih terus berubah. Akan tetapi menjelang akhir dari jaman ini mulai ada tanda-tanda kehidupan yaitu dari hewan bersel satu, hewan kecil yang tidak bertulang belakang, jenis ikan, amfhibi, reptil dan beberapa jenis tumbuhan ganggang. Karena itulah maka jaman ini dinamakan pula dengan jaman primer (jaman kehidupan pertama).

    Jaman mesozoikum (kehidupan pertengahan)
    Jaman ini di perkirakan berlangsung sekitar 140 juta tahun, pada jaman ini kehidupan telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pohon-pohon besar muncul, amfhibi mengalami perkembangan, bahkan jenis reftil mencapai bentuk yang sangat besar sekali seperti dinosaurus, tyrannosaurus, brontosaurus, atlantosaurus.

    Ada pula jenis reftil yang memiliki sayap dan dapat terbang selama berjam-jam, jenis ini dinamakan dengan pteranodon. Jaman ini dinamakan jaman sekunder (kehidupan ke-2), adapula yang menyebut jaman ini dengan istilah jaman reftil, karena jenis hewan di dominasi oleh reftil, karena jenis hewan didominasi oleh reftil dengan bentuk yang sangat besar. Pada akhir jaman ini mulai muncul jenis mamalia.

    Jaman neozoikum (kehidupan muda)

    Jaman ini diperkirakan berlangsung sekitar 60 juta tahun, jaman ini terbagi lagi menjadi jaman tersier (kehidupan ke-3) dan quarter (kehidupan ke-4). Pada jaman ini keadaan bumi telah membaik, perubahan cuaca tidak begitu besar dan kehidupan berkembang dengan pesat.

    Jaman tersier
    Pada jaman tersier, reftil raksasa mulai lenyap, mamalia berkembang pesat, mahluk primata sejenis kera mulai ada kemudian muncul jenis orang utan sekitar 10 juta tahun yang lalu muncul jenis hewan primata yang lebih besar dari pada gorila sehingga disebut giganthropus. Hewan ini menyebar dari Afrika ke Asia Selatan, tetapi kemudian punah.

    Pada masa itu pulau Kalimantan masih bersatu dengan benua Asia, sebagai buktinya jenis babi purba (choeromous) dari jaman ini ditemukan pula di Asia Daratan.

    Jaman quarter
    Berlangsung sekitar 600 ribu tahun, ditandai dengan adanya tanda-tanda kehidupan manusia. Jaman ini terbagi atas jaman diluvium (pleistocen) dan jaman alluvium (holocen).

    Jaman diluvium berlangsung sekitar 600 ribu tahun yang lalu, mulai muncul kehidupan manusia purba. Jaman ini dinamakan pula jaman glacial (jaman es) karena es di kutub utara mencair sehingga menutupi sebagian wilayah Eropa Utara, Asia Utara dan Amerika Utara.

    Pada masa ini Sumatera, Jawa, dan Kalimantan masih menyatu dengan daratan Asia, sedangkan Indonesia Timur dengan Australia. Mencairnya es di kutub telah mengakibatkan pulau-pulau di Indonesia dipisahkan oleh lautan baik dengan Asia maupun Australia. Bekas daratan Asia yang sekarang menjadi dasar laut disebut Paparan Sunda, sedangkan bekas daratan Australia yang terendam air laut disebut Paparan Sahul, kedua paparan tersebut dipisahkan oleh Zone Wallace.

    Pada masa ini hewan-hewan yang berbulu tebal seperti mamouth (gajah besar berbulu tebal ) mampu bertahan hidup. Sedangkan yang berbulu tipis migrasi ke wilayah tropis. Perpindahan hewan dari daratan asia ke Indonesia terbagi atas dua jalur. Pertama melalui Malaysia ke Sumatra dan Jawa, kedua melalui Taiwan, Philipina ke Kalimantan dan Jawa.
    Pada jaman ini terjadi pula perpindahan manusia dari daratan Asia ke Indonesia , yaitu pitechanthropus erectus (ditemukan di Trinil) yang sama dengan sinanthropus pekinensis. Demikian juga dengan hasil kebudayaan Pacitan yang banyak ditemukan di Cina , Malaysia , Birma. Homo wajakensis yang menjadi nenek moyang bangsa Austroloid ikut pula menyebar dari Asia ke selatan sampai ke Australia dan menurunkan penduduk asli Australia yaitu bangsa aborigin
    Jaman alluvium , pada masa ini kepulauan Indonesia telah terbentuk dan tidak lagi menyatu dengan Asia maupun Australia. Jenis manusia pertama yang migrasi dari Asia ke Indonesia telah tidak ada dan digantikan oleh jenis manusia cerdas (homo sapiens).
    B. Kronologis Perkembangan Biologis Manusia Purba Indonesia
    Kehidupan manusia pra sejarah dapat di ketahui melalui berbagai fosil . berdasarkan penelitian manusia tersebut telah memiliki kemampuan untuk mengembangkan kehidupan walaupun masih sangat sederhana dan kemampuan berfikir terbatas. Berikut ini beberapa penemuan fosil manusia purba di Indonesia
    Meganthropus Paleo Javanicus
    Artinya manusia Jawa tertua yang berbadan besar, yang hidup di Jawa sekitar 2-1 juta tahun silam. Manusia ini mempunyai ciri biologis berbadan besar, kening menonjol, tulang pipi tebal, rahang besar dan kuat, makanan utamanya adalah tumbuhan dan buah-buahan, hidup dengan cara food gathering (mengumpulkan makanan ). Ralph von Koenigswald menemukan fosil dari rahang bawah manusia jenis ini di Sangiran (lembah Bengawan Solo) pada 1941.
    Pitechanthropus
    Diartikan dengan manusia kera, fosilnya paling banyak ditemukan di Indonesia. Mereka hidup dengan cara food gathering dan berburu. Pitechanthropus terbagi kedalam beberapa jenis yaitu: pitechanthropus mojokertensis, robustus, dan erectus.

    Pitechanthropus mojokertensis fosilnya ditemukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1936, dalam bentuk tengkorak anak-anak berusia 5 tahunan di Mojokerto (lembah Bengawan Solo). Hidup sekitar 2,5 - 2,25 juta tahun lalu. Ciri – ciri biologisnya antara lain: muka menonjol kedepan, kening tebal dan tulang pipi yang kuat.

    Pitechanthropus robustus
    , fosilnya ditemukan oleh Wiedenreich dan Koenigswald di Trinil (Ngawi, Jawa Timur) 1939. Ciri biologisnya hampir sama dengan pitechathropus mojokertensis, bahkan Koenigswald menganggapnya masih dari jenis yang sama.

    Pitechanthropus erectus, (manusia kera berjalan tegak), fosilnya ditemukan oleh Eugene Dubois di Trinil (Ngawi, Jatim) pada 1890. Mereka hidup sekitar 1 juta sampai 600 ribu tahun yang lalu. Ciri biologisnya bertubuh agak kecil, badan tegap, pengunyah yang kuat, volume otak 900 cc, kemampuan berfikir masih rendah, menurut pendapat teuku jakob, manusia ini telah bisa bertutur.

    Homo
    Jenis homo soloensis, fosilnya ditemukan antara 1931 -1934 oleh Von Koenigswald, di sepanjang lembah Bengawan Solo. Homo soloensis diperkirakan hidup antara 900-200 ribu tahun lalu. Ciri biologis diantaranya bentuk tubuh tegak, kening tidak menonjol. Menurut Koenigswald, jenis ini lebih tinggi tingkatannya dari pitechanthropus erectus.

    Homo wajakensis, fosilnya ditemukan oleh Rietschoten dan Dubois antara tahun 1888-1889 di desa Wajak (Tulung Agung ). Ciri biologisnya: tinggi mencapai 130-210 cm, berat badan sekitar 30 – 150 kg, volume otak sampai dengan 1300cc. Mereka hidup dengan makanan yang telah dimasak walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana.
    C. Periodisasi Perkembangan Budaya pada Masyarakat Awal Indonesia Berdasarkan Bukti Arkeologi
    Berdasarkan arkeologi (ilmu yang mempelejari peninggalan purbakala dari manusia pra sejarah ). Perkembangan budaya manusia Indonesia dapat digolongkan menjadi beberapa periode yaitu periode jaman batu (batu tua, batu tengah, batu muda, dan jaman logam (perunggu) ).
    Jaman Batu
    Paleolithikum (batu tua)
    Ciri dari jaman ini adalah peralatan buat dari batu masih kasar dan belum diasah. Alat dari batu ini dibuat dengan cara membenturkan batu yang satu dengan yang lainnya, pecahan batu yang menyerupai kapak kemudian mereka gunakan sebagai alat.
    Cara hidup manusia pada jaman palleolithikum adalah: nomad dalam kelompok kecil , tinggal dalam gua atau ceruk karang, berburu. Mengumpulkan makanan (food gathering) . Menurut Teuku Tacob, bahasa sebagai alat komunikasi telah ada dalam tingkat sederhana. Berdasarkan tempat penemuannya, jaman palleolithikum terbagi atas kebudayaan Pacitan dan Ngandong.
    Kebudayaan Pacitan, peralatan yang dihasilkan adalah kapak genggam, alat penetak (chopper), ditemukan oleh Koenigswald 1935. Selain di Pacitan, alat – alat tersebut ditemukan pula di beberapa daerah seperti : Sukabumi (Jabar), Parigi, Gombong (Jateng) , Lahat (Sumsel), Lampung, Bali, Sumbawa, Flores, Sulsel. Alat-alat tersebut ditemukan pada lapisan yang sama dengan ditemukannya fosil pitechanthropus erectus.
    Kebudayaan Ngandong, peralatan yang ditemukan adalah flakes (alat serpih) berupa pisau atau alat penusuk. Disamping itu ditemukan pula peralatan dari tulang dan tanduk. Berupa belati, mata tombak yang bergerigi, alat pengorek ubi, tanduk menjangan yang diruncingkan dan duri ikan pari yang diruncingkan. Alat-alat tersebut ditemukan pula di daerah lain seperti di Sangiran dan Sragen (Jateng). Manusia pendukung kebudayaan Ngandong adalah homo soloensis dan homo wajakensis, karena ditemukan pada lapisan tanah yang sama dengan peralatan kebudayaan Ngandong.
    Mesolitihkum (batu tengah)
    Ciri dari jaman ini adalah peralatan dari batu yang telah diasah bagian yang tajamnya. Jaman ini merupakan peralihan dari palleolithikum ke neolithikum. Yang menarik dari jaman messolithikum adalah ditemukannya tumpukan sampah dapur yang kemudian diberi istilah kjokkenmoddinger dan abris sous roche oleh penelitinya yaitu Callenfels (dijuluki bapak pra sejarah).
    Kjokkenmoddinger adalah tumpukan kulit kerang dan siput yang telah membatu, banyak dijumpai di pinggir pantai. Sedangkan abris sous roche adalah tumpukan dari sisa makanan yang telah membatu di dalam gua. Cara hidup messolhitikum adalah sebagian masih food gathering dan berburu tetapi sebagian telah menetap dalam gua dan bercocok tanam sederhana (berladang) menanam umbi-umbian. Telah pula menjinakan hewan dan menyimpan hewan buruan sebagai langkah awal untuk berternak.
    Mereka telah membuat gerabah, mengenal kesenian dalam bentuk lukisan di dinding gua (lukisan gua) ketika mereka telah menetap. Lukisan tersebut berupa gambar telapak tangan berlatar belakang warna merah, gambar babi rusa yang tertancap panah (di Gua Leang-leang – Sulsel), penelitinya dilakukan oleh Heekren Palm, 1950 di gua pulau Muna , ditemukan berbagai lukisan manusia, kuda, rusa, buaya, anjing. Di Maluku dan Papua, lukisan gua dalam bentuk gambar cap tangan, kadal, manusia, burung, perahu, mata, matahari.
    Jaman messolithikum terbagi atas 3 kelompok budaya : kebudayaan fleks, (fleks culture), kebudayaan pebble (pebble culture ), kebudayaan tulang (bone culture). Kebudayaan ini didukung oleh manusia dari jenis Papua Melanesoid yang berasal dari Indo-Cina.
    Fleks culture, peralatan berupa alat serpih yang telah ada jaman palleolithikum , menjadi sangat penting pada jaman messolithikum, sehingga memunculkan corak tersendiri. Terutama setelah mendapatkan pengaruh dari budaya daratan. Dua orang peneliti berkebangsaan Swiss (Fritz Sarasin dan Paul Sarasin ) antara 1893-1896, melakukan penelitian di Sulsel, dan berhasil menemukan fleks. Peralatan sejenis juga ditemukan di daerah lain yaitu Bandung (fleks dari obsidian yaitu batu hitam yang indah), Flores, NTT dan Timor. Flakes culture merupakan pengaruh dari Asia Daratan yang masuk ke Indonesia melalui jalur timur yaitu Jepang, Taiwan, Philipina, Sulawesi.
    Pebble culture, peralatan berupa kapak genggam Sumatera (pebble), kapak pendek (hacte curte), batu penggiling, pisau, Callenfels pada 1925, melakukan penelitian di pesisir Sumatera dan menemukan peralatan di atas bersama kjokkenmoddinger. Pebble culture merupakan pengaruh dari kebudayaan bacson hoabinh (Indo-Cina) yang masuk ke Indonesia melalui jalur barat yaitu Malaka dan Sumatera.

    Bone culture, penelitian dilakukan oleh Callenfels 1928-1931 di Ponorogo. Peralatan tersebut ditemukan bersama dengan abris sous roche di gua-gua. Ditemukan pula fosil dari jenis manusia Papua melanesoide, yang merupakan nenek moyang orang Papua (Irian). Peralatan dan fosil sejenis di temukan pula di besuki dan Bojonegoro.
    Neolhitikum (batu muda)
    Ciri jaman batu muda adalah pemakaian peralatan dari batu yang telah diasah halus karena telah mengenal teknik mengasah. Pada jaman ini terjadi revolusi kehidupan (perubahan dari kehidupan nomad dengan food gathering menjadi menetap dengan food producing) .

    Cara hidup pada jaman neolithikum adalah hidup menetap, bertempat tinggal dekat sumber air, food producing (menghasilkjan makanan dari bercocok tanam dan berternak walaupun berburu masih dilakukan terutama pada waktu senggang), membuat rumah bertonggak dengan atap dari daun-daunan membuat kain dari kulit kayu (ditemukan pemukul kulit kayu), membuat perahu atau rakit, membuat perhiasan dari batu-batu kecil indah. Menurut penelitian Kem mereka berkomunikasi dengan menggunakan bahasa melayu Polinesia.

    Pada akhir jaman ini telah dikenal kepercayaan dalam bentuk animisme (kepercayaan tentang adanya arwah nenek moyang yang memiliki kekuatan gaib ) dan dinamisme (kepercayaan terhadap benda-benda yang dianggap memilki kekuatan gaib). Mereka percaya bahwa setelah mati ada kehidupan lain sehingga diadakanlah berbagai upacara terutama bagi kepala sukunya. Mayat yang dikubur disertai dengan berbagai macam benda sebagai bekal di alam lain. Dan sebagai peringatan maka dibangunlah berbagai monumen (bangunan) yang rutin diberi sajian agar arwah yang meninggal (leluhur) melindungi dan memberikan kesejahteraan bagi sukunya.

    Pada jaman ini pembuatan gerabah memegang peranan penting sebagai wadah atau tempat dalam kehidupan sehari-hari. Adapula gerabah yang digunakan untuk keperluan upacara dan gerabah yang dibuat dengan indah baik bentuk maupun hiasannya.
    Berdasarkan peralatannya kebudayaan jaman neolitihkum di bedakan menjadi kebudayaan kapak persegi dan kapak lonjong berasal dari heine geldern berdasarkan kepada penampang yang berbentuk persegi panjang dan lonjong.

    Kebudayaan kapak persegi, kebudayaan kapak persegi berasal dari Asia Daratan yang menyebar ke Indonesia melalui jalur barat melalui Malaka, Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusatenggara. Terdapat kapak persegi ukuran kecil (digunakan sebagai fungsi kapak) dan yang ukuran besar (digunakan sebagai fungsi beliung atau cangkul). Di beberapa daerah ditemukan bekas-bekas pusat kerajinan kapak persegi seperti di Lahat (Palembang), Bogor, Sukabumi, Purwakarta, Tasik (Jabar), Pacitan (Jatim).

    Kebudayaan kapak persegi didukung oleh manusia proto melayu (melayu tua ) yang migrasi ke Indonesia menggunakan perahu bercadik sekitar 2000 sm. Yang merupakan keturunan ras melayu tua adalah suku Sasak, Toraja, Batak dan Dayak. Di Minahasa (Sulut ) ditemukan kapak bahu, sejenis kapak persegi diberi leher untuk pegangannya.
    Kebudayaan kapak lonjong, ukuran kapak lonjong ada yang besar (walzenbeli) dan kecil (kinbeli) , sering di sebut dengan istilah neolith papua karena penyebarannya terbatas di Irian saja oleh bangsa papua melaneside.

    Dari peralatan yang ditemukan, baik kapak persegi maupun kapak lonjong dibuat dari batu api (chalcedon), terdapat pula kapak yang tidak terdapat tanda-tanda bekas dipakai dalam bentuk yang indah (sebagai alat berharga, lambing kebesaran atau jimat).

    Jaman Logam
    Jaman perunggu
    Kebudayaan perunggu di Asia Tenggara merupakan pengaruh dari kebudayaan dongson, yang berkembang di Vietnam, Geldern berpendapat bahwa kebudayaan dongson berkembang paling muda sekitar 300 sm pendukung kebudayaan perunggu adalah bangsa Deuteuro Melayu (melayu muda) yang migrasi ke Indonesia sambil membawa kebudayaan dongson. Keturunannya adalah Jawa, Bali,Bugis, Madura, dll.
    Bahkan ditemukan beberapa bukti bahwa telah terjadi pembaruan antara melayu monggoloide (proto melayu dengan deuteuro melayu) dan papua melaneside.

    Ciri jaman perunggu adalah pemakian peralatan dari logam yang dikembangkan melalui tehnik bivalve (rangkap) dan a cire perdue (cetak lilin). Namun bukanlah berarti setelah itu peralatan dari batu dan gerabah ditinggalkan karena masih terus dipergunakan bahkan sampai sekarang.

    Ciri kehidupan pada jaman perunggu adalah telah terbentuk perkampungan yang teratur dipimpin oleh kepala suku atau ketua adat, tinggal dalam rumah bertiang yang besar yang bagian bawahnya dijadikan tempat ternak, bertani (berladang dan bersawah) dengan system irigasi sehingga pengairan tidak selalu bergantung kepada hujan.

    Telah terdapat pembagian kerja berdasarkan keahlian sehingga munculah kelompok undagi (tukang yang ahli membuat peralatan logam). Mereka telah menguasai ilmu astronomi (untuk kepentingan pelayaran dan pertanian ) dan membuat perahu bercadik.

    Beberapa hasil budaya pada jaman perunggu adalah kapak corong (kapak sepatu), candrasa (kapak corong yang salah satu sisinya memanjang), terdapat candrasa dan kapak corong yang indah dan tidak ada tanda-tanda bekas digunakan. Nekara (seperti dandang tertulungkup), moko (nekara yang lebih kecil), terdapat berbagai perhiasan seperti garis lurus, piln-pilin, binatang, rumah, perahu, lukisan orang berburu, tari dan lukisan orang cina (monggol).

    Selain itu mereka membuat bejana perunggu (berbentuk seperti periuk yang gepeng) dengan hiasan indah (dalam bentuk garis dan burung merak). Arca perunggu berupa arca (ditemukan di Bangkinang – Sulsel, Bogor-Jabar, dan Riau ) perhiasan perunggu seperti gelang, kalung, anting, dan cincin.

    Kebudayaan megalithikum (batu besar)
    Disebut kebudayaan batu besar karena pada umumnya menghasilkan kebudayaan dalam bentuk monumen yang terbuat dari batu berukuran besar. Kebudayaan ini muncul pada akhir jaman neolhitikum, tetapi perkembangannya justru terjadi pada jaman perunggu (kebudayaan dongson).

    Hasil-hasil dari kebudayaan megalithikum memberikan petunjuk kepada kita mengenal perkembangan kepercayaan, terutama pemujaan terhadap arwah nenek moyang, yang memang telah muali nampak pada akhir jaman neolithikum berikut ini adalah hasil-hasil budaya megalhitikum:

    Menhir, tugu batu yang terbuat dari batu tunggal, yang berfungsi sebagai tanda peringatan dan melambangkan arwah nenek moyang sehingga menjadi bendapemujaan , menhir banyak ditemukan di Pasemah, Lahat, Sungai Talang Koto (Sumatera), Nagada (Flores).

    Dolmen, meja batu tempat sesaji, ada dolmen yang disangga oleh menhir dan ada pula yang digunakan sebagai penutup keranda atau sarchopagus, yang demikian dinamakan dengan pandhusa. Sarcophagus (keranda), peti mati tempat penyimpanan mayat yang berbentuk lesung terbuat dari batu utuh yang diberi tutup. Di Bali ditemukannya keranda yang berisi tulang belulang manusia, barang perunggu serta manik-manik.

    Kubur batu, peti mayat yang dipendam di dalam tanah berbentuk persegi panjang dengan ke empat sisinya di buat dari lempengan – lempengan batu. Ada pula yang disebut waruga, yaitu kubur batu yang berbentuk bulat. Kubur batu banyak ditemukan di Kuningan (Jabar), Pasemah (Sumatera), Wonosari (Yogja) dan Cepu (Jateng).

    Punden berundak, bangunan pemujaan terhadap roh nenek moyang yang berupa susunan batu bertingkat. Banyak ditemukan di Banten, Garut, Kuningan, Sukabumi (Jabar). Dalam perkembangan selanjutnya, punden berundak merupakan dasar dalam pembuatan candi, bangunan keagamaan maupun istana. Selain itu ditemukan pula hasil budaya megalithikum dalam bentuk patung atau arca manusia yang menggambarkan wujud nenek moyang atau arca binatang. Banyak ditemukan di daerah Pasemah (Sumatera), sementara di di Lembah Bada (Sulteng) ditemukan patung manusia (laki-laki dan perempuan).
    READ MORE - Kehidupan Awal Manusia di Kepulauan Indonesia

    TRADISI SEJARAH MASYARAKAT INDONESIA SETELAH MENGENAL TULISAN

    Kepulauan Indonesia, pada zaman kuno terletak pada jalur perdagangan antara dua pusat perdagangan kuno, yaitu India dan Cina. Letaknya dalam jalur perdagangan internasional ini memberikan pengaruh yang sangat besar pada perkembangan sejarah kuno Indonesia. Kehadiran orang India di kepulauan Indonesia memberikan pengaruh yang sangat besar pada perkembangan di berbagai bidang di wilayah Indonesia.

    Hal itu terjadi melalui proses akulturasi kebudayaan, yaitu proses percampuran antara unsur kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain sehingga terbentuk kebudayaan yang baru tanpa menghilangkan sama sekali masing-masing ciri khas dari kebudayaan lama.
    Pengaruh India yang masuk ke Indonesia antara lain terlihat dalam bidang:

    1. Budaya

    Pengaruh budaya India di Indonesia sangat besar bahkan begitu mudah diterima di Indonesia hal ini dikarenakan unsur-unsur budaya tersebut telah ada dalam kebudayaan asli bangsa Indonesia, sehingga hal-hal baru yang mereka bawa mudah diserap dan dijadikan pelengkap.

    Pengaruh kebudayaan India dalam kebudayaan Indonesia tampak pada:

    · Seni Bangunan

    Akulturasi dalam seni bangunan tampak pada bentuk bangunan candi.

    Di India, candi merupakan kuil untuk memuja para dewa dengan bentuk stupa.

    Di Indonesia, candi selain sebagai tempat pemujaan, juga berfungsi sebagai makam raja atau untuk tempat menyimpan abu jenazah sang raja yang telah meninggal. Candi sebagai tanda penghormatan masyarakat kerajaan tersebut terhadap sang raja.

    Contohnya:

    Ø Candi Kidal (di Malang), merupakan tempat Anusapati di perabukan.

    Ø Candi Jago (di Malang), merupakan tempat Wisnuwardhana di perabukan.

    Ø Candi Singosari (di Malang) merupakan tempat Kertanegara diperabukan.

    Di atas makam sang raja biasanya didirikan patung raja yang mirip (merupakan perwujudan) dengan dewa yang dipujanya. Hal ini sebagai perpaduaan antara fungsi candi di India dan tradisi pemakaman dan pemujaan roh nenek moyang di Indonesia. Sehingga, bentuk bangunan candi di Indonesia pada umumnya adalah punden berundak, yaitu bangunan tempat pemujaan roh nenek moyang.

    Contoh ini dapat dilihat pada bangunan candi Borobudur.

    · Seni rupa, dan seni ukir.

    Akulturasi dalam bidang seni rupa, dan seni ukir terlihat pada relief atau seni ukir yang dipahatkan pada bagian dinding candi.

    Sebagai contoh: relief yang dipahatkan pada Candi Borobudur bukan hanya menggambarkan riwayat sang budha tetapi juga terdapat relief yang menggambarkan lingkungan alam Indonesia. Terdapat pula relief yang menggambarkan bentuk perahu bercadik yang menggambarkan kegiatan nenek moyang bangsa Indonesia pada masa itu.

    · Seni Hias

    Unsur-unsur India tampak pada hiasan-hiasan yang ada di Indonesia meskipun dapat dikatakan secara keseluruhan hiasan tersebut merupakan hiasan khas Indonesia.

    Contoh hiasan : gelang, cincin, manik-manik.

    · Aksara/tulisan

    Berdasarkan bukti-bukti tertulis yang terdapat pada prasasti-prasasti(abad 5 M) tampak bahwa bangsa Indonesia telah mengenal huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Huruf Pallawa yang telah di-Indonesiakan dikenal dengan nama huruf Kawi. Sejak prasasti Dinoyo (760 M) maka huruf Kawi ini menjadi huruf yang dipakai di Indonesia dan bahasa Sansekerta tidak dipakai lagi dalam prasasti tetapi yang dipakai bahasa Kawi.Prasasti Dinoyo berhubungan erat dengan Candi Badut yang ada di Malang.

    · Kesusastraan

    Setelah kebudayaan tulis seni sastrapun mulai berkembang dengan pesat.

    Seni sastra berbentuk prosa dan tembang (puisi). Tembang jawa kuno umumnya disebut kakawin. Irama kakawin didasarkan pada irama dari India.

    Berdasarkan isinya, kesusastraan tersebut terdiri atas kitab keagamaan (tutur/pitutur), kitab hukum, kitab wiracarita (kepahlawanan) serta kitab cerita lainnya yang bertutur mengenai masalah keagamaan atau kesusilaan serta uraian sejarah, seperti Negarakertagama.

    Bentuk wiracarita ternyata sangat terkenal di Indonesia, terutama kisah Ramayana dan Mahabarata. Kisah India itu kemudian digubah oleh para pujangga Indonesia, seperti Baratayudha yang digubah oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh. Berkembangnya karya sastra, terutama yang bersumber dari kisah Mahabarata dan Ramayana, telah melahirkan seni pertunjukan wayang kulit(wayang purwa).

    Pertunjukkan wayang banyak mengandung nilai yang bersifat mendidik. Cerita dalam pertunjukkan wayang berasal dari India, tetapi wayangnya sendiri asli Indonesia. Bahkan muncul pula tokoh-tokoh pewayangan yang khas Indonesia seperti tokoh punakawan Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Tokoh-tokoh ini tidak ditemukan di India.



    2. Pemerintahan

    Sebelum kedatangan bangsa India, bangsa Indonesia telah mengenal sistem pemerintahan tetapi masih secara sederhana yaitu semacam pemerintahan di suatu desa atau daerah tertentu dimana rakyat mengangkat seorang pemimpin atau kepala suku. Orang yang dipilih sebagai pemimpin biasanya adalah orang yang senior, arif, berwibawa, dapat membimbing serta memiliki kelebihan tertentu , termasuk dalam bidang ekonomi maupun dalam hal kekuatan gaib atau kesaktian.

    Masuknya pengaruh India menyebabkan muncul sistem pemerintahan yang berbentuk kerajaan, yang diperintah oleh seorang raja secara turun-temurun. Peran raja di Indonesia berbeda dengan di India dimana raja memerintah dengan kekuasaan mutlak untuk menentukan segalanya. Di Indonesia, raja memerintah atas nama desa-desa dan daerah-daerah. Raja bertindak ke luar sebagai wakil rakyat yang mendapat wewenang penuh. Sedangkan ke dalam, raja sebagai lambang nenek moyang yang didewakan.



    3. Sosial

    Kehidupan sosial masyarakat di Indonesia mengikuti perkembangan zaman yang ada. Hal ini dikarenakan masyarakat Indonesia menerima dengan terbuka unsur-unsur yang datang dari luar, tetapi perkembangannya selalu disesuaikan dengan tradisi bangsa Indonesia sendiri.

    Masuknya pengaruh India di Indonesia menyebabkan mulai adanya penerapan hukuman terhadap para pelanggar peraturan atau undang-undang juga diberlakukan. Hukum dan Peraturan menunjukkan bahwa suatu masyarakat itu sudah teratur dan rapi. Kehidupan sosial masyarakat Indonesia juga tampak pada sistem gotong-royong.

    Dalam perkembangannya kehidupan sosial masyarakat Indonesia distratifikasikan berdasarkan kasta dan kedudukan dalam masyarakat (mulai mengenal sistem kasta)



    4. Kepercayaan

    Sebelum pengaruh India berkembang di Indonesia, masyarakat telah mengenal dan memiliki kepercayaan, yaitu pemujaan terhadap roh nenek moyang dan benda-benda besar (animisme dan dinamisme).

    Ketika agama dan kebudayaan Hindu-Budha tumbuh dan berkembang, bangsa Indonesia mulai menganut agama Hindu-Budha meskipun unsur kepercayaan asli tetap hidup sehingga kepercayaan agama Hindu-Budha bercampur dengan unsur penyembahan roh nenek moyang. Hal ini tampak pada fungsi candi di Indonesia.







    REKAMAN TERTULIS dalam TRADISI SEJARAH







    Zaman sejarah di Indonesia diawali sejak abad ke-5 M setelah masuknya pengaruh India (Hindu-Budha). Mengenal tulisan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi sebuah bangsa. Hal ini dikarenakan dengan tulisan mereka dapat mencatat berbagai peristiwa yang terjadi pada masanya sehingga dapat menyebarkan dan mewariskan berbagai macam tradisi, nilai, kepercayaan, dan budayanya kepada masyarakat di sekitarnya maupun generasi penerus. Bukti-bukti tertulis yang ditinggalkan sehingga dapat dibaca dan dipelajari oleh generasi selanjutnya, sehingga mereka dapat memahami dan menafsirkan kehidupan generasi terdahulu dan memperkuat akar dan jati diri masyarakat yang bersangkutan. Di antara bukti-bukti tertulis itu terdapat prasasti, kitab-kitab agama, karya-karya sastra dan sebagainya.

    1. PRASASTI

    Prasasti adalah peninggalan tertulis yang dipahatkan dan dilukiskan pada bahan yang tidak mudah musnah, seperti batu, logam, dan gading.

    Pada umumnya prasasti menuliskan suatu peristiwa yang cukup penting pada masa lampau. Prasasti biasanya dibuat atas perintah raja yang berkuasa.

    Tujuan pembuatan prasasti adalah untuk mengabadikan suatu peristiwa penting yang dialami oleh seorang raja atau sebuah kerajaan.

    Contoh prasasti pada awal perkembangan kebudayaan Hindu-Budha.

    a. Prasasti Kutai di Kalimantan Timur

    Prasasti berupa tujuh buah yupa(tugu batu) yang diperkirakan berasal dari tahun 400 M, berhuruf Pallawa, dan berbahasa Sansekerta.

    Isinya, peringatan upacara kurban agama Hindu yang diperintahkan oleh Raja Mulawarman, Putra Aswawarman, dan cucu Kudungga.

    b. Prasasti Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat

    Prasasti ini berhuruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta.

    Contohnya: Prasasti Ciaruteun (pahatan telapak kaki dan tulisan), Prasasti Kebon Kopi (pahatan telapak kaki gajah dan tulisan), Prasasti Jambu (pujian terhadap Purnawarman), Prasasti Pasir Awi (memuat syair pujian terhadap Raja Purnawarman), Prasasti Tugu (berita tentang penggalian saluran Sungai Gomati), Prasasti Muara Cianten, Prasasti Cidang Hiang.

    c. Prasasti Kerajaan Sriwijaya

    Prasasti ini berhuruf Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno.

    Contohnya: Prasasti Kedukan Bukit (Dapunta Hyang menaklukkan beberapa daerah), Prasasti Talang tuo (perintah Dapunta Hyang Sri Jayanaga untuk kemakmuran semua makhluk), Prasasti Telaga Batu (berisi kutukan kepada siapa saja yang tidak setia pada raja), Prasasti Kota Kapur (berisi permohonan kepada dewa untuk menjaga Sriwijaya dan menghukum para penghianat Sriwijaya).

    d. Prasasti Kerajaan Mataram Kuno

    Prasasti Canggal (654 Saka/732 M), menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa, mengenai pendirian sebuah lingga atas perintah Raja Sanjaya di atas bukit Kunjarakunja.

    Prasasti Matyasih (prasasti Kedu) (829 Saka/907 M), berisi tentang raja-raja yang memerintah sebelum Dyah Balitung.

    Prasasti Ritihang, berbahasa Jawa Kuno ditulis dengan huruf Pallawa berangka tahun 863 Saka/ 914 M.

    e. Prasasti Kerajaan Syailendra

    Prasasti Kalasan, berangka tahun 700 Saka (778 M), berbahasa Sansekerta, dan ditulis dengan huruf Pra-Nagari.

    Prasasti Klurak (dekat Prambanan), berangka tahun 704 Saka (782 M), ditulis dengan bahasa Sansekerta dan huruf Pra-Nagari. Mengenai pembuatan arca Manjusri.



    2. KITAB

    Kitab merupakan sebuah karya sastra para pujangga pada masa lampau yang dapat dijadikan petunjuk untuk mengungkap suatu peristiwa di masa lampau. Para pujangga biasanya menulis atas perintah raja. Itulah sebabnya isi tulisannya banyak menulis keagungan dan kebesaran raja yang bersangkutan. Diantara kitab-kitab yang terkenal pada masa kerajaan Hindu-Budha:

    1.) Pada zaman Kediri dihasilkan kitab:

    · Arjunawiwaha

    Merupakan karya Mpu Kanwa pada tahun 1030 M, pada masa pemerintahan Airlangga.

    Isinya meriwayatkan Arjuna yang bertapa untuk mendapatkan senjata guna keperluan perang melawan Kurawa.

    · Kresnayana

    Karya Mpu Triguna. Memuat riwayat Kresna semasa kecil. Cerita yang mirip dengan Kresnayana adalah cerita dalam kitab Hariwangsa karya Mpu Panuluh, yang digubah pada zaman Raja Jayabaya, dan berisi kisah perkawinan Kresna dengan Dewi Rukhimi.

    · Smaradahana

    Karya Mpu Dharmaja pada masa Sri Kameswara. Mengisahkan hilangnya suami istri Dewa Kama dan Dewi Ratih karena api yang keluar dari mata ketiga Dewa Syiwa.

    · Baratayudha

    Karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Isinya tentang peperangan 18 hari antara keluarga Pandawa dan Kurawa.

    · Gatotkacasraya

    Karangan Mpu Panuluh, menceritakan perkawinan Abimanyu, putra Arjuna, dengan Siti Sundhari atas bantuan Gatotkaca, putra Bima.Ditulis pada zaman Raja Jayabaya.

    2) Pada zaman Majapahit I

    · Negarakertagama

    Ditulis pada zaman pemerintahan Hayam Wuruk oleh Mpu Prapanca. Mengenai kerajaan Singasari dari masa pemerintahan Ken Arok, raja pertama Singosari hingga Hayam Wuruk.

    · Sutasoma

    Karangan Mpu Tantular. Menceritakan Sutasoma, putra raja yang kemudian mendalami agama Budha. Dalam kitab ini terdapat kata Bhinneka tunggal ika,tan hana dharma mangrwa. Kata bhinneka tunggal ika inilah yang kemudian menjadi semboyan persatuan kita.

    · Arjunawijaya

    Karangan Mpu Tantular. Kitab mengisahkan raja Arjuna Sasrabahu dan Patih Sumantri melawan Raksasa Rahwana.

    · Kutaramanawa

    Ditulis oleh Gajah Mada. Disusun berdasarkan kitab hukum Kutarasastra dan kitab hukum Munawasastra, dan kemudian disesuaikan dengan hukum adat pada waktu itu.

    3) Pada zaman Majapahit II

    · Pararaton

    Pararaton berisi dongeng dan mitos. Pengarangnya sampai sekarang belum diketahui. Terdiri atas 2 bagian. Bagian pertama berisi riwayat Ken Arok sampai raja-raja Sigasari. Bagian kedua mengisahkan Kerajaan Majapahit mulai dari Raden Wijaya, Jayanegara, pemberontakan Ronggolawe dan Sora, Perang Bubad, dan daftar raja sesudah Hayam Wuruk.

    · Tantu Panggelaran

    · Calon Arang

    · Sundayana

    · Paman Canggah

    · Usana Bali

    · Cerita Parahiyangan

    · Bubhuksah dan Gagang Aking

    Pada masa Islam muncul banyak karya sastra seperti:

    Hikayat Pandawa Lima, Hikayat Perang Pandawa Jaya, Hikayat Sri Rama, Hikayat Maharaja Rahwana, Hikayat Pancatantra.



    Selain kitab ada pula cerita panji seperti:

    Syair Ken Tambunan, Lelakon Mahesa Kuitir, Syair Panji Sumirang, Cerita Wayang Kinundang, Hikayat Panji Kuda Sumirang, Hikayat Cekal Wenengpati, Hikayat Panji Wilakusuma.



    Selain itu terdapat pula kitab suluk (kitab yang bercorak magis, berisi ramalan, penentuan hari baik dan buruk, dan pemberian makna terhadap suatu kejadian) seperti:

    o Suluk Sukrasa, menceritakan Ki Sukrasa yang mencari ilmu untuk mendapatkan kesempurnaan.

    o Suluk Wujil, berisi wejanagan Sunan Bonang kepada Wujil, bekas abdi Raja Majapahit.

    o Suluk Malang Sumirang, berisi pujian dan mengungkapkan seseorang yang telah mencapai kesempurnaan dan bersatu dengan Tuhan YME.

    Kitab yang ditulis oleh para pujangga dari kerajaan Islam di Indonesia diantaranya:

    a) Kitab Bustanu’Issalatin, ditulis oleh Nuruddin ar-Raniri dari Aceh.Berisi mengenai adat-istiadat Aceh dan ajaran agama Islam

    b) Kitab Sastra Gending, ditulis oleh Sultan Agung dari Mataram. Berisi tentang ajaran-ajaran filsafat. Serta kitab Nitisruti, Nitisastra, dan Astabrata yang bersumber pada kitab Ramayana. Berisi tentang tabiat baik.

    c) Kitab Ade Allopiloping Bicaranna Pabbahi’e oleh Amanna Gappa dari Makasar. Berisi tentang hukum-hukum perniagaan bagi kerajaan Makasar.



    3. Dokumen

    Dokumen adalah surat berharga yang tertulis atau tercetak yang dapat dipakai sebagai bukti atau keterangan. Dokumen-dokumen tersebut harus didokumentasikan.

    Sedangkan Dokumentasi itu sendiri adalah pengumpulan, pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan informasi dari berbagai bidang. Dapat berupa pengumpulan bukti-bukti atau keterangan seperti gambar, kutipan, guntingan koran, bahan referensi, dsb.

    Dokumen merupakan sesuatu yang sangat berharga baik itu bagi pemakainya maupun pembuatnya.
    READ MORE - TRADISI SEJARAH MASYARAKAT INDONESIA SETELAH MENGENAL TULISAN

    jejak sejarah di dalam foklore, mitologi, legenda, upacara, dan lagu dari berbagai daerah di Indonesia

    Folklor, Mitologi, Legenda, Upacara, dan Lagu-lagu digolongkan dalam teks lisan sebagai bagian kebudayaan lisan dan dapat dijadikan sebagai sumber untuk penulisan sejarah (historiografi) setelah dibandingkan dengan sumber-sumber lain yang sezaman.

    Terdapat sejarah di dalamnya yaitu berupa ingatan kolektif yang tersimpan dalam ingatan manusia yang diwariskan secara turun temurun melalui tradisi lisan.

    a. Folklor

    Folklor adalah tradisi lisan dari suatu masyarakat yang tersebar atau diwariskan secara turun temurun.

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Folklor adalah adat istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun, tetapi tidak dibukukan.

    Ciri-ciri folklor:

    • Folkor diciptakan, disebarkan, dan diwariskan secara lisan (dari mulut ke mulut) dari satu generasi ke generasi berikutnya.
    • Folklor bersifat tradisional, tersebar di wilayah (daerah tertentu) dalam bentuk relatif tetap, disebarkan diantara kelompok tertentu dalam waktu yang cukup lama(paling sedikit 2 generasi).
    • Folklor menjadi milik bersama dari kelompok tertentu, karena pencipta pertamanya sudah tidak diketahui sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya (tidak diketahui penciptanya)
    • Folklor mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama. Diantaranya sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan yang terpendam.

    Folklor terdiri atas banyak versi

    • Mengandung pesan moral
    • Mempunyai bentuk/berpola
    • Bersifat pralogis
    • Lugu, polos

    Menurut Jan Harold Brunvard, ahli folklor dari Amerika Serikat, folklor dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yaitu:

    1) Folklor Lisan

    Merupakan folkor yang bentuknya murni lisan, yaitu diciptakan, disebarluaskan, dan diwariskan secara lisan.

    Folkor jenis ini terlihat pada:

    (a) Bahasa rakyat adalah bahasa yang dijadikan sebagai alat komunikasi diantara rakyat dalam suatu masyarakat atau bahasa yang dijadikan sebagai sarana pergaulan dalam hidup sehari-hari. Seperti: logat,dialek, kosa kata bahasanya, julukan.

    (b) Ungkapan tradisional adalah kelimat pendek yang disarikan dari pengalaman yang panjang. Peribahasa biasanya mengandung kebenaran dan kebijaksanaan. Seperti, peribahasa, pepatah.

    (c) Pertanyaan tradisional (teka-teki)

    Menurut Alan Dundes, teka-teki adalah ungkapan lisan tradisional yang mengandung satu atau lebih unsur pelukisan, dan jawabannya harus diterka.

    (d) Puisi rakyat adalah kesusastraan rakyat yang sudah memiliki bentuk tertentu. Fungsinya sebagai alat kendali sosial, untuk hiburan, untuk memulai suatu permainan, mengganggu orang lain. Seperti: pantun, syair, sajak.

    (e) Cerita prosa rakyat, merupakan suatu cerita yang disampaikan secara turun temurun (dari mulut ke mulut) di dalam masyarakat.Seperti: mite, legenda, dongeng.

    (f) Nyanyian rakyat, adalah sebuah tradisi lisan dari suatu masyarakat yang diungkapkan melalui nyanyian atau tembang-tembang tradisional. Berfungsi rekreatif, yaitu mengusir kebosanan hidup sehari-hari maupun untuk menghindari dari kesukaran hidup sehingga dapat manjadi semacam pelipur lara. Seperti: lagu-lagu dari berbagai daerah.

    2) Folklor Sebagian Lisan

    Merupakan folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan bukan lisan. Folklor ini dikenal juga sebagai fakta sosial. Yang termasuk dalam folklor sebagian lisan, adalah:

    (a) Kepercayaan rakyat (takhyul), kepercayaan ini sering dianggap tidak berdasarkan logika karena tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, menyangkut kepercayaan dan praktek (kebiasaan). Diwariskan melalui media tutur kata.

    (b) Permainan rakyat, disebarkan melalui tradisi lisan dan banyak disebarkan tanpa bantuan orang dewasa. Contoh: congkak, teplak, galasin, bekel, main tali,dsb.

    (c) Teater rakyat

    (d) Tari Rakyat

    (e) Pesta Rakyat

    (f) Upacara Adat yang berkembang di masyarakat didasarkan oleh adanya keyakinan agama ataupun kepercayaan masyarakat setempat. Upacara adat biasanya dilakukan sebagai ungkapan rasa terima kasih pada kekuatan-kekuatan yang dianggap memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada mereka.

    3) Folklor Bukan Lisan

    Merupakan folklor yang bentuknya bukan lisan tetapi cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Biasanya meninggalkan bentuk materiil(artefak). Yang termasuk dalam folklor bukan lisan:

    (a) Arsitektur rakyat (prasasti, bangunan-banguna suci)

    Arsitektur merupakan sebuah seni atau ilmu merancang bangunan.

    (b) Kerajinan tangan rakyat

    Awalnya dibuat hanya sekedar untuk mengisi waktu senggang dan untuk kebutuhan rumah tangga.

    (c) Pakaian/perhiasan tradisional yang khas dari masing-masing daerah

    (d) Obat-obatan tradisional (kunyit dan jahe sebagai obat masuk angin)

    (e) Masakan dan minuman tradisional

    b. Mitologi

    Mite (myth)

    berarti cerita yang memiliki latar belakang sejarah, dipercayai oleh masyarakat sebagai cerita yang benar-benar terjadi, dianggap suci, banyak mengandung hal-hal gaib, dan umumnya ditokohi oleh dewa atau setengah dewa.

    Mitologi

    adalah ilmu tentang kesusastraan yang menagndung konsep tentang dongeng suci, kehidupan para dewa, dan makhluk halus dalam suatu kebudayaan.

    Peristiwanya terjadi di dunia lain, atau di dunia yang bukan dunia seperti yang kita kenal sekarang, dan terjadi pada masa lampau yang lama.

    Cerita yang dimilki setiap suku bangsa di indonesia biasanya terkait dengan sejarah kehidupan masyarakat di suatu daerah, seperti awal mula masyarakat menempati suatu daerah. Kisah tentang terjadinya alam semesta, dunia, manusia pertama, terjadinya maut, bentuk khas binatang, bentuk topografi, dan gejala alam serta petualangan para dewa, kisah percintaan, hubungan kekerabatan, kisah perang mereka, dunia dewata, makanan pokok.

    Cerita-cerita yang terkandung dalam mite bukanlah sejarah tetapi didalamnya terdapat unsur-unsur sejarahnya.

    Contoh mite:

    Dewi Sri dari Jawa Tengah dan Bali

    Nyai Pohaci dari Jawa Barat

    Nyai Roro Kidul Laut Selatan dari Yogyakarta

    Mado-Mado (lowalangi) dari Nias

    Wahadi dari Timor.

    Mitos di Indonesia dibagi menjadi 2 macam berdasarkan tempat asalnya, yakni:

    1) Asli Indonesia

    2) Berasal dari luar negeri terutama dari India, Arab, dan kawasan Laut Tengah.

    Mitos dari luar negeri umumnya sudah mengalami pengolahan lebih lanjut sehingga tidak terasa lagi keasingannya, karena telah mengalami proses adaptasi.

    Sebagai contoh:

    Orang jawa telah mengadopsi dewa-dewa serta pahlawan-pahlawan Hindu sebagai dewa dan pahlawan Jawa. Orang Jawa percaya bahwa mitos yang berasal dari epos Ramayana dan Mahabarata terjadi di pulau Jawa dan bukan di India.

    c. Legenda

    Legenda adalah prosa rakyat yang dianggap oleh yang punya cerita sebagai suatu kejadian yang sungguh-sungguh pernah terjadi.

    · Legenda bersifat sekuler (keduniawian) terjadi pada masa yang belum begitu lampau dan bertempat di dunia seperti yang kita kenal sekarang.

    · Legenda ditokohi oleh manusia, meskipun ada kalanya mempunyai sifat luar biasa, dan seringkali dibantu mahkluk-mahkluk gaib.

    · Legenda sering dianggap sebagai “sejarah” kolektif (folk history). Meskipun dianggap sebagai sejarah tetapi kisahnya tidak tertulis maka legenda dapat mengalami distorsi sehingga seringkali dapat jauh berbeda dengan kisah aslinya.

    · Untuk menjadikan legenda sebagai sumber sejarah maka harus menghilangkan bagian-bagian yang menagndung sifat-sifat folklor, seperti bersifat pralogis (tidak termasuk dalam logika) dan rumus-rumus tradisi.

    · Legenda diwariskan secara turun temurun, biasanya berisi petuah atau petunjuk mengenai yang benar dan yang salah. Dalam legenda dimunculkan pula berbagai sifat dan karakter manusia dalam menjalani kehidupannya yaitu sifat yang baik dan yang buruk, sifat yang benar dan yang salah untuk selanjutnya dijadikan pedoman bagi generasi selanjutnya.

    Contoh Legenda:

    Legenda Sunan Bonang, Tangkuban Perahu (Sangkuriang) dari Jawa Barat, Putmaraga dari Banjarmasin (Kalimantan), Pinisi (Sawerigading) dari Sulawesi, Hang Tuah dari Aceh.

    Jan Harold Brunvard menggolongkan legenda menjadi 4 kelompok, yaitu:

    (1) Legenda keagamaan (religious legend)

    Termasuk dalam legenda ini adalah legenda orang-orang suci atau saleh (hagiografi). Hagiografi meskipun sudah tertulis tetapi masih merupakan folklor sebab versi asalnya masih tetap hidup diantara rakyat sebagai tradisi lisan.

    Contoh: Legenda Wali Songo.

    (2) Legenda Alam Gaib

    Legenda ini berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan pernah dialami seseorang, berfungsi untuk meneguhkan kebenaran”takhyul” atau kepercayaan rakyat.

    Contoh: kepercayaan terhadap adanya hantu, gendoruwo, sundelbolong, dan tempat-tempat gaib.

    (3) Legenda Setempat

    Legenda yang berhubungan dengan suatu tempat, nama tempat, dan bentuk topografi, yaitu bentuk permukaan suatu daerah.

    Contoh: terbentuknya Danau Toba.

    (4) Legenda Perseorangan

    Cerita mengenai tokoh-tokoh tertentu yang dianggap oleh yang empunya cerita benar-benar pernah terjadi.

    Conto: Legenda Panji yang berasal dari tradisi lisan yang sering berintegrasi dengan dongeng “Ande-ande Lumut” dan dongeng ‘Kethek Ogleng”

    d. Dongeng (folktale)

    Dongeng merupakan prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang mempunyai cerita. Dongeng tidak terikat oleh waktu maupun cerita.

    Dongeng adalah”cerita pendek” kolektif kesusastraan lisan.

    Diceritakan untuk hiburan, meskipun banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral), atau bahkan sindiran.

    Tokohnya, biasanya binatang (fables), seperti Si Kancil, maupun manusia seperti Bawang Merah dan Bawang Putih.

    Terkadang ada pergeseran sebuah legenda menjadi dongeng.

    Contoh :

    “Terjadinya Gunung Tangkuban Perahu” ke dongeng “Sangkuriang” dapat terjadi karena kini cerita Sangkuriang oleh sebagian penduduk Sunda sudah dianggap fiktif.

    e. Lagu-lagu Daerah

    Lagu adalah syair-syair yang ditembangkan dengan irama yang menarik.

    Lagu daerah adalah lagu yang menggunakan bahasa daerah.

    Ciri-cirinya:

    Ø Terdiri atas kata-kata dan lagu yang keduanya tidak dapat dipisahkan.

    Ø Sifatnya mudah berubah-ubah (dapat diolah menjadi nyanyian pop)

    Ø Beredar secara lisan diantara kolektif tertentu dan memiliki banyak varian, berbentuk tradisional.

    Ø Bentuknya sangat beraneka ragam, yakni dari yang paling sederhana sampai yang cukup rumit.

    Contoh:

    Bungong Jeumpa, Ampar-ampar Pisang, Yamko Rambe Yamko, Butet, Kampung nan Jauh di Mato.

    Fungsi nyanyian rakyat:

    1. Kreatif, yaitu untuk menghilangkan kebosanan hidup sehari-hari untuk menghibur diri dan untuk mengiringi permainan anak-anak.

    2. Sebagai pembangkit semangat, yaitu nyanyian untuk bekerja.

    Holopis Kuntul Baris (Jawa Timur), rambate Rata(Sulawesi Selatan)

    3. Sebagai protes sosial, yaitu proses mengenai ketidakadilan dalam masyarakat atau negara bahkan dunia.

    4. Untuk memelihara sejarah setempat dan klan.

    “hoho”(Nias),untuk memelihara silsilah klan besar orang Nias yang disebut Mado.

    Menurut Brunvand, nyanyian rakyat dapat digolongkan dalam 3 jenis:

    a. Nyanyian rakyat yang berfungsi

    b. Nyanyian rakyat yang bersifat liris

    Nyanyian bersifat liris biasanya sebagai pencetusan rasa haru pengarangnya (anonim). Nyanyian, dibedakan menjadi dua yaitu:

    - nyanyian rakyat liris yang sesungguhnya, contoh: Lagu Cinte Manis

    - Nyanyian rakyat liris yang bukan sesungguhnya, contoh: Pok Ame-ame dan Oh Mama Saya Mau Kawin dari Betawi.

    c. Nyanyian rakyat yang bersifat kisah

    Contohnya:

    Balada (sentimental) Pantun Sunda

    romantik(tentang cinta)

    epos (kepahlawanan) Ramayana

    f. Upacara

    Upacara merupakan rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan-aturan tertentu (adat istiadat, agama, dan kepercayaan)

    Contoh:

    Upacara penguburan, mendirikan rumah, membuat perahu, upacara memulai perburuan, dan upacara perkabungan, upacara pengukuhan kepala suku, upacara sebelum berperang.

    Fungsi Upacara:

    1. Upacara adat biasanya dilakukan sebagai ungkapan rasa terima kasih pada kekuatan-kekuatan yang dianggap memberikan perlindungan dan kesejahteraan pada mereka.

    Upacara tersebut juga dimaksudkan untuk menghindarkan diri dari kemarahan kekuatan-kekuatan gaib yang seringkali diwujudkan dalam berbagai malapetaka dan bencana alam. Biasanya terkait dengan legenda yang berkembang di masyarakat tentang asal usul mereka.

    2. Sebagai alat legitimasi tentang keberadaan mereka seperti tertuang dalam cerita rakyat.

    Contoh:

    Upacara “Kasodo” oleh masyarakat Tengger di Sekitar Gunung Bromo.

    Upacara “Larung Samudra” yaitu melarung makanan ke tengah laut.

    Upacara “ Seren Taun” di daerah Kuningan

    Upacara “ Mapang Sri” di daerah Parahyangan

    Macam-macam upacara:

    · Upacara Membuat Rumah

    Rumah dipandang memilki nilai magis tersendiri yang diyakini memiliki kekuatan dan melindungi kehidupan manusia. Sehingga, ketika pertama kali mendirikan rumah mereka menggunakan berbagai macam sesaji yang dipercayai dapat mendukung keselamatan keluarga atau orang yang mendirikan rumah, seperti di daerah Toraja, Bali, dan Madura.

    · Upacara kematian/ Penguburan

    Muncul ketika adanya kepercayaan bahwa roh orang yang meninggal akan pergi ke suatu tempat yang tidak jauh dari lingkungan dimana ia pernah tinggal. Contoh: tradisi penguburan di suku Toraja.

    · Upacara Perkawinan

    Pada suku Minangkabau, menganut garis keturunan matrilineal, sehingga upacara perkawinan dilangsungkan di rumah keluarga istri. Berbeda dengan suku Batak dan Bali yang menganut garis keturunan patrilineal dimana upacara perkawinan dilangsungkan di rumah keluarga laki-laki.
    READ MORE - jejak sejarah di dalam foklore, mitologi, legenda, upacara, dan lagu dari berbagai daerah di Indonesia